easter-japanese

[253] 1. DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR.1 Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di antara para Sakya di Hutan Besar di Kapilavatthu, bersama lima ratus bhikkhu, semuanya Arahant. Dan para dewa dari sepuluh alam-semesta2 sering datang ke sana untuk mengunjungi Sang Bhagavā dan para bhikkhu.

2. Kemudian muncul dalam pikiran empat dewa dari Alam Murni:3 ‘Sang Bhagavā sedang menetap di Kapilavatthu, bersama lima ratus bhikkhu, semuanya Arahant. Bagaimana jika kita mendatangiNya, dan masing-masing dari kita mengucapkan satu bait syair?’

3. Kemudian para dewa itu, secepat seorang kuat merentangkan tangannya yang terlipat, atau melipatnya lagi, [254] lenyap dari Alam Murni dan muncul di hadapan Sang Bhagavā. Kemudian mereka memberi hormat kepada Beliau dan berdiri di satu sisi, dan salah satu dari mereka mengucapkan syair berikut ini:

‘Pertemuan besar di hutan di sini, para dewa berkumpul Dan kami juga di sini untuk menemui persaudaraan yang tidak terkalahkan.’

Yang lain mengucapkan:

Para bhikkhu dengan pikiran terkonsentrasi adalah lurus: Mereka menjaga indria-indria mereka bagaikan seorang kusir mengendalikan tali kekangnya.’

Yang lain mengucapkan:

‘Pagar dan palang telah patah, ambang batu nafsu telah pecah, Tanpa kotoran tanpa noda Sang Bijaksana pergi, bagaikan gajah-gajah yang terlatih baik.’ [255]

Dan yang lain lagi mengucapkan:

‘Ia yang berlindung pada Sang Buddha, tidak ada jalan menurun baginya: Setelah meninggalkan jasmani ini, ia akan bergabung dengan para dewa.’

4. Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: ‘Para bhikkhu, sering terjadi bahwa para dewa dari sepuluh alam-semesta datang menemui Sang Tathāgata dan para bhikkhu. Demikianlah yang terjadi dengan para Buddha tertinggi di masa lampau, dan akan terjadi demikian di masa depan, seperti halnya sekarang denganKu. Aku akan menyebutkan secara terperinci kepada kalian nama dari kelompok dewa, mengumumkannya dan mengajarkannya kepada kalian. Perhatikanlah baik-baik, dan Aku akan berbicara.’

‘Baik, Bhagavā’ jawab para bhikkhu, dan Sang Bhagavā berkata:

5. ‘Aku akan memberitahukan dalam syair: dari alam mana masing-masing dari mereka berasal. Tetapi, mereka yang berdiam tenang dan teguh Bagaikan singa dalam gua di gunung, telah mengatasi Ketakutan yang menegakkan bulu badan, pikiran mereka Putih dan murni, tanpa noda dan tenang.’4 [256]

Di hutan Kapilavatthu Sang Bhagavā melihat Lima ratus Arahant dan lebih lagi, Para pencinta kata-kataNya. Kepada mereka Beliau berkata: ‘Para bhikkhu, perhatikanlah para dewa yang mendekat!’ Dan para bhikkhu berusaha untuk melihat.

6. Dengan penglihatan yang melampaui manusia yang muncul Beberapa melihat seratus dewa, beberapa melihat seribu dewa. Sementara beberapa melihat tujuh puluh ribu, beberapa lainnya melihat Tidak terhitung banyaknya dewa, di sekeliling. Dan Ia-Yang-Mengetahui-Dengan-Pandangan-Terang menyadari Semua yang dapat mereka lihat dan pahami.

Dan kepada pencinta kata-kata Sang Bhagavā, Berkata: ‘Para dewa mendekatlah. Lihat dan perhatikanlah untuk mengenal mereka, para bhikkhu, bergantian, Ketika Aku menyebutkan nama mereka kepada kalian dalam syair!’5

7. Tujuh ribu yakkha dari wilayah Kapila, Memiliki kekuatan dan keterampilan tinggi, Indah dilihat, dengan kereta megah telah datang Bergembira datang ke hutan ini untuk melihat para bhikkhu.

