easter-japanese

1

“Para bhikkhu, ada delapan kumpulan ini. Apakah delapan ini? Kumpulan para khattiya, kumpulan para brahmana, kumpulan para perumah tangga, kumpulan para petapa, kumpulan para deva [yang dipimpin oleh] empat raja dewa, kumpulan para deva Tāvatiṃsa, kumpulan Māra, kumpulan Brahmā.

(1) “Sekarang Aku ingat, para bhikkhu, mendatangi suatu kumpulan yang terdiri dari ratusan khattiya. Sebelumnya Aku duduk di sana, berbincang-bincang, dan berdiskusi. Aku tampak persis seperti mereka, dan suaraKu menjadi seperti suara mereka. Aku mengajarkan, mendorong, menginspirasi, dan menggembirakan mereka dengan khotbah Dhamma, dan sewaktu Aku berbicara mereka tidak mengenali Aku melainkan berpikir: ‘Siapakah ini yang sedang berbicara, apakah deva atau manusia?’ Setelah mengajarkan, mendorong, menginspirasi, dan menggembirakan mereka dengan khotbah Dhamma, Aku menghilang dan ketika Aku menghilang mereka tidak mengenali Aku melainkan berpikir: ‘Siapakah ini yang telah menghilang, apakah dewa atau manusia?’2 [308]

(2) – (8) “Kemudian Aku ingat, para bhikkhu, mendatangi suatu kumpulan yang terdiri dari ratusan brahmana … suatu kumpulan yang terdiri dari ratusan perumah tangga … suatu kumpulan yang terdiri dari ratusan petapa … suatu kumpulan yang terdiri dari ratusan deva [yang dipimpin oleh] empat raja dewa … suatu kumpulan yang terdiri dari ratusan deva Tāvatiṃsa … suatu kumpulan yang terdiri dari ratusan pengikut Māra … suatu kumpulan yang terdiri dari ratusan pengikut Brahmā. Sebelumnya Aku duduk di sana, berbincang-bincang, dan berdiskusi. Aku tampak persis seperti mereka, dan suaraKu menjadi seperti suara mereka. Aku mengajarkan, mendorong, menginspirasi, dan menggembirakan mereka dengan khotbah Dhamma, dan sewaktu Aku berbicara mereka tidak mengenali Aku melainkan berpikir: ‘Siapakah ini yang sedang berbicara, apakah deva atau manusia?’ Setelah mengajarkan, mendorong, menginspirasi, dan menggembirakan mereka dengan khotbah Dhamma, Aku menghilang dan ketika Aku menghilang mereka tidak mengenali Aku melainkan berpikir: ‘Siapakah ini yang telah menghilang, apakah dewa atau manusia?’

“Ini, para bhikkhu, adalah kedelapan kumpulan itu.”


Catatan Kaki
  1. Juga terdapat pada DN 16.3.21-23, II 109-10. ↩︎

  2. Paragraf ini, yang menunjukkan Sang Buddha sebagai seorang ahli transformasi tubuh, tampaknya memiliki ciri proto-Mahāyānistis. Mp mengomentari: “Apakah yang lain berwarna putih, hitam, atau coklat, Sang Guru berwarna keemasan. Tetapi ini disebutkan sehubungan dengan bentuk. Dan hanya bentuk yang terlihat oleh mereka. Bukan berarti bahwa Sang Bhagavā menjadi seperti orang asing atau seperti seorang yang mengenakan anting-anting mutiara; Beliau duduk di sana dalam bentuk seorang Buddha. Tetapi mereka melihatnya memiliki bentuk yang sama dengan mereka. Beberapa berbicara dengan suara parau, beberapa dengan suara serak, beberapa dengan suara seperti burung gagak, tetapi Sang Guru selalu bersuara Brahmā. Ini disebutkan sehubungan dengan bahasa. Karena jika Sang Guru sedang duduk di tempat duduk raja, mereka berpikir, ‘Raja berbicara manis hari ini.’ Ketika Sang Bhagavā pergi setelah berbicara, dan mereka melihat raja [yang sebenarnya] datang, mereka bertanya-tanya: ‘Siapakah itu?’ … Walaupun mereka menyelidiki, mereka tidak akan mengetahuinya. Kalau begitu mengapakah Sang Buddha mengajarkan Dhamma kepada mereka jika mereka tidak mengenalinya? Untuk menanamkan kesan (vāsanatthāya). Karena ketika Dhamma didengar bahkan dalam cara demikian, itu akan menjadi kondisi di masa depan. Demikianlah Beliau mengajar dengan pertimbangan masa depan.” ↩︎