easter-japanese

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Vesālī di aula beratap lancip di Hutan Besar. Pada saat itu, sejumlah Licchavi terkenal telah berkumpul di aula pertemuan dan sedang duduk bersama membicarakan berbagai hal memuji Sang Buddha, Dhamma, dan Saṅgha. [180] Pada saat itu Jenderal Sīha, seorang siswa Nigaṇṭha, sedang duduk dalam pertemuan itu. Kemudian ia berpikir: “Tidak diragukan, Beliau pasti seorang Bhagavā, seorang Arahant, seorang Yang Tercerahkan Sempurna. Karena sejumlah Licchavi terkenal telah berkumpul di aula pertemuan dan sedang duduk bersama membicarakan berbagai hal memuji Sang Buddha, Dhamma, dan Saṅgha. Biarlah Aku pergi menemui Sang Bhagavā, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna itu.”

Kemudian Sīha mendatangi Nigaṇṭha Nātaputta dan berkata kepadanya: “Bhante, aku ingin pergi menemui Petapa Gotama.”

“Karena engkau adalah seorang penganut perbuatan-perbuatan, Sīha, mengapa menemui Petapa Gotama, seorang penganut tidak-berbuat? Karena Petapa Gotama adalah seorang penganut tidak-berbuat yang mengajarkan Dhamma demi tidak-berbuat dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya.”1

Demikianlah tekad Sīha untuk menemui Sang Bhagavā mereda.

Untuk ke dua kalinya sejumlah Licchavi terkenal berkumpul di aula pertemuan dan sedang duduk bersama membicarakan berbagai hal memuji Sang Buddha, Dhamma, dan Saṅgha … [Semuanya sama seperti di atas, kecuali di sini dikatakan “untuk ke dua kalinya.”] [181] … Untuk ke dua kalinya, tekad Sīha untuk menemui Sang Bhagavā mereda.

Untuk ke tiga kalinya, sejumlah Licchavi terkenal telah berkumpul di aula pertemuan dan sedang duduk bersama membicarakan berbagai hal memuji Sang Buddha, Dhamma, dan Saṅgha. Kemudian Sīha berpikir: “Tidak diragukan, Beliau pasti seorang Bhagavā, seorang Arahant, seorang Yang Tercerahkan Sempurna. Karena sejumlah Licchavi terkenal telah berkumpul di aula pertemuan dan sedang duduk bersama membicarakan berbagai hal memuji Sang Buddha, Dhamma, dan Saṅgha. Apakah yang dapat dilakukan para Nigaṇṭha padaku apakah aku mendapatkan izin dari mereka atau tidak? Tanpa meminta izin dari para Nigaṇṭha terlebih dulu, biarlah aku pergi menemui Sang Bhagavā, Sang Arahant, Yang Tercerahkan Sempurna itu.”2

Kemudian, bersama dengan lima ratus kereta, Jenderal Sīha pergi dari Vesālī di tengah hari untuk menemui Sang Bhagavā. Ia mengendarai kereta sejauh jalan yang dapat dilalui kereta, dan kemudian ia turun dari kereta dan memasuki halaman vihara dengan berjalan kaki. Ia mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata kepada Beliau:

“Aku telah mendengar, Bhante: ‘Petapa Gotama adalah seorang penganut tidak-berbuat [182] yang mengajarkan Dhamma demi tidak-berbuat dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya.’ Apakah mereka yang berkata demikian mengatakan apa yang telah dikatakan oleh Sang Bhagavā dan tidak salah menafsirkan Beliau dengan apa yang berlawanan dengan fakta? Apakah mereka menjelaskan sesuai Dhamma sehingga mereka tidak menimbulkan kritikan yang logis atau dasar bagi celaan?3 Karena kami tidak ingin salah menafsirkan Sang Bhagavā.”

(1) “Ada, Sīha, satu cara yang dengannya seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang penganut tidak-berbuat yang mengajarkan DhammaNya demi tidak-berbuat dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya.’4

(2) “Ada satu cara yang dengannya seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang penganut perbuatan-perbuatan yang mengajarkan DhammaNya demi perbuatan-perbuatan dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya.’

(3) “Ada satu cara yang dengannya seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang penganut pemusnahan yang mengajarkan DhammaNya demi pemusnahan dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya.’

