easter-japanese

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Pada saat itu Brahmana Uggatasarīra telah melakukan persiapan untuk suatu pengorbanan besar. Lima ratus sapi jantan telah digiring ke tiang1 pengorbanan. Lima ratus kerbau … Lima ratus sapi muda … Lima ratus kambing … Lima ratus domba telah digiring ke tiang pengorbanan.

Kemudian Brahmana Uggatasarīra mendatangi Sang Bhagavā dan saling bertukar sapa dengan Beliau. Ketika mereka telah mengakhiri ramah-tamah itu, ia duduk di satu sisi dan berkata kepada Sang Bhagavā:

“Aku telah mendengar, Guru Gotama, bahwa mengobarkan api pengorbanan dan mendirikan tiang pengorbanan adalah berbuah dan bermanfaat besar.”

“Aku juga, Brahmana, telah mendengar hal ini.”

Untuk ke dua kalinya … Untuk ke tiga kalinya Brahmana Uggatasarīra berkata kepada Sang Bhagavā sebagai berikut: “Aku telah mendengar, Guru Gotama, bahwa mengobarkan api pengorbanan dan mendirikan tiang pengorbanan adalah berbuah dan bermanfaat besar.”

“Aku juga, Brahmana, telah mendengar hal ini.”

“Kalau begitu [42] Guru Gotama dan aku sepenuhnya sepakat.”

Ketika hal ini dikatakan, Yang Mulia Ānanda berkata kepada Brahmana Uggatasarīra: “Brahmana, para Tathāgata seharusnya tidak ditanya sebagai berikut: ‘Aku telah mendengar, Guru Gotama, bahwa mengobarkan api pengorbanan dan mendirikan tiang pengorbanan adalah berbuah dan bermanfaat besar.’ Para Tathāgata seharusnya ditanya: ‘Bhante, aku ingin mengobarkan api pengorbanan dan mendirikan tiang pengorbanan. Sudilah Sang Bhagavā menasihatiku dan mengajariku sedemikian sehingga dapat mengarahkan aku pada kesejahteraanku dan kebahagiaanku untuk waktu yang lama.’”

Kemudian Brahmana Uggatasarīra berkata kepada Sang Bhagavā: “Guru Gotama, aku ingin mengobarkan api pengorbanan dan mendirikan tiang pengorbanan. Sudilah Guru Gotama menasihatiku dan mengajariku sedemikian sehingga dapat mengarahkan aku pada kesejahteraanku dan kebahagiaanku untuk waktu yang lama.”

“Brahmana, seseorang yang mengobarkan api pengorbanan dan mendirikan tiang pengorbanan, bahkan sebelum pengorbanan, telah mengacungkan tiga pisau yang tidak bermanfaat dan memiliki penderitaan sebagai hasil dan akibatnya. Apakah tiga ini? Pisau jasmani, pisau ucapan, dan pisau pikiran.

“Brahmana, seseorang yang mengobarkan api pengorbanan dan mendirikan tiang pengorbanan, bahkan sebelum pengorbanan, membangkitkan pemikiran sebagai berikut: ‘Mari menyembelih sapi sebanyak ini dalam pengorbanan! Mari menyembelih kerbau sebanyak ini … sapi-sapi muda sebanyak ini … kambing sebanyak ini … menyembelih domba sebanyak ini dalam pengorbanan!’ Walaupun ia [berpikir], ‘Biarlah aku melakukan kebaikan,’ namun ia melakukan kejahatan. Walaupun ia [berpikir], ‘Biarlah aku melakukan apa yang bermanfaat,’ namun ia melakukan apa yang tidak bermanfaat. Walaupun ia [berpikir], ‘Biarlah aku mengejar jalan menuju kelahiran kembali yang baik,’ namun ia mengejar jalan menuju kelahiran kembali yang buruk. Seseorang yang mengobarkan api pengorbanan dan [43] mendirikan tiang pengorbanan, bahkan sebelum pengorbanan, telah mengacungkan pisau pertama ini, pisau pikiran, yang tidak bermanfaat dan memiliki penderitaan sebagai hasil dan akibatnya.

