easter-japanese

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Kosambī di Taman Ghosita. Pada saat itu Yang Mulia Anuruddha telah pergi untuk melewatkan hari dan sedang berada dalam keterasingan ketika sejumlah dewata dengan tubuh menyenangkan mendatanginya, bersujud kepadanya, berdiri di satu sisi, dan berkata kepadanya:1

“Bhante Anuruddha, kami [263] para dewata bertubuh menyenangkan menguasai dan mengendalikan tiga hal. Kami dengan segera memperoleh warna apa pun yang kami inginkan. Kami dengan segera memperoleh kesenangan apa pun yang kami inginkan. Dan kami dengan segera memperoleh suara apa pun yang kami inginkan. Kami para dewata bertubuh menyenangkan menguasai dan mengendalikan ketiga hal ini.”

Kemudian Yang Mulia Anuruddha berpikir: “Semoga semua dewata ini menjadi biru, berkulit biru, dengan pakaian biru dan perhiasan biru.” Mengetahui pikiran Yang Mulia Anuruddha, para dewata itu semuanya menjadi biru, berkulit biru, dengan pakaian biru dan perhiasan biru. Kemudian Yang Mulia Anuruddha berpikir: “Semoga semua dewata ini menjadi kuning … merah … putih, berkulit putih, dengan pakaian putih dan perhiasan putih.” Mengetahui pikiran Yang Mulia Anuruddha, para dewata itu semuanya menjadi putih, berkulit putih, dengan pakaian putih dan perhiasan putih.

Kemudian satu di antara para dewata itu bernyanyi, satu menari, dan satu menjentikkan jarinya. Seperti halnya sebuah kwintet musik yang terlatih baik dan iramanya terkoordinasi dengan baik,2 dan terdiri dari para musisi terampil, musiknya indah, menggoda, merdu, memikat, dan memabukkan, [264] demikian pula pertunjukan para dewata itu indah, menggoda, merdu, memikat, dan memabukkan. Selanjutnya Yang Mulia Anuruddha menarik organ-organ indrianya. Kemudian para dewata itu, [dengan berpikir:] “Guru Anuruddha tidak menikmati [ini],” lenyap dari sana.3

Kemudian, pada malam harinya, Yang Mulia Anuruddha keluar dari keterasingan dan mendatangi Sang Bhagavā. Ia bersujud kepada Sang Bhagavā, duduk di satu sisi, dan berkata kepada Beliau: “Di sini, Bhante, aku telah pergi untuk melewatkan hari dan sedang berada dalam keterasingan … [Ia melaporkan segala yang terjadi hingga:] [265] … Kemudian para dewata itu, [dengan berpikir:] ‘Guru Anuruddha tidak menikmati [ini],’ lenyap dari sana.

“Bhante, berapa banyakkah kualitas yang harus dimiliki oleh seorang perempuan sehingga, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali dalam kumpulan para dewata yang bertubuh menyenangkan?”

“Jika ia memiliki delapan kualitas, Anuruddha, seorang perempuan, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali dalam kumpulan para dewata yang bertubuh menyenangkan. Apakah delapan ini?4

(1) “Di sini, Anuruddha, kepada suami mana pun orang tuanya menyerahkannya – yang melakukannya karena menginginkan kebaikannya, mengusahakan kesejahteraannya, berbelas kasih padanya, bertindak demi belas kasihan padanya – seorang perempuan bangun sebelum suaminya dan pergi tidur setelah suaminya, melakukan apa pun yang perlu dilakukan, menyenangkan dalam perilakunya dan disukai dalam ucapannya.

(2) “Ia menghormati, menghargai, menjunjung, dan memuliakan siapa pun yang dihormati oleh suaminya – ibu dan ayahnya, para petapa dan brahmana – dan ketika mereka datang ia mempersembahkan tempat duduk dan air kepada mereka.

(3) “Ia terampil dan rajin dalam mengerjakan urusan-urusan rumah tangga suaminya, apakah merajut atau menenun; ia memiliki penilaian yang baik atas urusan-urusan itu untuk dapat melaksanakan dan mengaturnya dengan benar.

(4) “Ia mencari tahu apa yang telah dilakukan dan belum dilakukan oleh para pembantu rumah tangga suaminya [266] – apakah budak-budak, utusan-utusan, atau para pekerja; ia mencari tahu kondisi dari mereka yang sakit; dan ia membagikan porsi makanan yang selayaknya bagi mereka masing-masing.

(5) “Ia menjaga dan melindungi pendapatan apa pun yang dibawa pulang oleh suaminya – apakah uang, beras, perak, atau emas5 - dan ia tidak menghambur-hamburkan, mencuri, memboroskan, atau menyia-nyiakan pendapatannya itu.

