easter-japanese

“Para bhikkhu, ada delapan pemberian ini.1 Apakah delapan ini? (1) Setelah menghina [si penerima], seseorang memberikan suatu pemberian.2 (2) Seseorang memberikan suatu pemberian karena takut. (3) Seseorang memberikan suatu pemberian, [dengan berpikir]: ‘Ia memberi padaku.’ (4) Seseorang memberikan suatu pemberian, [dengan berpikir]: ‘Ia akan memberi padaku.’ (5) Seseorang memberikan suatu pemberian, [dengan berpikir]: ‘Memberi adalah baik.’ (6) Seseorang memberikan suatu pemberian, [dengan berpikir]: ‘Aku memasak; orang-orang ini tidak memasak. Tidaklah benar jika aku yang memasak tidak memberikan kepada mereka yang tidak memasak.’ (7) Seseorang memberikan suatu pemberian, [dengan berpikir]: ‘Karena aku telah memberikan pemberian ini, maka aku akan memperoleh reputasi baik.’ (8) Seseorang memberikan suatu pemberian dengan tujuan untuk menghias pikirannya, melengkapi pikirannya.”3


Catatan Kaki
  1. Motif untuk memberi yang ke lima, enam, dan delapan juga terdapat pada 7:52. ↩︎

  2. Āsajja dānaṃ deti. Mp: “Seseorang memberikan pemberian ketika seseorang datang. Setelah melihat seseorang telah datang, ia segera mempersilakannya duduk, memberi hormat kepadanya, dan memberikan suatu pemberian kepadanya. Ia berpikir, ‘Aku akan memberi,’ tetapi tidak menyusahkannya.” Penjelasan ini menganggap āsajja sebagai bentuk absolutif dari āsīdati, dikemas oleh Mp sebagai nisīdāpetvā, “setelah mempersilakannya duduk.” Akan tetapi, dalam Nikāya-nikāya, āsajja tampaknya tidak pernah bermakna ini melainkan selalu bermakna “setelah menghina, setelah menyinggung, setelah mengganggu.” Karena jenis pemberian ini muncul pertama dalam daftar yang jelas bertingkat, maka makna yang umum dari āsajja lebih sesuai. ↩︎

  3. Seluruh tiga edisi menuliskan cittālaṅkāracittaparikkhāratthaṃ dānaṃ deti. Baca 7:52, di mana Ce menuliskan cittālaṅkāraṃ cittaparikkhāranti dānaṃ deti. Mp: “Untuk tujuan menghias dan melengkapi pikirannya dengan ketenangan dan pandangan terang.” ↩︎