easter-japanese

[299] 1. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR. Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Rājagaha di Hutan Bambu, Taman Suaka Tupai. Kemudian umat awam Visākha mendatangi Bhikkhunī Dhammadinnā,1 dan setelah bersujud kepadanya, ia duduk di satu sisi dan bertanya kepadanya:

2. “Yang Mulia, ‘identitas, identitas’ dikatakan. Apakah yang disebut identitas oleh Sang Bhagavā?”

“Teman Visākha, kelima kelompok unsur kehidupan ini yang terpengaruh oleh kemelekatan disebut sebagai identitas oleh Sang Bhagavā; yaitu, kelompok unsur bentuk materi yang terpengaruh oleh kemelekatan, kelompok unsur perasaan yang terpengaruh oleh kemelekatan, kelompok unsur persepsi yang terpengaruh oleh kemelekatan, kelompok unsur bentukan-bentukan yang terpengaruh oleh kemelekatan, kelompok unsur kesadaran yang terpengaruh oleh kemelekatan. Kelima kelompok unsur kehidupan ini disebut identitas oleh Sang Bhagavā.”2

Dengan mengatakan, “Bagus sekali, Yang Mulia,” umat awam Visākha senang dan gembira mendengar kata-kata Bhikkhunī Dhammadinnā. Kemudian ia mengajukan pertanyaan lebih lanjut:

3. “Yang Mulia, ‘asal-mula identitas, asal-mula identitas’ dikatakan. Apakah yang disebut asal-mula identitas oleh Sang Bhagavā?”

“Teman Visākha, adalah ketagihan, yang membawa penjelmaan baru, yang disertai dengan kesenangan dan nafsu, dan senang akan ini dan itu; yaitu, ketagihan pada kenikmatan indria, ketagihan pada penjelmaan, dan ketagihan pada tanpa-penjelmaan. Ini disebut asal-mula identitas oleh Sang Bhagavā.”

4. “Yang Mulia, ‘lenyapnya identitas, lenyapnya identitas’ dikatakan. Apakah yang disebut lenyapnya identitas oleh Sang Bhagavā?”

“Teman Visākha, adalah peluruhan tanpa sisa dan lenyapnya, menghentikan, melepaskan, membiarkan dan menolak keinginan yang sama itu. Ini disebut lenyapnya identitas oleh Sang Bhagavā.”

5. “Yang Mulia, ‘jalan menuju lenyapnya identitas, jalan menuju lenyapnya identitas’ dikatakan. Apakah yang disebut jalan menuju lenyapnya identitas oleh Sang Bhagavā?”

“Teman Visākha, adalah Jalan Mulia Berunsur Delapan ini; yaitu, pandangan benar, kehendak benar, ucapan benar, perbuatan benar, penghidupan benar, usaha benar, perhatian benar, dan konsentrasi benar.”

6. “Yang Mulia, apakah kemelekatan itu sama dengan kelima kelompok unsur kehidupan yang terpengaruh oleh kemelekatan ini, atau kemelekatan adalah sesuatu yang terpisah dari kelima kelompok unsur kehidupan yang terpengaruh oleh kemelekatan?”

“Teman Visākha, kemelekatan itu bukan sama dengan kelima kelompok unsur kehidupan yang terpengaruh oleh kemelekatan [300] juga kemelekatan bukan sesuatu yang terpisah dari kelima kelompok unsur kehidupan yang terpengaruh oleh kemelekatan. Adalah keinginan dan nafsu sehubungan dengan kelima kelompok unsur kehidupan yang terpengaruh oleh kemelekatan yang menjadi kemelekatan di sana.”3

7. “Yang Mulia, bagaimanakah pandangan identitas terjadi?”

“Di sini, teman Visākha, seorang biasa yang tidak terpelajar, yang tidak menghargai para mulia dan tidak terampil dan tidak disiplin dalam Dhamma mereka, yang tidak menghargai manusia sejati dan tidak terampil dan tidak disiplin dalam Dhamma mereka, menganggap bentuk materi sebagai diri, atau diri memiliki bentuk materi, atau bentuk materi sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam bentuk materi. Ia menganggap perasaan sebagai diri, atau diri sebagai memiliki perasaan, atau perasaan sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam perasaan. Ia menganggap persepsi sebagai diri, atau diri sebagai memiliki persepsi, atau persepsi sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam persepsi. Ia menganggap bentukan-bentukan sebagai diri, atau diri sebagai memiliki bentukan-bentukan, atau bentukan-bentukan sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam bentukan-bentukan. Ia menganggap kesadaran sebagai diri, atau diri sebagai memiliki kesadaran, atau kesadaran sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam kesadaran. Ini adalah bagaimana pandangan identitas terjadi.”4

8. “Yang Mulia, bagaimanakah pandangan identitas tidak terjadi?”