(4) “Ada satu cara yang dengannya seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang penolak yang mengajarkan DhammaNya demi penolakan dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya.’

(5) “Ada satu cara yang dengannya seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang pembasmi yang mengajarkan DhammaNya demi pembasmian dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya.’

(6) “Ada satu cara yang dengannya seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang penyiksa yang mengajarkan DhammaNya demi siksaan dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya.’

(7) “Ada satu cara yang dengannya seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang yang sedang pensiun yang mengajarkan DhammaNya demi pensiun dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya.’

(8) “Ada satu cara yang dengannya seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang penghibur5 yang mengajarkan DhammaNya demi penghiburan dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya.’

(1) “Dan dengan cara bagaimanakah, Sīha, seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang penganut tidak-berbuat [183] yang mengajarkan DhammaNya demi tidak-berbuat dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya’? Karena Aku mengajarkan tidak berbuat perbuatan-perbuatan buruk melalui jasmani, ucapan, dan pikiran; Aku mengajarkan tidak berbuat berbagai jenis perbuatan buruk yang tidak bermanfaat. Adalah dengan cara ini seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang penganut tidak-berbuat yang mengajarkan DhammaNya demi tidak-berbuat dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya.’

(2) “Dan dengan cara bagaimanakah seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang penganut perbuatan-perbuatan yang mengajarkan DhammaNya demi perbuatan-perbuatan dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya’? Karena Aku mengajarkan perbuatan-perbuatan baik melalui jasmani, ucapan, dan pikiran; Aku mengajarkan untuk berbuat berbagai jenis perbuatan baik yang bermanfaat. Adalah dengan cara ini seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang penganut perbuatan-perbuatan yang mengajarkan DhammaNya demi perbuatan-perbuatan dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya.’

(3) “Dan dengan cara bagaimanakah seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang penganut pemusnahan yang mengajarkan DhammaNya demi pemusnahan dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya’? Karena Aku mengajarkan pemusnahan nafsu, kebencian, dan delusi; Aku mengajarkan pemusnahan berbagai jenis kualitas buruk yang tidak bermanfaat. Adalah dengan cara ini seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang penganut pemusnahan yang mengajarkan DhammaNya demi pemusnahan dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya.’

(4) “Dan dengan cara bagaimanakah seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang penolak yang mengajarkan DhammaNya demi penolakan dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya’? Karena Aku menolak perbuatan buruk melalui jasmani, ucapan, dan pikiran; Aku menolak perolehan berbagai jenis kualitas buruk yang tidak bermanfaat. Adalah dengan cara ini seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang penolak yang mengajarkan DhammaNya demi penolakan dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya.’

(5) “Dan dengan cara bagaimanakah seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Guru Gotama adalah seorang pembasmi yang mengajarkan DhammaNya demi pembasmian dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya’? Karena Aku mengajarkan Dhamma untuk membasmi nafsu, kebencian, dan delusi; [184] Aku mengajarkan Dhamma untuk membasmi berbagai jenis kualitas buruk yang tidak bermanfaat. Adalah dengan cara ini seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang pembasmi yang mengajarkan DhammaNya demi pembasmian dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya’

(6) “Dan dengan cara bagaimanakah seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Guru Gotama adalah seorang penyiksa yang mengajarkan DhammaNya demi siksaan dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya’? Karena Aku mengajarkan bahwa kualitas-kualitas buruk yang tidak bermanfaat – perbuatan buruk melalui jasmani, ucapan, dan pikiran – harus dibakar habis. Aku mengatakan bahwa seseorang adalah penyiksa ketika ia telah meninggalkan kualitas-kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang harus dibakar; ketika ia telah memotongnya di akar, membuatnya seperti tunggul pohon palem, melenyapkannya sehingga tidak muncul lagi di masa depan. Sang Tathāgata telah meninggalkan kualitas-kualitas buruk yang tidak bermanfaat yang harus dibakar habis; Beliau telah memotongnya di akar, membuatnya seperti tunggul pohon palem, melenyapkannya sehingga tidak muncul lagi di masa depan. Adalah dengan cara ini seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang penyiksa yang mengajarkan DhammaNya demi siksaan dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya.’