“Kemudian, Brahmana, seseorang yang mengobarkan api pengorbanan dan mendirikan tiang pengorbanan, bahkan sebelum pengorbanan, telah mengucapkan ucapan sebagai berikut: ‘Mari menyembelih sapi sebanyak ini dalam pengorbanan! kerbau sebanyak ini … sapi-sapi muda sebanyak ini … kambing sebanyak ini … menyembelih domba sebanyak ini dalam pengorbanan!’ Walaupun ia [berpikir], ‘Biarlah aku melakukan kebaikan,’ namun ia melakukan kejahatan. Walaupun ia [berpikir], ‘Biarlah aku melakukan apa yang bermanfaat,’ namun ia melakukan apa yang tidak bermanfaat. Walaupun ia [berpikir], ‘Biarlah aku mengejar jalan menuju kelahiran kembali yang baik,’ namun ia mengejar jalan menuju kelahiran kembali yang buruk. Seseorang yang mengobarkan api pengorbanan dan mendirikan tiang pengorbanan, bahkan sebelum pengorbanan, telah mengacungkan pisau ke dua ini, pisau ucapan, yang tidak bermanfaat dan memiliki penderitaan sebagai hasil dan akibatnya.

“Kemudian, Brahmana, seseorang yang mengobarkan api pengorbanan dan mendirikan tiang pengorbanan, bahkan sebelum pengorbanan, pertama-tama melakukan persiapan untuk menyembelih sapi-sapi dalam pengorbanan. Ia pertama-tama melakukan persiapan untuk menyembelih kerbau-kerbau dalam pengorbanan … untuk menyembelih sapi-sapi muda dalam pengorbanan … untuk menyembelih kambing-kambing dalam pengorbanan … untuk menyembelih domba-domba dalam pengorbanan. Walaupun ia [berpikir], ‘Biarlah aku melakukan kebaikan,’ namun ia melakukan kejahatan. Walaupun ia [berpikir], ‘Biarlah aku melakukan apa yang bermanfaat,’ namun ia melakukan apa yang tidak bermanfaat. Walaupun ia [berpikir], ‘Biarlah aku mengejar jalan menuju kelahiran kembali yang baik,’ namun ia mengejar jalan menuju kelahiran kembali yang buruk. Seseorang yang mengobarkan api pengorbanan dan mendirikan tiang pengorbanan, bahkan sebelum pengorbanan, telah mengacungkan pisau ke tiga ini, pisau jasmani, yang tidak bermanfaat dan memiliki penderitaan sebagai hasil dan akibatnya.

“Brahmana, Seseorang yang mengobarkan api pengorbanan dan mendirikan tiang pengorbanan, bahkan sebelum pengorbanan, telah mengacungkan ketiga pisau ini yang tidak bermanfaat dan memiliki penderitaan sebagai hasil dan akibatnya.

(1) – (3) “Ada, Brahmana, tiga api ini yang harus ditinggalkan dan dihindari dan seharusnya tidak dilatih. Apakah tiga ini? [44] Api nafsu, api kebencian, dan api delusi.

(1) “Dan mengapakah api nafsu harus ditinggalkan dan dihindari dan tidak dilatih? Seseorang yang tergerak oleh nafsu, dikendalikan oleh nafsu, dengan pikiran dikuasai oleh nafsu, melakukan perbuatan buruk melalui jasmani, ucapan, dan pikiran. Sebagai konsekuensinya, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali di alam sengsara, di alam tujuan yang buruk, di alam rendah, di neraka. Oleh karena itu api nafsu harus ditinggalkan dan dihindari dan seharusnya tidak dilatih.

(2) – (3) “Dan mengapakah api kebencian … api delusi harus ditinggalkan dan dihindari dan tidak dilatih? Seseorang yang terdelusi, dikendalikan oleh delusi, dengan pikiran dikuasai oleh delusi, melakukan perbuatan buruk melalui jasmani, ucapan, dan pikiran. Sebagai konsekuensinya, dengan hancurnya jasmani, setelah kematian, ia terlahir kembali di alam sengsara, di alam tujuan yang buruk, di alam rendah, di neraka. Oleh karena itu api delusi harus ditinggalkan dan dihindari dan seharusnya tidak dilatih.