“Di sini, teman Visākha, seorang mulia yang terpelajar, yang menghargai para mulia dan terampil dan disiplin dalam Dhamma mereka, yang menghargai manusia sejati dan terampil dan disiplin dalam Dhamma mereka, tidak menganggap bentuk materi sebagai diri, atau diri memiliki bentuk materi, atau bentuk materi sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam bentuk materi. Ia tidak menganggap perasaan sebagai diri, atau diri sebagai memiliki perasaan, atau perasaan sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam perasaan. Ia tidak menganggap persepsi sebagai diri, atau diri sebagai memiliki persepsi, atau persepsi sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam persepsi. Ia tidak menganggap bentukan-bentukan sebagai diri, atau diri sebagai memiliki bentukan-bentukan, atau bentukan-bentukan sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam bentukan-bentukan. Ia tidak menganggap kesadaran sebagai diri, atau diri sebagai memiliki kesadaran, atau kesadaran sebagai di dalam diri, atau diri sebagai di dalam kesadaran. Ini adalah bagaimana pandangan identitas tidak terjadi.”

9. “Yang Mulia, apakah Jalan Mulia Berunsur Delapan?”

“Teman Visākha, adalah Jalan Mulia Berunsur Delapan ini; yaitu, pandangan benar, kehendak benar, ucapan benar, perbuatan benar, penghidupan benar, usaha benar, perhatian benar, dan konsentrasi benar.”

10. “Yang Mulia, apakah Jalan Mulia Berunsur Delapan adalah terkondisi atau tidak terkondisi?”

“Teman, Visākha, Jalan Mulia Berunsur Delapan adalah [301] terkondisi.”

11. “Yang Mulia, apakah tiga kelompok termasuk dalam Jalan Mulia Berunsur Delapan, atau Jalan Mulia Berunsur Delapan termasuk dalam tiga kelompok?”5

“Tiga kelompok bukan termasuk dalam Jalan Mulia Berunsur Delapan, teman Visākha, tetapi Jalan Mulia Berunsur Delapan termasuk dalam ketiga kelompok. Ucapan benar, perbuatan benar, dan penghidupan benar – kondisi-kondisi ini termasuk dalam kelompok moralitas. Usaha benar, perhatian benar, dan konsentrasi benar – kondisi-kondisi ini termasuk dalam kelompok konsentrasi. Pandangan benar dan kehendak benar – kondisi-kondisi ini termasuk dalam kelompok kebijaksanaan.”

12. “Yang Mulia, apakah konsentrasi? Apakah landasan konsentrasi? Apakah perlengkapan konsentrasi? Apakah pengembangan konsentrasi?”

“Keterpusatan pikiran, teman Visākha, adalah konsentrasi; Empat Landasan Perhatian adalah landasan konsentrasi; Empat Usaha Benar adalah perlengkapan konsentrasi; pengulangan, pengembangan, dan pelatihan atas kondisi-kondisi yang sama ini adalah pengembangan konsentrasi di sana.”6

13. “Yang Mulia, ada berapakah bentukan-bentukan itu?”

“Ada tiga bentukan ini, teman Visākha: bentukan jasmani, bentukan ucapan, dan bentukan pikiran.”

14. “Tetapi, Yang Mulia, apakah bentukan jasmani? apakah bentukan ucapan? apakah bentukan pikiran?”

“Nafas-masuk dan nafas-keluar, teman Visākha, adalah bentukan jasmani; awal pikiran dan kelangsungan pikiran adalah bentukan ucapan; persepsi dan perasaan adalah bentukan pikiran.”7

15. “Tetapi, Yang Mulia, mengapa nafas-masuk dan nafas-keluar adalah bentukan jasmani? Mengapa awal pikiran dan kelangsungan pikiran adalah bentukan ucapan? Mengapa persepsi dan perasaan adalah bentukan pikiran?”

