easter-japanese

“Para bhikkhu, ada delapan dasar bagi kemalasan ini. Apakah delapan ini?

(1) “Di sini, seorang bhikkhu harus melakukan suatu pekerjaan. Ia berpikir: ‘Aku harus melakukan suatu pekerjaan. Sewaktu aku sedang bekerja, tubuhku akan menjadi lelah. Biarlah aku berbaring.’ Ia berbaring. Ia tidak membangkitkan kegigihan untuk mencapai apa yang belum dicapai, untuk memperoleh apa yang belum diperoleh, untuk merealisasikan apa yang belum direalisasikan. Ini adalah dasar pertama bagi kemalasan.

(2) “Kemudian, seorang bhikkhu telah menyelesaikan suatu pekerjaan. Ia berpikir: ‘Aku telah menyelesaikan suatu pekerjaan. Karena pekerjaan itu, tubuhku menjadi lelah. Biarlah aku berbaring.’ Ia berbaring. Ia tidak membangkitkan kegigihan … untuk merealisasikan apa yang belum direalisasikan. Ini adalah dasar ke dua bagi kemalasan.

(3) “Kemudian, seorang bhikkhu harus melakukan suatu perjalanan. Ia berpikir: ‘Aku harus melakukan suatu perjalanan. Sewaktu sedang melakukan perjalanan, tubuhku akan menjadi lelah. Biarlah aku berbaring.’ Ia berbaring. Ia tidak membangkitkan kegigihan … untuk merealisasikan apa yang belum direalisasikan. Ini adalah dasar ke tiga bagi kemalasan.

(4) “Kemudian, seorang bhikkhu telah melakukan suatu perjalanan. Ia berpikir: ‘Aku telah melakukan suatu perjalanan. Sewaktu sedang melakukan perjalanan, tubuhku telah menjadi lelah. Biarlah aku berbaring.’ Ia berbaring. Ia tidak membangkitkan kegigihan … untuk merealisasikan apa yang belum direalisasikan. Ini adalah dasar ke empat bagi kemalasan.

(5) “Kemudian, seorang bhikkhu telah berjalan untuk menerima dana makanan di sebuah desa atau pemukiman namun tidak mendapatkan sebanyak yang ia butuhkan, apakah kasar atau baik. Ia berpikir: [333] ‘Aku telah berjalan untuk menerima dana makanan di sebuah desa atau pemukiman namun tidak mendapatkan sebanyak yang kubutuhkan, apakah kasar atau baik. Tubuhku telah menjadi lelah dan susah digerakkan. Biarlah aku berbaring.’ Ia berbaring. Ia tidak membangkitkan kegigihan … untuk merealisasikan apa yang belum direalisasikan. Ini adalah dasar ke lima bagi kemalasan.

(6) “Kemudian, seorang bhikkhu telah berjalan untuk menerima dana makanan di sebuah desa atau pemukiman dan telah mendapatkan sebanyak yang ia butuhkan, apakah kasar atau baik. Ia berpikir: ‘Aku telah berjalan untuk menerima dana makanan di sebuah desa atau pemukiman dan telah mendapatkan sebanyak yang kubutuhkan, apakah kasar atau baik. Tubuhku telah menjadi berat dan susah digerakkan bagaikan tumpukan biji-bijian basah. Biarlah aku berbaring.’ Ia berbaring. Ia tidak membangkitkan kegigihan … untuk merealisasikan apa yang belum direalisasikan. Ini adalah dasar ke enam bagi kemalasan.

(7) “Kemudian, seorang bhikkhu merasa kurang sehat. Ia berpikir: ‘Aku merasa kurang sehat. Biarlah aku berbaring.’ Ia berbaring. Ia tidak membangkitkan kegigihan … untuk merealisasikan apa yang belum direalisasikan. Ini adalah dasar ke tujuh bagi kemalasan.

(8) “Kemudian, seorang bhikkhu telah sembuh dari sakitnya. Segera setelah ia sembuh, ia berpikir: ‘Aku telah sembuh dari sakit; aku baru saja sembuh dari sakit. Tubuhku masih lemah dan susah digerakkan. Biarlah aku berbaring.’ Ia berbaring. Ia tidak membangkitkan kegigihan untuk mencapai apa yang belum dicapai, untuk memperoleh apa yang belum diperoleh, untuk merealisasikan apa yang belum direalisasikan. Ini adalah dasar ke delapan bagi kemalasan.