(7) “Dan dengan cara bagaimanakah seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang yang sedang pensiun yang mengajarkan DhammaNya demi pensiun dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya’? Karena Aku mengatakan bahwa seseorang pensiun ketika ia telah meninggalkan produksi penjelmaan baru, tempat tidur rahim di masa depan; ketika ia telah memotongnya di akar, membuatnya seperti tunggul pohon palem, melenyapkannya sehingga tidak muncul lagi di masa depan. Sang Tathāgata telah meninggalkan produksi penjelmaan baru, tempat tidur rahim di masa depan; Beliau telah memotongnya di akar, membuatnya seperti tunggul pohon palem, melenyapkannya sehingga tidak muncul lagi di masa depan. Adalah dengan cara ini seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang yang sedang pensiun yang mengajarkan DhammaNya demi pensiun dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya.’

(8) “Dan dengan cara bagaimanakah seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang penghibur yang mengajarkan DhammaNya demi penghiburan dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya’? karena Aku [185] adalah seorang penghibur dengan penghiburan tertinggi; Aku mengajarkan Dhamma demi penghiburan dan dengan itu Aku membimbing para siswaKu. Adalah dengan cara ini seseorang dapat dengan benar mengatakan tentang Aku: ‘Petapa Gotama adalah seorang penghibur yang mengajarkan DhammaNya demi penghiburan dan dengan itu Beliau mengajar para siswaNya’”6

Ketika hal ini dikatakan, Jenderal Sīha berkata kepada Sang Bhagavā: “Bagus sekali, Bhante! Bagus sekali, Bhante! … Sudilah Sang Bhagavā menerimaku sebagai seorang umat awam yang telah menerima perlindungan sejak hari ini hingga seumur hidup.”

“Selidikilah, Sīha! Baik sekali bagi seorang terkenal sepertimu untuk melakukan penyelidikan.”7

“Bhante, aku bahkan menjadi lebih puas dan gembira karena Bhante memberitahuku: ‘Selidikilah, Sīha! Baik sekali bagi seorang terkenal sepertimu untuk melakukan penyelidikan.’ Karena jika para anggota sekte lain mendapatkan aku sebagai siswa mereka, maka mereka akan membawa spanduk ke seluruh Vesālī mengumumkan: ‘Jenderal Sīha telah menjadi siswa kami.’ Tetapi sebaliknya Sang Bhagavā memberitahuku: ‘Selidikilah, Sīha! Baik sekali bagi seorang terkenal sepertimu untuk melakukan penyelidikan.’ Untuk ke dua kalinya, Bhante, Aku berlindung kepada Sang Bhagavā, kepada Dhamma, dan kepada Saṅgha para bhikkhu. Sudilah Sang Bhagavā menerimaku sebagai seorang umat awam yang telah menerima perlindungan sejak hari ini hingga seumur hidup.”

“Sīha, keluargamu sejak lama telah menjadi penyokong para Nigaṇṭha; karena itu engkau harus mempertimbangkan untuk tetap melanjutkan memberi dana kepada mereka ketika mereka mendatangimu.”

“Bhante, aku bahkan menjadi lebih puas dan gembira karena Bhante memberitahuku: ‘Sīha, keluargamu sejak lama telah menjadi penyokong para Nigaṇṭha; karena itu engkau harus mempertimbangkan untuk tetap melanjutkan memberi dana kepada mereka ketika mereka mendatangimu.’ Karena aku telah mendengar: ‘Petapa Gotama mengatakan sebagai berikut: [186] “Dana harus diberikan hanya kepadaKu, bukan kepada orang lain; dana harus diberikan hanya kepada para siswaKu, bukan kepada para siswa orang lain. Hanya apa yang diberikan kepadaKu yang sangat berbuah, bukan apa yang diberikan kepada orang lain; hanya apa yang diberikan kepada para siswaKu yang sangat berbuah, bukan apa yang diberikan kepada para siswa orang lain.”’8 Namun Sang Bhagavā mendorongku untuk memberi kepada para Nigaṇṭha juga. Kami akan mengetahui waktu yang tepat untuk ini. Maka untuk ke tiga kalinya, Bhante, Aku berlindung kepada Sang Bhagavā, kepada Dhamma, dan kepada Saṅgha para bhikkhu. Sudilah Sang Bhagavā menerimaku sebagai seorang umat awam yang telah menerima perlindungan sejak hari ini hingga seumur hidup.”

