easter-japanese

Yang Mulia Ānanda mendatangi Yang Mulia Sāriputta dan saling bertukar sapa dengannya. Ketika mereka telah mengakhiri ramah tamah itu, ia duduk di satu sisi dan berkata kepada Yang Mulia Sāriputta:

“Teman Sāriputta, bagaimanakah agar seorang bhikkhu dapat mendengar ajaran yang belum pernah ia dengar sebelumnya, agar tidak melupakan ajaran-ajaran yang telah ia dengar, agar mengingat ajaran-ajaran yang telah akrab baginya,1 dan memahami apa yang belum ia pahami?”

“Yang Mulia Ānanda terpelajar. Sudilah engkau menjelaskan persoalan ini.”

“Maka dengarkanlah, teman Sāriputta, dan perhatikanlah. Aku akan berbicara.”

“Baik, teman,” Yang Mulia Sāriputta menjawab. Yang Mulia Ānanda berkata sebagai berikut:

“Di sini, teman Sāriputta, (1) seorang bhikkhu mempelajari Dhamma: khotbah-khotbah, campuran prosa dan syair, penjelasan-penjelasan, syair-syair, ucapan-ucapan inspiratif, kutipan-kutipan, kisah-kisah kelahiran, kisah-kisah menakjubkan, dan pertanyaan-dan-jawaban. (2) Ia mengajarkan Dhamma kepada orang lain secara terperinci seperti yang telah ia dengar dan ia pelajari. (3) Ia menyuruh orang lain agar mengulangi Dhamma secara terperinci seperti yang telah mereka dengar dan mereka pelajari. (4) Ia melafalkan Dhamma secara terperinci seperti yang telah ia dengar dan ia pelajari. (5) Ia mempertimbangkan, memeriksa, dan dalam pikiran menyelidiki Dhamma seperti yang telah ia dengar dan ia pelajari. (6) Ia memasuki musim hujan di suatu kediaman di mana menetap para bhikkhu senior yang terpelajar, pewaris pusaka, ahli dalam Dhamma, ahli dalam disiplin, ahli dalam kerangka. Dari waktu ke waktu ia mendatangi mereka dan bertanya: ‘Bagaimanakah ini, Bhante? Apakah makna dari hal ini?’ Para mulia itu kemudian mengungkapkan kepadanya apa yang belum terungkap, menjelaskan apa yang tidak jelas, dan menghalau kebingungannya atas berbagai hal yang membingungkan. Adalah dengan cara ini, [362] teman Sāriputta, maka seorang bhikkhu dapat mendengar ajaran yang belum pernah ia dengar sebelumnya, tidak melupakan ajaran-ajaran yang telah ia dengar, mengingat ajaran-ajaran yang telah akrab baginya, dan memahami apa yang belum ia pahami.”

“Sungguh menakjubkan dan mengagumkan, teman, betapa baiknya hal ini dinyatakan oleh Yang Mulia Ānanda. Dan kami menganggap Yang Mulia Ānanda sebagai seorang yang memiliki keenam kualitas ini: (1) Karena Yang Mulia Ānanda telah mempelajari Dhamma: khotbah-khotbah, campuran prosa dan syair, penjelasan-penjelasan, syair-syair, ucapan-ucapan inspiratif, kutipan-kutipan, kisah-kisah kelahiran, kisah-kisah menakjubkan, dan pertanyaan-dan-jawaban. (2) Ia mengajarkan Dhamma kepada orang lain secara terperinci seperti yang telah ia dengar dan ia pelajari. (3) Ia menyuruh orang lain agar mengulangi Dhamma secara terperinci seperti yang telah mereka dengar dan mereka pelajari [darinya]. (4) Ia melafalkan Dhamma secara terperinci seperti yang telah ia dengar dan ia pelajari. (5) Ia mempertimbangkan, memeriksa, dan dalam pikiran menyelidiki Dhamma seperti yang telah ia dengar dan ia pelajari. (6) Ia memasuki musim hujan di suatu kediaman di mana menetap para bhikkhu senior yang terpelajar, pewaris pusaka, ahli dalam Dhamma, ahli dalam disiplin, ahli dalam kerangka. Dari waktu ke waktu ia mendatangi mereka dan bertanya: ‘Bagaimanakah ini, Bhante? Apakah makna dari hal ini?’ Para mulia itu kemudian mengungkapkan kepadanya apa yang belum terungkap, menjelaskan apa yang tidak jelas, dan menghalau kebingungannya atas berbagai hal yang membingungkan.”


Catatan Kaki
  1. Cetasā samphuṭṭapubbā te ca samudācaranti. Ungkapan ini tidak lazim. Mp hanya memberikan kemasan kata yang rutin. ↩︎