“Teman, Visākha nafas-masuk dan nafas-keluar adalah jasmani, kondisi-kondisi ini terikat dengan jasmani; itulah sebabnya mengapa nafas-masuk dan nafas-keluar adalah bentukan jasmani. Pertama-tama seseorang mulai berpikir dan mempertahankan pikiran, dan selanjutnya ia mengungkapkannya melalui ucapan; itulah sebabnya mengapa awal-pikiran dan kelangsungan pikiran adalah bentukan ucapan. Persepsi dan perasaan adalah pikiran, kondisi-kondisi ini terikat dengan pikiran; itulah sebabnya mengapa persepsi dan perasaan adalah bentukan pikiran.”8

16. “Yang Mulia, bagaimanakah pencapaian lenyapnya persepsi dan perasaan terjadi?”

“Teman Visākha, ketika seorang bhikkhu mencapai lenyapnya persepsi dan perasaan, ia tidak berpikir: ‘Aku akan mencapai lenyapnya persepsi dan perasaan,’ atau ‘Aku sedang mencapai lenyapnya persepsi dan perasaan,’ atau ‘Aku telah mencapai lenyapnya persepsi dan perasaan’; melainkan pikirannya telah dikembangkan sebelumnya sedemikian sehingga mengarahkannya pada kondisi tersebut.”9 [302]

17. “Yang Mulia, ketika seorang bhikkhu sedang mencapai lenyapnya persepsi dan perasaan, kondisi manakah yang pertama lenyap dalam dirinya: bentukan jasmani, bentukan ucapan, atau bentukan pikiran?”

“Teman Visākha, ketika seorang bhikkhu sedang mencapai lenyapnya persepsi dan perasaan, pertama-tama bentukan ucapan lenyap, kemudian bentukan jasmani, kemudian bentukan pikiran.”10

18. “Yang Mulia, bagaimanakah keluar dari pencapaian lenyapnya persepsi dan perasaan terjadi?”

“Teman Visākha, ketika seorang bhikkhu keluar dari pencapaian lenyapnya persepsi dan perasaan, ia tidak berpikir: ‘Aku akan keluar dari pencapaian lenyapnya persepsi dan perasaan,’ atau ‘Aku sedang keluar dari pencapaian lenyapnya persepsi dan perasaan,’ atau ‘Aku telah keluar dari pencapaian lenyapnya persepsi dan perasaan’; melainkan pikirannya telah dikembangkan sebelumnya sedemikian sehingga mengarahkannya pada kondisi tersebut.”11

19. “Yang Mulia, ketika seorang bhikkhu keluar dari pencapaian lenyapnya persepsi dan perasaan, kondisi manakah yang pertama muncul dalam dirinya: bentukan jasmani, bentukan ucapan, atau bentukan pikiran?”

“Teman Visākha, ketika seorang bhikkhu keluar dari pencapaian lenyapnya persepsi dan perasaan, pertama-tama bentukan pikiran muncul, kemudian bentukan jasmani, kemudian bentukan ucapan.”12

20. “Yang Mulia, ketika seorang bhikkhu telah keluar dari pencapaian lenyapnya persepsi dan perasaan, ada berapakah kontak yang menyentuhnya?”

“Teman Visākha, ketika seorang bhikkhu telah keluar dari pencapaian lenyapnya persepsi dan perasaan, tiga jenis kontak menyentuhnya: kontak kehampaan, kontak tanpa-gambaran, kontak tanpa-keinginan.”13

21. “Yang Mulia, ketika seorang bhikkhu telah keluar dari pencapaian lenyapnya persepsi dan perasaan, kepada apakah pikirannya condong, kepada apakah pikirannya bersandar, kepada apakah pikirannya mengarah?”

“Teman Visākha, ketika seorang bhikkhu telah keluar dari pencapaian lenyapnya persepsi dan perasaan, pikirannya condong kepada keterasingan, bersandar pada keterasingan, mengarah pada keterasingan.”14

22. “Yang Mulia, ada berapakah jenis perasaan?”

“Teman Visākha, ada tiga jenis perasaan: perasaan menyenangkan, perasaan menyakitkan, dan perasaan bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan.”

23. “Tetapi, Yang Mulia, apakah perasaan menyenangkan? apakah perasaan menyakitkan? dan apakah perasaan bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan?”