Kemudian Sang Bhagavā membabarkan khotbah bertingkat kepada Jenderal Sīha, yaitu, khotbah tentang berdana, perilaku bermoral, dan alam surga; Beliau mengungkapkan bahaya, keburukan, dan kekotoran dari kenikmatan indria dan manfaat dari pelepasan keduniawian. Ketika Sang Bhagavā mengetahui bahwa pikiran Sīha telah lentur, lunak, bebas dari rintangan, terbangkitkan, dan percaya, maka Beliau mengungkapkan ajaran Dhamma yang khas para Buddha: penderitaan, asal-mulanya, lenyapnya, dan sang jalan. Kemudian, bagaikan sehelai kain bersih yang bebas dari noda-noda gelap akan dengan mudah menerima warna celupan, demikian pula, selagi Jenderal Sīha duduk di tempat duduk yang sama itu, muncullah padanya mata-Dhamma yang bebas dari debu dan tanpa noda: ‘Segala sesuatu yang tunduk pada kemunculan juga tunduk pada pelenyapan.’ Jenderal Sīha menjadi seorang yang telah melihat Dhamma, mencapai Dhamma, memahami Dhamma, mengukur Dhamma, menyeberangi keragu-raguan, bebas dari kebingungan, mencapai kepercayaan-diri, dan menjadi tidak bergantung pada yang lain dalam ajaran Sang Guru. Kemudian ia berkata kepada Sang Bhagavā:

“Bhante, sudilah Sang Bhagavā [187] bersama dengan Saṅgha para bhikkhu menerima dana makanan dariku besok.”

Sang Bhagavā menerima dengan berdiam diri. Setelah memahami bahwa Sang Bhagavā telah menerima, Sīha bangkit dari duduknya, bersujud kepada Sang Bhagavā, mengelilingi Beliau dengan sisi kanannya menghadap Beliau, dan pergi. Kemudian Sīha berkata kepada seseorang: “Pergilah, engkau, temukan daging yang siap untuk dijual.”

Kemudian, ketika malam telah berlalu, Jenderal Sīha mempersiapkan berbagai jenis makanan baik di kediamannya, setelah itu ia memberitahukan waktunya kepada Sang Bhagavā: “Sudah waktunya, Bhante, makanan telah siap.”

Kemudian, pada pagi harinya, Sang Bhagavā merapikan jubah, membawa mangkuk dan jubahNya, pergi ke kediaman Sīha bersama dengan Saṅgha para bhikkhu, dan duduk di tempat yang dipersiapkan untuk Beliau. Pada saat itu sejumlah Nigaṇṭha [pergi] dari jalan ke jalan dan dari lapangan ke lapangan di Vesālī, mengibaskan lengan mereka dan berseru: “Hari ini Jenderal Sīha telah menyembelih seekor binatang gemuk untuk mempersiapkan makanan bagi Petapa Gotama! Petapa Gotama dengan sadar menggunakan makanan [yang diperoleh dari seekor binatang yang dibunuh] khusus untukNya, tindakan yang dilakukan karena Beliau.”

Kemudian seseorang mendatangi Jenderal Sīha dan membisikkan ke telinganya: “Tuan, engkau harus tahu bahwa sejumlah Nigaṇṭha [pergi] dari jalan ke jalan dan dari lapangan ke lapangan di Vesālī, mengibaskan lengan mereka dan berseru: ‘Hari ini Jenderal Sīha telah menyembelih seekor binatang gemuk untuk mempersiapkan makanan bagi Petapa Gotama! Petapa Gotama dengan sadar menggunakan makanan [yang diperoleh dari seekor binatang yang dibunuh] khusus untukNya, [188] tindakan yang dilakukan karena Beliau.’”