“Ini adalah tiga api yang harus ditinggalkan dan dihindari dan seharusnya tidak dilatih.

(4) – (6) “Ada, Brahmana, tiga api ini yang harus dijaga dan dipelihara dengan baik dan dengan bahagia, setelah menghormati, menghargai, menjunjung, dan memuliakannya. Apakah tiga ini? [45] Api mereka yang layak menerima pemberian, api perumah tangga, dan api mereka yang layak menerima persembahan.

(4) “Dan apakah api mereka yang layak menerima pemberian? Ibu dan ayah seseorang disebut api mereka yang layak menerima pemberian. Karena alasan apakah? Karena adalah dari mereka maka seseorang berasal-mula dan terlahir.2 Oleh karena itu, api mereka yang layak menerima pemberian ini harus dijaga dan dipelihara dengan baik dan dengan bahagia, setelah menghormati, menghargai, menjunjung, dan memuliakannya.

(5) “Dan apakah api perumah tangga? Anak-anak, istri, para budak, para pelayan, dan para pekerja seseorang disebut api perumah tangga. Oleh karena itu, api perumah tangga ini harus dijaga dan dipelihara dengan baik dan dengan bahagia, setelah menghormati, menghargai, menjunjung, dan memuliakannya.

(6) “Dan apakah api mereka yang layak menerima persembahan? Para petapa dan brahmana yang menghindari kemabukan dan kelengahan, yang kokoh dalam kesabaran dan kelembutan, yang telah jinak, tenang, dan berlatih untuk mencapai nibbāna disebut api mereka yang layak menerima persembahan. Oleh karena itu, api mereka yang layak menerima persembahan ini harus dijaga dan dipelihara dengan baik dan dengan bahagia, setelah menghormati, menghargai, menjunjung, dan memuliakannya.

“Ini, Brahmana, adalah tiga api yang harus dijaga dan dipelihara dengan baik dan dengan bahagia, setelah menghormati, menghargai, menjunjung, dan memuliakannya.

(7) “Tetapi, Brahmana, kayu api ini kadang-kadang harus dinyalakan, kadang-kadang harus dilihat dengan keseimbangan, kadang-kadang harus dipadamkan, dan kadang-kadang harus disingkirkan.”

Ketika hal ini dikatakan, Brahmana Uggatasarīra berkata kepada Sang Bhagavā: “Bagus sekali, Guru Gotama! Bagus sekali, Guru Gotama! … [seperti pada 6:38] … Sudilah Guru Gotama menganggapku sebagai seorang umat awam yang telah berlindung sejak hari ini [46] hingga seumur hidup. Guru Gotama, Aku membebaskan kelima ratus sapi itu dan membiarkan mereka hidup. Aku membebaskan kelima ratus kerbau itu dan membiarkan mereka hidup. Aku membebaskan kelima ratus sapi muda itu dan membiarkan mereka hidup. Aku membebaskan kelima ratus kambing itu dan membiarkan mereka hidup. Aku membebaskan kelima ratus domba itu dan membiarkan mereka hidup. Biarlah mereka memakan rumput hijau, meminum air sejuk, dan menikmati angin sejuk.”


Catatan Kaki
  1. Mp mengatakan bahwa thūṇa adalah tiang pengorbanan itu sendiri: yūpasaṅkhātaṃ thūṇaṃ. ↩︎

  2. Ce dan Be atohayaṃ (Ee ato’yam), brāhmaṇa, āhuto sambhūto. Mp mengemas: atohayan ti ato hi mātāpitito ayaṃ āhuto ti āgato. Tampaknya ada permainan kata di sini antara āhuta sebagai mewakili ābhūta, “berasal-mula,” dan sebagai bentuk pasif ājuhati, “dipersembahkan, dikorbankan.” Baca DOP sv āhuta^1^ dan āhuta^2^. ↩︎