“Teman Visākha, perasaan apapun yang dirasakan secara jasmani atau secara batin yang menyenangkan dan menyejukkan adalah perasaan menyenangkan. Perasaan apapun yang dirasakan secara jasmani atau secara batin yang menyakitkan dan melukai adalah perasaan menyakitkan. Perasaan apapun yang dirasakan secara jasmani atau secara batin yang tidak menyejukkan juga tidak melukai [303] adalah perasaan bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan.”

24. “Yang Mulia, apakah menyenangkan dan apakah menyakitkan sehubungan dengan perasaan menyenangkan? Apakah menyakitkan dan apakah menyenangkan sehubungan dengan perasaan menyakitkan? Apakah menyenangkan dan apakah menyakitkan sehubungan dengan perasaan bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan?”

“Teman Visākha, perasaan menyenangkan adalah menyenangkan selama perasaan itu berlangsung dan menyakitkan ketika perasaan itu berubah. Perasaan menyakitkan adalah menyakitkan selama perasaan itu berlangsung dan menyenangkan ketika perasaan itu berubah. Perasaan bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan adalah menyenangkan jika ada pengetahuan [atas perasaan itu] dan menyakitkan jika tidak ada pengetahuan [atas perasaan itu].”

25. “Yang Mulia, kecenderungan tersembunyi apakah yang mendasari perasaan menyenangkan? Kecenderungan tersembunyi apakah yang mendasari perasaan menyakitkan? Kecenderungan tersembunyi apakah yang mendasari perasaan bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan?”

“Teman Visākha, kecenderungan tersembunyi pada nafsu mendasari perasaan menyenangkan. Kecenderungan tersembunyi pada penolakan mendasari perasaan menyakitkan. Kecenderungan tersembunyi pada ketidak-tahuan mendasari perasaan bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan.”15

26. “Yang Mulia, apakah kecenderungan tersembunyi pada nafsu mendasari semua perasaan menyenangkan? Apakah kecenderungan tersembunyi pada penolakan mendasari semua perasaan menyakitkan? Apakah kecenderungan tersembunyi pada ketidak-tahuan mendasari semua perasaan bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan?”

“Teman Visākha, kecenderungan tersembunyi pada nafsu tidak mendasari semua perasaan menyenangkan. Kecenderungan tersembunyi pada penolakan tidak mendasari semua perasaan menyakitkan. Kecenderungan tersembunyi pada ketidak-tahuan tidak mendasari semua perasaan bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan.”

27. “Yang Mulia, apakah yang harus ditinggalkan sehubungan dengan perasaan menyenangkan? apakah yang harus ditinggalkan sehubungan dengan perasaan menyakitkan? apakah yang harus ditinggalkan sehubungan dengan perasaan bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan?”

“Teman Visākha, kecenderungan tersembunyi pada nafsu harus ditinggalkan sehubungan dengan perasaan menyenangkan. Kecenderungan tersembunyi pada penolakan harus ditinggalkan sehubungan dengan perasaan menyakitkan. Kecenderungan tersembunyi pada ketidak-tahuan harus ditinggalkan sehubungan dengan perasaan bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan.”

28. “Yang Mulia, apakah kecenderungan tersembunyi pada nafsu harus ditinggalkan sehubungan dengan semua perasaan menyenangkan? Apakah kecenderungan tersembunyi pada penolakan harus ditinggalkan sehubungan dengan semua perasaan menyakitkan? Apakah kecenderungan tersembunyi pada ketidak-tahuan harus ditinggalkan sehubungan dengan semua perasaan bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan?”

“Teman Visākha, kecenderungan tersembunyi pada nafsu tidak harus ditinggalkan sehubungan dengan semua perasaan menyenangkan. Kecenderungan tersembunyi pada penolakan tidak harus ditinggalkan sehubungan dengan semua perasaan menyakitkan. Kecenderungan tersembunyi pada ketidak-tahuan tidak harus ditinggalkan sehubungan dengan semua perasaan bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan.