“Cukup, teman. Sejak lama para mulia itu ingin mencemarkan reputasi Sang Buddha, Dhamma, dan Saṅgha. Mereka tidak akan pernah berhenti9 secara keliru menafsirkan Sang Bhagavā dengan apa yang tidak benar, tanpa dasar, yang salah, dan berlawanan dengan fakta, dan kami tidak akan pernah dengan sengaja membunuh makhluk hidup, bahkan demi hidup kami.”10

Kemudian, dengan kedua tangannya, Jenderal Sīha melayani Saṅgha para bhikkhu yang dipimpin oleh Sang Buddha dengan berbagai jenis makanan baik. Kemudian, ketika Sang Bhagavā telah selesai makan dan telah menyingkirkan mangkuknya, Sīha duduk di satu sisi. Kemudian Sang Bhagavā mengajarkan, mendorong, menginspirasi, dan menggembirakan Sīha dengan khotbah Dhamma, setelah itu Beliau bangkit dari duduknya dan pergi.


Catatan Kaki
  1. Agak aneh bahwa Mahāvīra (Nigaṇṭha Nātaputta) digambarkan membuat pernyataan demikian. Kaum Jain pasti sudah mengetahui bahwa Sang Buddha juga mengajarkan doktrin kamma, walaupun berbeda dengan doktrin mereka. Mp mengatakan bahwa Nātaputta sangat tidak senang atas permohonan Sīha dan berniat untuk mencegahnya pergi. Kata-katanya “menghancurkan kegembiraan yang telah muncul dalam diri Sīha, seolah-olah dengan tongkat kayu memukul seekor sapi yang sedang berkeliaran, memadamkan pelita yang menyala, atau membalikkan mangkuk berisi makanan.” ↩︎

  2. Bersama dengan Be dan Ee saya membaca: yannūnāhaṃ anapaloketvā va nigaṇṭhe, bukan seperti Ce yannūnāhaṃ anapalokitā va nigaṇṭhe. Dalam kalimat sebelumnya, dengan nigaṇṭhā sebagai subjek, bentuk pasif apalokitā vā anapalokitā vā cocok sebagai nominatif sesuai dengan subjek. Dalam kalimat ini, di mana subjeknya adalah ahaṃ, bentuk absolutif yang menyiratkan tindakan Sīha lebih disukai. ↩︎

  3. Baca Jilid 1 p.531, catatan 416. ↩︎

  4. Dalam 8:11 tuduhan §§1, 3-7 diarahkan pada Sang Buddha. ↩︎

  5. Ce dan Be menuliskan assāsako; Ee membaca assattho, yang berarti “terhibur.” Saya tidak yakin bagaimana hal ini dimaksudkan sebagai kritikan. ↩︎

  6. Mp: “Penghiburan tertinggi (paramena assāsena): empat jalan dan empat buah.” ↩︎

  7. Bagian berikutnya di sini, hingga “menjadi tidak bergantung pada yang lain dalam ajaran Sang Guru,” sangat mirip dengan pengalaman Upāli dalam MN 56.16-18, I 379,2–380,10. ↩︎

  8. Tuduhan ini juga disebutkan pada 3:57↩︎

  9. Ce dan Ee jīranti; Be jiridanti. Mp: “Mereka tidak membatasi fitnahan mereka (abbhakkhānassa antaṃ na gacchanti). Atau, kata jiridanti ini berarti malu (lajjanatthe). Artinya adalah bahwa mereka tidak malu (na lajjanti).” ↩︎

  10. Baca Jīvaka Sutta (MN 55) untuk posisi Sang Buddha atas makan-daging. Agak mengherankan, bahkan nyaris tidak jujur, bahwa teks Buddhis menggambarkan kaum Jain mengkritik Sang Buddha karena memakan daging dari binatang yang dibunuh khusus untuknya. Tuduhan ini berperan pada protes Buddhis bahwa Sang Buddha sedang difitnah dan pembelaan mereka bahwa Beliau tidak akan pernah dengan sengaja menyebabkan makhluk hidup terbunuh untuk makananNya. Tetapi karena kaum Jain adalah praktisi vegetarian keras, maka kita dapat yakin bahwa mereka mengkritik Sang Buddha dan para siswaNya, bukan karena menyebabkan binatang terbunuh untuk makanan mereka, melainkan hanya karena makan daging. Tentang larangan makan daging oleh Jain, baca http://www.jainworld.com/jainbooks/guideline/28.htm ↩︎