easter-japanese

“Para bhikkhu, ada delapan jenis kelahiran kembali karena memberi. Apakah delapan ini?

(1) “Di sini, seseorang memberikan pemberian kepada seorang petapa atau seorang brahmana: makanan dan minuman; pakaian dan kendaraan; kalung bunga, wewangian, dan salep; tempat tidur, tempat tinggal, dan cahaya. Apapun yang ia berikan, ia mengharapkan sesuatu sebagai balasan. Ia melihat para khattiya kaya, para brahmana kaya, atau para perumah tangga kaya memiliki dan menikmati kelima objek kenikmatan indria. Ia berpikir: ‘Oh, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, semoga aku terlahir kembali dalam kumpulan para khattiya kaya, para brahmana kaya, atau para perumah tangga kaya!’ Ia mengarahkan pikirannya pada hal ini, memusatkan pikirannya pada hal ini, dan mengembangkan kondisi pikiran ini. Aspirasinya itu,1 yang ditekadkan pada apa yang rendah,2 tidak dikembangkan lebih tinggi, mengarah pada kelahiran kembali di sana. Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali dalam kumpulan para khattiya kaya, para brahmana kaya, atau para perumah tangga kaya – dan itu adalah untuk seorang yang bermoral, Aku katakan, bukan untuk seorang yang tidak bermoral. Harapan dari seorang yang bermoral terpenuhi karena kemurniannya.

(2) “Seseorang lainnya memberikan pemberian kepada seorang petapa atau seorang brahmana: makanan dan minuman … dan cahaya. Apapun yang ia berikan, ia mengharapkan sesuatu sebagai balasan. Ia telah mendengar; ‘Para deva [yang dipimpin oleh] empat raja dewa [240] berumur panjang, rupawan, dan berkelimpahan kebahagiaan.’ Ia berpikir: ‘Oh, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, semoga aku terlahir kembali dalam kumpulan para deva [yang dipimpin oleh] empat raja dewa!’ Ia mengarahkan pikirannya pada hal ini, memusatkan pikirannya pada hal ini, dan mengembangkan kondisi pikiran ini. Aspirasinya itu, yang ditekadkan pada apa yang rendah, tidak dikembangkan lebih tinggi, mengarah pada kelahiran kembali di sana. Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali dalam kumpulan para deva [yang dipimpin oleh] empat raja dewa – dan itu adalah untuk seorang yang bermoral, Aku katakan, bukan untuk seorang yang tidak bermoral. Harapan dari seorang yang bermoral terpenuhi karena kemurniannya.

(3) – (7) “Seseorang lainnya memberikan pemberian kepada seorang petapa atau seorang brahmana: makanan dan minuman … dan cahaya. Apapun yang ia berikan, ia mengharapkan sesuatu sebagai balasan. Ia telah mendengar; ‘Para deva Tāvatiṃsa … para deva Yāma … para deva Tusita … para deva yang bersenang dalam penciptaan … para deva yang mengendalikan apa yang diciptakan oleh para deva lain berumur panjang, rupawan, dan berkelimpahan kebahagiaan.’ Ia berpikir: ‘Oh, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, semoga aku terlahir kembali dalam kumpulan para deva yang mengendalikan apa yang diciptakan oleh para deva lain!’ Ia mengarahkan pikirannya pada hal ini, memusatkan pikirannya pada hal ini, dan mengembangkan kondisi pikiran ini. Aspirasinya itu, yang ditekadkan pada apa yang rendah, tidak dikembangkan lebih tinggi, mengarah pada kelahiran kembali di sana. Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali dalam kumpulan para deva yang mengendalikan apa yang diciptakan oleh para deva lain – dan itu adalah untuk seorang yang bermoral, Aku katakan, bukan untuk seorang yang tidak bermoral. Harapan dari seorang yang bermoral terpenuhi karena kemurniannya.

(8) “Seseorang lainnya memberikan pemberian kepada seorang petapa atau seorang brahmana: makanan dan minuman … dan cahaya. Apapun yang ia berikan, ia mengharapkan sesuatu sebagai balasan. Ia telah mendengar: ‘Para deva kumpulan Brahmā [241] berumur panjang, rupawan, dan berkelimpahan kebahagiaan.’ Ia berpikir: ‘Oh, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, semoga aku terlahir kembali dalam kumpulan para deva kumpulan Brahmā!’ Ia mengarahkan pikirannya pada hal ini, memusatkan pikirannya pada hal ini, dan mengembangkan kondisi pikiran ini. Aspirasinya itu, yang ditekadkan pada apa yang rendah, tidak dikembangkan lebih tinggi, mengarah pada kelahiran kembali di sana. Dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali dalam kumpulan para deva kumpulan Brahmā – dan itu adalah untuk seorang yang bermoral, Aku katakan, bukan untuk seorang yang tidak bermoral; untuk seorang yang tanpa nafsu, bukan untuk seorang yang bernafsu.3 Harapan dari seorang yang bermoral terpenuhi karena kemurniannya.

“Ini, para bhikkhu, adalah kedelapan jenis kelahiran kembali karena memberi itu.”


Catatan Kaki
  1. Teks menuliskan tassa taṃ cittaṃ, tetapi “aspirasi” di sini lebih baik daripada “pikiran” untuk cittaṃ↩︎

  2. Bersama dengan Ee saya membaca hīne ‘dhimuttaṃ (= hīne adhimuttaṃ), sama seperti edisi Siam. Ce dan Ee menuliskan hīne vimuttaṃ, yang merupakan tulisan pada Mp. Mp-ṭ mengemas: “Terbebaskan pada adalah ditekadkan pada, yang berarti ‘mengarah pada, miring ke arah, condong pada’” (vimuttan ti adhimuttaṃ, ninnaṃ ponaṃ pabbhāranti attho). Mp: “Yang rendah (hīna) adalah kelima objek kenikmatan indria.” ↩︎

  3. Vītarāgassa, no sarāgassa. Ini ditambahkan karena kelahiran kembali di alam brahmā memerlukan lebih dari sekedar praktik kedermawanan. Melainkan juga harus didukung oleh pencapaian jhāna-jhāna, yang muncul melalui meluruhnya ketagihan pada kenikmatan-kenikmatan indria. ↩︎