“Di sini, teman Visākha, dengan cukup terasing dari kenikmatan indria, terasing dari kondisi-kondisi tidak bermanfaat, seorang bhikkhu masuk dan berdiam dalam jhāna pertama, yang disertai dengan awal pikiran dan kelangsungan pikiran, dengan sukacita dan kenikmatan yang muncul dari keterasingan. Dengan itu ia meninggalkan nafsu, dan kecenderungan tersembunyi pada nafsu tidak mendasari itu.16

“Di sini seorang bhikkhu mempertimbangkan sebagai berikut: ‘Kapankah aku harus masuk dan berdiam dalam landasan yang dimasuki dan didiami oleh para mulia sekarang?’ Dalam diri seorang yang memunculkan kerinduan akan kebebasan tertinggi itu, [304] kesedihan muncul bersama kerinduan itu sebagai kondisi. Dengan itu ia meninggalkan penolakan, dan kecenderungan tersembunyi pada penolakan tidak mendasari itu.17

“Di sini, dengan meninggalkan kenikmatan dan kesakitan, dan dengan pelenyapan sebelumnya atas kegembiraan dan kesedihan, seorang bhikkhu masuk dan berdiam dalam jhāna ke empat, yang memiliki bukan-kesakitan-juga-bukan-kenikmatan dan kemurnian perhatian karena keseimbangan. Dengan itu ia meninggalkan ketidak-tahuan, dan kecenderungan tersembunyi pada ketidak-tahuan tidak mendasari itu.”18

29. “Yang Mulia, apakah pasangan dari perasaan menyenangkan?”19

“Teman Visākha, perasaan menyakitkan adalah pasangan dari perasaan menyenangkan.”

“Apakah pasangan dari perasaan menyakitkan?”

“Perasaan menyenangkan adalah pasangan dari perasaan menyakitkan.”

“Apakah pasangan dari perasaan bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan

“Ketidak-tahuan adalah pasangan dari perasaan bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan.”20

“Apakah pasangan dari ketidak-tahuan?”

“Pengetahuan sejati adalah pasangan dari ketidak-tahuan.”

“Apakah pasangan dari pengetahuan sejati?”

“Kebebasan adalah pasangan dari pengetahuan sejati.”

“Apakah pasangan dari kebebasan?”

“Nibbāna adalah pasangan dari kebebasan.”

“Yang Mulia, apakah pasangan dari Nibbāna?”

“Teman Visākha, engkau melewati batas mengajukan pertanyaan terlalu jauh, engkau tidak mampu menangkap batasan pertanyaan-pertanyaan.21 Karena kehidupan suci, teman Visākha, berlandaskan pada Nibbāna, memuncak dalam Nibbāna, berakhir dalam Nibbāna. Jika engkau menghendaki, teman Visākha, temuilah Sang Bhagavā dan tanyakan kepada Beliau mengenai makna ini. Sebagaimana Sang Bhagavā menjelaskan kepadamu, demikianlah engkau harus mengingatnya.”

30. Kemudian umat awam Visākha, setelah merasa senang dan gembira mendengar kata-kata Bhikkhunī Dhammadinnā, bangkit dari duduknya, dan setelah bersujud kepadanya, dengan Bhikkhunī Dhammadinnā di sisi kanannya, ia pergi menghadap Sang Bhagavā. Setelah bersujud kepada Beliau, ia duduk di satu sisi dan memberitahu Sang Bhagavā seluruh percakapannya dengan Bhikkhunī Dhammadinnā. Ketika ia selesai berbicara, Sang Bhagavā memberitahunya:

31. “Bhikkhunī Dhammadinnā adalah seorang bijaksana, Visākha, Bhikkhunī Dhammadinnā memiliki kebijaksanaan luas. Jika engkau menanyakan makna dari hal ini kepadaKu, maka Aku juga akan menjelaskan kepadamu [305] dengan cara yang sama seperti yang telah dijelaskan oleh Bhikkhunī Dhammadinnā. Demikianlah maknanya, dan demikianlah engkau harus mengingatnya.”22

Itu adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Umat awam Visākha merasa puas dan gembira mendengar kata-kata Sang Bhagavā.


Catatan Kaki
  1. Visakha adalah seorang pedagang kaya dari Rājagaha dan seorang yang-tidak-kembali. Dhammadinnā, mantan istrinya dalam kehidupan awam, telah mencapai Kearahattaan segera setelah penahbisannya sebagai seorang bhikkhunī. Ia dinyatakan oleh Sang Buddha sebagai bhikkhunī terunggul dalam hal membabarkan Dhamma. ↩︎

  2. MA menjelaskan kata majemuk panc’upādānakkhandhā sebagai lima kelompok unsur kehidupan yang menjadi kondisi bagi kemelekatan (MṬ: sebagai objeknya). Karena kelima kelompok unsur kehidupan ini, singkatnya, adalah keseluruhan kebenaran mulia penderitaan (MN 9.15; 28.3), terlihat bahwa empat pertanyaan pertama mengajukan penyelidikan ke dalam Empat Kebenaran Mulia yang diungkapkan dalam kata identitas pribadi, bukan penderitaan. ↩︎