(6) “Ia adalah seorang umat awam perempuan yang telah berlindung pada Sang Buddha, Dhamma, dan Saṅgha.

(7) “Ia bermoral, menghindari pembunuhan, menghindari mengambil apa yang tidak diberikan, menghindari hubungan seksual yang salah, menghindari berbohong, dan menghindari minuman keras, anggur, dan minuman memabukkan, yang menjadi landasan bagi kelengahan.

(8) “Ia dermawan, seorang yang berdiam di rumah dengan pikiran yang hampa dari noda kekikiran, dermawan dengan bebas, bertangan terbuka, bersenang dalam melepaskan, menekuni derma, bersenang dalam memberi dan berbagi.

“Dengan memiliki kedelapan kualitas ini, Anuruddha, seorang perempuan, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali dalam kumpulan para dewata yang bertubuh menyenangkan.”

Ia tidak memandang rendah suaminya, orang yang terus-menerus menyokongnya, yang dengan tekun dan bersemangat selalu membawakan apa pun yang ia inginkan.6

Seorang perempuan yang baik juga tidak memarahi suaminya dengan ucapan yang disebabkan oleh kecemburuan;7 perempuan bijaksana memperlihatkan penghormatan kepada mereka semua yang dihormati oleh suaminya.

Ia bangun lebih awal, bekerja dengan rajin, mengatur bantuan rumah tangga; ia memperlakukan suaminya dengan cara-cara yang menyenangkan dan menjaga harta yang ia dapatkan.

Perempuan yang memenuhi tugas-tugasnya demikian, mengikuti kehendak dan keinginan suaminya, terlahir kembali di antara para deva yang disebut “mereka yang menyenangkan.” [267]


Catatan Kaki
  1. Dihubungkan dengan 5:33, Mp mengidentifikasikan para dewata ini sebagai “para deva yang bersenang dalam penciptaan” (nimmānaratino devā). Mp menceritakan asal-mula sutta ini sebagai berikut: “Dikatakan bahwa para dewata itu, setelah memeriksa keagungan mereka sendiri, bertanya kepada mereka sendiri: ‘Bagaimanakah kami memperoleh keagungan ini?’ Dengan merefleksikan, mereka melihat Anuruddha dan mengetahui: ‘Di masa lampau, ketika ia adalah seorang raja pemutar-roda, kami adalah para selirnya. Kami menerima bimbingan darinya dan dengan demikian kami memperoleh keagungan ini. Marilah kita pergi. Kita akan membawa sesepuh itu dan [bersama-sama] kita akan menikmati (anubhavissāma) keagungan ini.’ Demikianlah pada hari itu mereka mendatangi Anuruddha.” ↩︎

  2. Suppaṭipatāḷitassa. Paṭipatāḷita tidak tercantum dalam PED, tetapi SED sv prati > pratitāla, dijelaskan sebagai “dalam musik, sejenis birama.” Mp (Ce) mengemas suppaṭipatālitassa sebagai pamāṇena ṭhitabhāvajānanatthaṃ suṭṭhu paṭipatāḷitassa, yang saya terjemahkan: “terkoordinasi baik untuk tujuan mempertahankan birama tertentu.” ↩︎

  3. Tā devatā’na khvayyo anuruddho sādiyatī’ ti tatth’ev’antaradhāyiṃsu. Mp: “[Para dewata itu berpikir:] ‘Guru Anuruddha tidak menikmati tarian dan nyanyian kita. Ia memejamkan matanya dan menolak melihat kita. Mengapa kita harus menari dan menyanyi?’ Kemudian mereka lenyap dari sana.” ↩︎

  4. Lima hal pertama di sini secara substantif identik dengan apa yang disebutkan pada 5:33, kecuali untuk perubahan tata bahasa yang diperlukan untuk menyesuaikan dengan konteks. ↩︎

  5. Bersama dengan Ee saya membaca rajataṃ vā jātarūpaṃ vā, seperti pada 5:33. Baik Ce maupun Be tidak memasukkan rajataṃ di sini tetapi seluruh tiga edisi memasukkannya pada 8:49 persis di bawah. ↩︎

  6. Bersama dengan Be dan Ee (dan Ce pada 5:33) saya membaca sabbakāmaharaṃ, bukan seperti Ce sabbakāmadaṃ di sini. ↩︎

  7. Seluruh tiga edisi di sini membaca issāvādena. Secara berlawanan, pada 5:33 ketiganya membaca frasa ini secara berbeda. Baca Jilid 3 p.473, catatan 37. ↩︎