Dan enam ribu yakkha dari Himālaya, Dalam berbagai warna, dan memiliki kekuatan, Indah dilihat, dengan kereta megah telah datang Bergembira datang ke hutan ini untuk melihat para bhikkhu.

Dari Gunung Sata tiga ribu yakkha lebih Dalam berbagai warna …

Seluruhnya berjumlah enam belas ribu yakkha, Dalam berbagai warna … [257]

8. Dari Vessāmitta lima ratus lebih Dalam berbagai warna …

Juga datang Kumbhīra dari Ràjagaha (Yang bertempat tinggal di lembah Vepulla); Seratus ribu yakkha menyertainya.

9. Raja Dhataraṭṭha,6 penguasa Timur Raja para gandhabba, Raja sakti, Telah datang bersama para pengikutnya, Ia memiliki banyak putra, yang semuanya bernama Indra, Yang semuanya memiliki keterampilan tinggi …

Raja Virūḷha, penguasa Selatan Raja para Kumbaṇḍha, seorang raja sakti …

Virūpakkha, penguasa Barat Raja para nāga dan seorang raja sakti …

Raja Kuvera, penguasa Utara Raja para yakkha dan seorang raja sakti … [258]

Dari Timur Raja Dhataraṭṭha bersinar, Dari Selatan Virūḷhaka, dan dari Barat Virūpakkha, Kuvera dari Utara: Demikianlah tersebar di hutan Kapilavatthu Empat Raja Dewa dalam segenap kemegahan berdiri.’

10. Bersama mereka turut para pengikut mereka yang mahir dalam muslihat Penipu ulung: Kuṭeṇḍu yang pertama, Kemudian Veṭeṇḍu, Viṭu dan Viṭucca, Candana dan Kāmaseṭṭha berikutnya, Kinnugaṇḍhu dan Nigaṇḍhu, ini, Panāda, Opamañña, Mātali (Yang adalah kusir para dewa), Naḷa, Cittasena dari para gandhabba, Rājā, Janesabhā, Pañcasikha, Timbarū bersama Suriyavaccasā Puterinya – ini, dan lebih banyak lagi, bergembira datang Ke hutan untuk melihat para bhikkhu Sang Buddha

11. Dari Nabhasa, Vesālī, Tacchaka Datang Nāga, Kambala, Assatara, Payāga bersama sanak saudara mereka. Dari Yamunā Dhataraṭṭha datang bersama rombongan megah, Juga Erāvana, pemimpin sakti para nāga7 Datang ke hutan tempat pertemuan.

Dan yang terlahir dua kali,8 bersayap dan berpenglihatan tajam, Burung garuḍa galak (musuh para nāga) telah datang [259] Terbang ke sini – Citrā dan Supaṇṇā. Tetapi di sini para raja nāga aman: Sang Bhagavā Telah memaksakan gencatan senjata. Dengan kata-kata lembut Mereka dan para nāga berbagi kedamaian Buddha.

12. Para asura juga, yang pernah diserang oleh Indra9 , Sekarang adalah penghuni-lautan, terampil dalam hal magis, Saudara Vāsava yang gemilang datang, Kālakañja, yang menyeramkan dilihat, Dānaveghasa, Vepacitti, Sucitti dan Pahārādha juga, Namucī yang menyeramkan, dan ratusan putera Bali (Yang semuanya bernama Veroca) bersama sekelompok Prajurit yang bergabung dengan guru mereka Rāhu, Yang datang dan berharap pertemuan mereka berjalan dengan baik.

13. Para dewa air, tanah, dan api, dan angin, Para Varuṇa dan pelayan mereka, Soma Dan Yasa juga. Para dewa yang terlahir dari cinta kasih Dan belas kasihan, dengan kereta megah, Sepuluh ini, bersama sepuluh rombongan, Memiliki kesaktian, dan indah dilihat, Bergembira datang untuk melihat para bhikkhu Sang Buddha.