“Ini adalah kedelapan dasar bagi kemalasan itu. [334]

“Para bhikkhu, ada delapan dasar ini untuk membangkitkan kegigihan. Apakah delapan ini?

(1) “Di sini, seorang bhikkhu harus melakukan suatu pekerjaan. Ia berpikir: ‘Aku harus melakukan suatu pekerjaan. Sewaktu sedang bekerja, tidaklah mudah bagiku untuk menekuni ajaran para Buddha. Biarlah aku terlebih dulu membangkitkan kegigihan untuk mencapai apa yang belum dicapai, untuk memperoleh apa yang belum diperoleh, untuk merealisasikan apa yang belum direalisasikan.’ Ia membangkitkan kegigihan untuk mencapai apa yang belum dicapai, untuk memperoleh apa yang belum diperoleh, untuk merealisasikan apa yang belum direalisasikan. Ini adalah dasar pertama untuk membangkitkan kegigihan.

(2) “Kemudian, seorang bhikkhu telah menyelesaikan suatu pekerjaan. Ia berpikir: ‘Aku telah menyelesaikan suatu pekerjaan. Sewaktu sedang bekerja, tidaklah mudah bagiku untuk menekuni ajaran para Buddha. Biarlah aku membangkitkan kegigihan …’ Ini adalah dasar ke dua untuk membangkitkan kegigihan.

(3) “Kemudian, seorang bhikkhu harus melakukan suatu perjalanan. Ia berpikir: ‘Aku harus melakukan suatu perjalanan. Sewaktu sedang melakukan perjalanan, tidaklah mudah bagiku untuk menekuni ajaran para Buddha. Biarlah aku terlebih dulu membangkitkan kegigihan …’ Ini adalah dasar ke tiga untuk membangkitkan kegigihan.

(4) “Kemudian, seorang bhikkhu telah melakukan suatu perjalanan. Ia berpikir: ‘Aku telah melakukan suatu perjalanan. Sewaktu sedang melakukan perjalanan, tidaklah mudah bagiku untuk menekuni ajaran para Buddha. Biarlah aku membangkitkan kegigihan …’ Ini adalah dasar ke empat untuk membangkitkan kegigihan. [335]

(5) “Kemudian, seorang bhikkhu telah berjalan untuk menerima dana makanan di sebuah desa atau pemukiman namun tidak mendapatkan sebanyak yang ia butuhkan, apakah kasar atau baik. Ia berpikir: ‘Aku telah berjalan untuk menerima dana makanan di sebuah desa atau pemukiman namun tidak mendapatkan sebanyak yang kubutuhkan, apakah kasar atau baik. Tubuhku telah menjadi ringan dan mudah digerakkan. Biarlah aku membangkitkan kegigihan …’ Ini adalah dasar ke lima untuk membangkitkan kegigihan.

(6) “Kemudian, seorang bhikkhu telah berjalan untuk menerima dana makanan di sebuah desa atau pemukiman dan telah mendapatkan sebanyak yang ia butuhkan, apakah kasar atau baik. Ia berpikir: ‘Aku telah berjalan untuk menerima dana makanan di sebuah desa atau pemukiman dan telah mendapatkan sebanyak yang kubutuhkan, apakah kasar atau baik. Tubuhku telah menjadi kuat dan mudah digerakkan. Biarlah aku membangkitkan kegigihan …’ Ini adalah dasar ke enam untuk membangkitkan kegigihan.

(7) “Kemudian, seorang bhikkhu merasa kurang sehat. Ia berpikir: ‘Aku merasa kurang sehat. Adalah mungkin bahwa penyakitku akan bertambah parah. Biarlah aku terlebih dulu membangkitkan kegigihan …’ Ini adalah dasar ke tujuh untuk membangkitkan kegigihan.

(8) “Kemudian, seorang bhikkhu telah sembuh dari sakitnya. Segera setelah ia sembuh, ia berpikir: ‘Aku telah sembuh dari sakit; baru saja sembuh dari sakit. Adalah mungkin bahwa penyakitku akan kambuh. Biarlah aku terlebih dulu membangkitkan kegigihan untuk mencapai apa yang belum dicapai, untuk memperoleh apa yang belum diperoleh, untuk merealisasikan apa yang belum direalisasikan.’ Ia membangkitkan kegigihan untuk mencapai apa yang belum dicapai, untuk memperoleh apa yang belum diperoleh, untuk merealisasikan apa yang belum direalisasikan. Ini adalah dasar ke delapan untuk membangkitkan kegigihan.

“Ini adalah kedelapan dasar untuk membangkitkan kegigihan itu.” [336]