  3. MA: Karena kemelekatan adalah hanya satu bagian dari kelompok bentukan-bentukan (seperti didefinisikan di sini, keserakahan), maka ini tidak sama dengan kelima kelompok unsur kehidupan; dan karena kemelekatan tidak dapat terpisahkan sama sekali dari kelompok-kelompok unsur kehidupan, maka tidak ada kemelekatan yang terpisah dari kelompok-kelompok unsur kehidupan. ↩︎

  4. Ini adalah dua puluh jenis pandangan identitas. MA mengutip Pṭs i.144-45 untuk mengilustrasikan empat modus dasar pandangan identitas sehubungan dengan bentuk materi. Seseorang mungkin menganggap bentuk materi sebagai diri, dengan cara yang sama api dari lampu minyak yang menyala adalah identik dengan warna (api tersebut). Atau seseorang mungkin menganggap diri sebagai memiliki bentuk materi, seperti pohon memiliki bayangan; atau seseorang mungkin menganggap bentuk materi sebagai di dalam diri, bagaikan aroma terdapat dalam bunga; atau seseorang mungkin menganggap diri sebagai di dalam bentuk materi, bagaikan permata di dalam kotaknya. ↩︎

  5. Kata khandha di sini memiliki makna berbeda dari konteks yang lebih umum dari kelima kelompok unsur kehidupan yang terpengaruh oleh kemelekatan. Kata itu di sini merujuk pada batang tubuh prinsip latihan, ketiga kelompok Jalan Mulia Berunsur Delapan dalam moralitas (sīla), konsentrasi (samādhi), dan kebijaksanaan (paññā). ↩︎

  6. Empat landasan perhatian adalah landasan konsentrasi (samādhinimitta) dalam makna menjadi kondisinya (MA). Di sini sepertinya tidak tepat menerjemahkan nimitta sebagai “gambaran,” dalam makna tanda-tanda yang jelas terlihat atau objek. Empat jenis usaha benar dijelaskan pada MN 77.16 ↩︎

  7. MA: Dhammadinnā mengantisipasi niat Vishākha untuk menanyakan tentang bentukan-bentukan yang lenyap ketika seseorang masuk ke dalam pencapaian lenyapnya. Dengan demikian ia menjelaskan ketiga bentukan dengan cara ini bukan sebagai kehendak jasmani, ucapan, dan pikiran yang bermanfaat dan tidak bermanfaat, makna yang relevan dalam konteks kemunculan bergantungan. ↩︎

  8. MA menjelaskan lebih jauh bahwa bentukan jasmani dan bentukan pikiran dikatakan sebagai bentukan-bentukan “yang terikat” dengan jasmani dan pikiran dalam makna bahwa kedua bentukan itu dibentuk oleh jasmani dan oleh pikiran, sedangkan bentukan ucapan adalah bentukan dalam makna bahwa bentukan itu membentuk ucapan. Bentuk kata kerja vitakketvā vicāretvā telah diterjemahkan dengan cara yang mempertahankan konsistensi dengan terjemahan kata benda vitakka dan vicāra sebagai “awal pikiran” dan “kelangsungan pikiran.” ↩︎

  9. Lenyapnya dapat dicapai hanya oleh seorang yang-tidak-kembali atau seorang Arahant yang menguasai delapan pencapaian jhāna. Meditator memasuki tiap-tiap pencapaian berturut-turut, keluar dari sana, dan merenungkannya dengan pandangan terang sebagai tidak kekal, penderitaan, dan bukan-diri. Setelah menyelesaikan prosedur ini melalui landasan kekosongan, ia melakukan tugas-tugas persiapan tertentu, dan kemudian bertekad untuk tanpa pikiran selama jangka waktu tertentu. Kemudian ia secara cepat memasuki landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi, setelah itu pikiran dan fungsi-fungsi pikiran lenyap sama sekali. Demikianlah tekadnya, didukung oleh pencapaian dan persiapan sebelumnya, menuntunnya menuju pencapaian lenyapnya. Baca Vsm XXIII, 32-43. ↩︎