14. Veṇhu10 juga datang bersama para Sahali, Para Asama, si kembar Yama, dan para dewa Yang melayani bulan dan matahari, Para dewa-bintang, para bidadari awan, [260] Sakka raja para Vasu, pemberi di masa lalu,11 Sepuluh ini, bersama sepuluh rombongan …

15. Berikutnya datang para Sahabhu, bersinar, cemerlang, Dengan kepala berapi. Para Ariṭṭhaka, Para Roja, biru bunga-biru, bersama Varuṇā Dan Sahadhammā, Accutā, Anejakā, Suleyya, Rucirā, para Vāsavanesi, Sepuluh ini, bersama sepuluh rombongan …

16. Para Samāna dan Mahā-Samāna keduanya, Makhluk-makhluk yang menyerupai manusia dan lebih dari menyerupai manusia datang, Para dewa ‘Terkotori-oleh-kenikmatan’ dan ‘Terkotori-oleh-pikiran’,12 Para dewa hijau, dan yang merah juga, Para Pāraga, Mahā-Pāraga dengan kereta, Sepuluh ini, bersama sepuluh rombongan …

17. Para Sukka, Karumha, Aruṇa, Veghanasa, Mengikuti dalam kelompok Odātagayha Para Vicakkhaṇa, Sadāmatta, Harāgaja, Para dewa itu yang disebut ‘Bercampur dalam Kemegahan’, dan Pajunna Dewa Halilintar, yang juga menyebabkan hujan, Sepuluh ini, bersama sepuluh rombongan … [261]

18. Para Khemiya, Tusita dan Yāma, Para Kaṭṭhaka dengan kereta, para Lambītaka, Para pemimpin Lāma, dan para dewa api (Para Āsava), mereka yang menyukai bentuk Yang mereka ciptakan, dan mereka yang mengambil pekerjaan makhluk lain,13 Sepuluh ini, bersama sepuluh rombongan …

19. Enam puluh kelompok dewa ini, dari berbagai jenis, Semuanya datang teratur sesuai urutan kelompoknya, Dan yang lainnya juga, dalam barisan yang teratur. Mereka berkata: ‘Ia yang telah melampaui kelahiran, ia yang tidak lagi memiliki rintangan yang tersisa, yang telah menyeberangi banjir, Ia, tanpa kekotoran, kita akan melihat, Yang Perkasa, Bebas melintas tanpa pelanggaran, bagaikan Bulan yang melintas menembus awan.’

20. Berikutnya Subrahmā, dan bersamanya adalah Paramatta, Sanankumāra, Tissa, yang adalah putera-putera dari Yang Perkasa, mereka juga datang. Mahā-Brahmā, yang memerintah seribu dunia, Di alam-Brahmā tertinggi, terlahir di sana, Bersinar terang, dan mengerikan dilihat, Dengan semua keretanya. Sepuluh rajanya yang masing-masing memerintah satu alam Brahmā, dan di tengah-tengah mereka Hārita, yang memerintah seratus ribu.

21. Dan ketika semua ini telah datang dalam barisan besar, Dengan Indra dan kelompok Brahmā juga, Kemudian datang juga kelompok Māra, dan sekarang perhatikanlah Si dungu Yang Hitam.14 [262] Karena ia berkata: ‘Mari, tangkap dan ikat mereka semua! Dengan nafsu Kita akan menangkap mereka semua! Kepung mereka, Jangan sampai ada yang melarikan diri, siapapun dia!’ Demikianlah sang panglima perang memerintahkan pasukan gelapnya. Dengan telapak tangannya ia memukul tanah, dan membuat Keriuhan yang menakutkan, ketika badai awan meledak Dengan halilintar, kilat dan hujan deras – Dan kemudian – mereda kembali, marah, tetapi tidak berkekuatan!

22. Dan Ia-Yang-Mengetahui-Dengan-Pandangan-Terang melihat semua ini Dan menangkap maknanya. Kepada para bhikkhu Beliau berkata: ‘Kelompok Māra datang, para bhikkhu – perhatikanlah baik-baik!’ Mereka mendengar kata-kata Sang Buddha, dan tetap waspada.

Dan kelompok Māra mundur dari mereka yang padanya Nafsu dan rasa takut tidak mendapatkan tempat.

