easter-japanese

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Pada saat itu Yang Mulia Khema dan Yang Mulia Sumana sedang menetap di Sāvatthī [359] di Hutan Orang Buta. Kemudian mereka mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, dan duduk di satu sisi. Kemudian Yang Mulia Khema berkata kepada Sang Bhagavā:

“Bhante, ketika seorang bhikkhu adalah seorang Arahant, seorang yang noda-nodanya telah dihancurkan, yang telah menjalani kehidupan spiritual, telah melakukan apa yang harus dilakukan, telah menurunkan beban, telah mencapai tujuannya, telah sepenuhnya menghancurkan belenggu-belenggu penjelmaan, seorang yang telah sepenuhnya terbebaskan melalui pengetahuan akhir, ia tidak berpikir: (1) ‘Ada seseorang yang lebih baik dariku,’ atau (2) ‘Ada seseorang yang setara denganku,’ atau (3) ‘Ada seseorang yang lebih rendah dariku.’”

Ini adalah apa yang dikatakan oleh Yang Mulia Khema. Sang Guru menyetujui. Kemudian Yang Mulia Khema, dengan berpikir, ‘Sang Guru setuju denganku,’ bangkit dari duduknya, bersujud kepada Sang Bhagavā, mengelilingi Beliau dengan sisi kanannya menghadap Beliau, dan pergi.

Kemudian, persis setelah Yang Mulia Khema pergi, Yang Mulia Sumana berkata kepada Sang Bhagavā: “Bhante, ketika seorang bhikkhu adalah seorang Arahant, seorang yang noda-nodanya telah dihancurkan, yang telah menjalani kehidupan spiritual, telah melakukan apa yang harus dilakukan, telah menurunkan beban, telah mencapai tujuannya, telah sepenuhnya menghancurkan belenggu-belenggu penjelmaan, seorang yang telah sepenuhnya terbebaskan melalui pengetahuan akhir, ia tidak berpikir: (4) ‘Tidak ada orang yang lebih baik dariku,’ atau (5) ‘Tidak ada orang yang setara denganku,’ atau (6) ‘Tidak ada orang yang lebih rendah dariku.’”

Ini adalah apa yang dikatakan oleh Yang Mulia Sumana. Sang Guru menyetujui. Kemudian Yang Mulia Sumana, dengan berpikir, ‘Sang Guru setuju denganku,’ bangkit dari duduknya, bersujud kepada Sang Bhagavā, mengelilingi Beliau dengan sisi kanannya menghadap Beliau, dan pergi.1

Kemudian, segera setelah kedua bhikkhu itu pergi, Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Para bhikkhu, dengan cara inilah anggota-anggota keluarga menyatakan pengetahuan akhir. Mereka menyatakan maknanya tetapi tidak membawa diri mereka ke dalam gambaran itu.2 Tetapi ada beberapa orang dungu di sini, tampaknya, menyatakan pengetahuan akhir sebagai sebuah lelucon. Mereka akan menemui kesusahan kelak.”

Mereka [tidak memposisikan diri mereka] sebagai lebih tinggi atau lebih rendah, juga mereka tidak memposisikan diri mereka sebagai setara.3 kelahiran telah dihancurkan, kehidupan spiritual telah dijalani; mereka berlanjut, terbebas dari belenggu-belenggu. [360]


Catatan Kaki
  1. Kedua bhikkhu menyatakan, dalam cara yang berlawanan, pelenyapan ketiga modus keangkuhan seorang Arahant: keangkuhan lebih tinggi, keangkuhan lebih rendah, dan keangkuhan setara. ↩︎

  2. Attho ca vutto attā ca anupanīto. Seperti pada 3:72, IV 218,31, tampaknya terdapat permainan kata antara attho dan attā, “tujuan” dan “diri.” ↩︎

  3. Mp mengemas ussesu sebagai orang-orang yang lebih tinggi, omesu sebagai orang-orang yang lebih rendah, dan samatte sebagai orang-orang yang setara, dengan menjelaskan: “Para Arahant tidak memposisikan diri mereka, melalui keangkuhan, sebagai lebih tinggi, lebih rendah, atau setara.” ↩︎