  10. Awal pikiran dan kelangsungan pikiran lenyap pertama kali dalam jhāna ke dua; nafas masuk dan nafas keluar lenyap berikutnya dalam jhāna ke empat; dan persepsi dan perasaan lenyap dalam pencapaian terakhir, yaitu pencapaian lenyapnya itu sendiri. ↩︎

  11. Ketika waktu yang ditentukan oleh tekad untuk pencapaian itu telah berlalu, berdasarkan pada tekad sebelumnya itu sang meditator secara spontan keluar dari pencapaian lenyapnya itu dan proses-pikiran berlanjut. ↩︎

  12. MA: Ketika seseorang keluar dari lenyapnya, kesadaran buah pencapaian muncul pertama kali, dan persepsi dan perasaan yang berhubungan dengan itu adalah bentukan pikiran yang muncul pertama kali. Kemudian, secara berurutan turun ke dalam rangkaian kehidupan, bentukan jasmani, yaitu pernafasan, dimulai kembali. Dan selanjutnya, ketika meditator melanjutkan aktivitas normalnya, bentukan ucapan muncul. ↩︎

  13. Kondisi kesadaran pertama yang muncul ketika keluar dari lenyapnya adalah kesadaran buah pencapaian, yang disebut kehampaan, tanpa gambaran, dan tanpa keinginan karena kualitas mendasarnya dan karena objeknya, Nibbāna. Di sini ketiga sebutan bagi buah ini adalah sebutan bagi kontak yang berhubungan dengan buah. ↩︎

  14. MṬ: Nibbāna, objek kesadaran buah yang muncul ketika keluar dari lenyapnya, disebut keterasingan (viveka) karena terasing dari segala hal-hal yang terkondisi. ↩︎

  15. MṬ: Ketiga kekotoran ini disebut anusaya, kecenderungan tersembunyi, dalam makna bahwa kekotoran-kekotoran ini belum ditinggalkan dalam rangkaian kehidupan dari mana kekotoran itu berasal dan karena kekotoran-kekotoran itu dapat muncul dengan munculnya suatu sebab yang sesuai. ↩︎

  16. MA menjelaskan bahwa bhikkhu itu menekan kecenderungan pada nafsu dan mencapai jhāna pertama. Setelah dengan baik menekan kecenderungan pada nafsu dengan jhāna, ia mengembangkan pandangan terang dan melenyapkan kecenderungan pada nafsu dengan jalan yang-tidak-kembali. Tetapi karena telah ditekan oleh jhāna, maka dikatakan “kecenderungan tersembunyi pada nafsu tidak mendasari itu.” ↩︎

  17. MA mengidentifikasikan “landasan itu” (tadāyatana) serta “kebebasan tertinggi,” sebagai Kearahattaan. Kesedihan yang muncul karena kerinduan itu di tempat lain disebut “kesedihan yang berdasarkan pada pelepasan keduniawian” (MN 137.13). MA menjelaskan bahwa seseorang tidak benar-benar meninggalkan kecenderungan pada penolakan melalui kesedihan itu; sebaliknya, terdorong oleh kerinduan akan kebebasan tertinggi itu, ia menjalankan praktik dengan tekad teguh dan melenyapkan kecenderungan pada penolakan dengan mencapai jalan yang-tidak-kembali. ↩︎

  18. MA: Bhikkhu itu menekan kecenderungan pada ketidak-tahuan melalui jhāna ke empat, menekannya dengan baik, dan kemudian melenyapkan kecenderungan pada ketidak-tahuan dengan mencapai jalan Kearahattaan. ↩︎

  19. Kata “pasangan” (paṭibhāga) digunakan untuk mengungkapkan hubungan, baik hubungan perlawanan maupun hubungan yang menguatkan. ↩︎

  20. Ketidak-tahuan adalah pasangannya karena perasaan bukan-menyakitkan-juga-bukan-menyenangkan adalah halus dan sulit dikenali. ↩︎

  21. MṬ: Nibbāna juga memiliki pasangan yang berlawanan, yaitu, kondisi-kondisi yang terkondisi. Tetapi dalam makna sesungguhnya Nibbāna tidak memiliki pasangan yang menguatkan, karena bagaimana mungkin ada yang dapat memperkuat Nibbāna, yang tidak terkondisi? ↩︎

  22. MA: Dengan mengatakan ini, Sang Buddha menjadikan sutta ini sebagai Sabda Sang penakluk, mensahkannya dengan stempel Penakluk. ↩︎