‘Berjaya, melampaui rasa takut, mereka menang: Para pengikutnya bergembira bersama seluruh dunia!’15


Catatan Kaki
  1. Ini adalah sebuah dokumen lain yang mengherankan, tidak diragukan adalah suatu contoh dari apa yang diebut RD ‘suatu ingatan tak beraturan seperti yang berguna dalam kasus-kasus lain, juga oleh umat Buddha pada masa-masa awal, yang tidak memiliki buku, dan terpaksa untuk menghafalkan kamus-kamus dan karya-karya rujukan.’ Versi Sanskrit dari Asia Tengah telah diterbitkan, dengan terjemahan dalam bahasa Inggris oleh E. Waldschmidt dalam LEBT, pp. 149-162, dan juga ada versi China dan Tibet, yang semuanya sangat mendekati Pali secara umum. RD menganggap puisi ini (jika boleh kita sebut demikian) ‘hampir tidak terbaca saat ini’, karena ‘daftar panjang berisi nama-nama yang tidak membangkitkan minat.’ Itu adalah pada tahun 1910. Mungkin pembaca modern yang mengetahui maknanya akan berpikir sebaliknya. Bagaimanapun juga, saya tidak merasa perlu untuk mencoba menelusuri semua rujukan, beberapa di antaranya masih tetap tidak jelas dan meragukan. ↩︎

  2. RD menerjemahkan, secara keliru, ‘sepuluh ribu alam-semesta’. Versi Sanskrit mengkonfirmasi angka yang lebih kecil. ↩︎

  3. Alam di mana Yang-Tidak-Kembali berdiam sebelum mencapai Nibbāna akhir. Sanskrit mengartikan dewa (devatā – diterjemahkan ‘para dewi’ (!) oleh Waldchmit) dari alam Brahmā ↩︎

  4. Seperti yang dinyatakan oleh RD, ‘hubungan antara berbagai klausa dari bait ini tidak jelas’. Tidak jelas di manakah kata-kata sebenarnya dari Sang Buddha dimulai. Syair ini sepertinya telah digabungkan secara sembrono dengan bagian pendahuluan. ↩︎

  5. Di sini dimulai ingatan ‘yang tak beraturan’. ↩︎

  6. Nama yang sama dengan nama-ironis Raja Dhṛtarāṣṭra ‘yang kerajaannya kuat’ dalam Mahābhārata. Dalam bait 11 Dhataraṭṭha lain, Raja Nāga, disebutkan juga, dan nama ini juga muncul di tempat lain. Cf. DN 19.1.36. ↩︎

  7. Gajah tiga kepala milik Indra. Nāga itu adalah ular dan sekaligus gajah. ↩︎

  8. Burung, seperti halnya para Brahmana, terlahir dua kali, pertama sebagai telur, kemudian menetas! ↩︎

  9. Cf. DN n.612. Indra, pemenang dari pihak para dewa, telah mengalahkan mereka. ↩︎

  10. Ini adalah nama Pali untuk Visnu, dan naskah Sanskrit menerjemahkan sebagai Viṣṇu, walaupun dewa agung itu menjadi dirinya sendiri setelah masa Sang Buddha berlalu. ↩︎

  11. Purindada: ‘pemberi yang dermawan dalam kelahiran lampaunya’ (RD), dengan sengaja diubah dari Purandara (yang terdapat dalam versi Sanskrit!) ‘penghancur kota’. RD berpikir bahwa perubahan ini perlu untuk membedakan Sakka dari para dewa dalam Veda, tetapi mungkin lebih bertujuan untuk membuatnya lebih ‘terhormat’ dalam Buddhisme. ↩︎

  12. Baca DN 1.2.7ff. ↩︎

  13. Para dewa Nimmānarati dan Paranimmitā: baca Pendahuluan, p.42 ↩︎

  14. Kaṇha: ‘hitam’, tetapi tidak berhubungan dengan Kaṇha yang disebutkan dalam DN 3.1.23. ↩︎

  15. RD mengatakan: ‘Kami telah menelusuri interpretasi tradisional dalam menganggap bahwa empat baris terakhir ini berasal dari Māra. Pernyataan-pernyataan itu dapat menjadi pernyataan yang cukup baik, atau lebih baik oleh penulis sendiri.’ Saya memiliki keberanian atas keyakinannya, dan melakukan hal itu. ↩︎