easter-japanese

“Para bhikkhu, dengan bergantung pada jalan yang salah maka ada kegagalan, bukan keberhasilan. Dan bagaimanakah bahwa dengan bergantung pada jalan yang salah maka ada kegagalan, bukan keberhasilan?

(1) “Pada seorang yang memiliki pandangan salah, maka (2) kehendak salah muncul. Pada seorang yang memiliki kehendak salah, maka (3) ucapan salah muncul. Pada seorang yang memiliki ucapan salah, maka [212] (4) perbuatan salah muncul. Pada seorang yang memiliki perbuatan salah, maka (5) penghidupan salah muncul. Pada seorang yang memiliki penghidupan salah, maka (6) usaha salah muncul. Pada seorang yang memiliki usaha salah, maka (7) perhatian salah muncul. Pada seorang yang memiliki perhatian salah, maka (8) konsentrasi salah muncul. Pada seorang yang memiliki konsentrasi salah, maka (9) pengetahuan salah muncul. Pada seorang yang memiliki pengetahuan salah, maka (10) kebebasan salah muncul.1 Dengan cara inilah, dengan bergantung pada jalan yang salah maka ada kegagalan, bukan keberhasilan.

“Dengan bergantung pada jalan yang benar maka ada keberhasilan, bukan kegagalan. Dan bagaimanakah bahwa dengan bergantung pada jalan yang benar maka ada keberhasilan, bukan kegagalan?

(1) “Pada seorang yang memiliki pandangan benar, maka (2) kehendak benar muncul. Pada seorang yang memiliki kehendak benar, maka (3) ucapan benar muncul. Pada seorang yang memiliki ucapan benar, maka (4) perbuatan benar muncul. Pada seorang yang memiliki perbuatan benar, maka (5) penghidupan benar muncul. Pada seorang yang memiliki penghidupan benar, maka (6) usaha benar muncul. Pada seorang yang memiliki usaha benar, maka (7) perhatian benar muncul. Pada seorang yang memiliki perhatian benar, maka (8) konsentrasi benar muncul. Pada seorang yang memiliki konsentrasi benar, maka (9) pengetahuan benar muncul. Pada seorang yang memiliki pengetahuan benar, maka (10) kebebasan benar muncul.2 Dengan cara inilah, dengan bergantung pada jalan yang benar maka ada keberhasilan, bukan kegagalan.”


Catatan Kaki
  1. Ps I 188,32 – 189,4, dalam mengomentari MN I 42,28, menjelaskan pengetahuan salah (micchāñāṇa) sebagai delusi (moha) yang muncul ketika seseorang, setelah melakukan perbuatan buruk atau merenungkan suatu pemikiran buruk, merefleksikannya dan berpikir, “Aku telah melakukan kebaikan.” Kebebasan salah (micchāvimutti) muncul ketika seseorang yang belum terbebaskan berpikir, “Aku terbebaskan,” atau kepercayaan bahwa apa yang bukan kebebasan adalah kebebasan sejati. ↩︎

  2. Pada Ps I 188,35 – 189,9 pengetahuan benar (sammāñāṇa) dijelaskan sebagai sembilan belas jenis pengetahuan peninjauan kembali (baca Vism 676,4-29, Ppn 22.20-21) dan kebebasan benar (sammāvimutti) sebagai faktor batin yang menyertai buah. Saya berpendapat adalah lebih sederhana untuk menginterpretasikan “pengetahuan benar” sebagai pengetahuan langsung yang memuncak pada Kearahattaan dan “kebebasan benar” sebagai kebebasan pikiran dari āsava dan kekotoran lainnya. ↩︎