easter-japanese

Demikianlah yang kudengar. Pada suatu ketika Yang Mulia Sāriputta sedang berdiam di Rājagaha di Gunung Puncak Hering. Kemudian, pada suatu pagi, Yang Mulia Sāriputta merapikan jubah, membawa mangkuk dan jubahnya, dan menuruni Gunung Puncak Hering bersama dengan sejumlah para bhikkhu. Di suatu tempat tertentu ia melihat sepotong balok kayu yang besar di hutan dan berkata kepada para bhikkhu: “Apakah kalian melihat, teman-teman, balok kayu yang besar itu?”

“Ya, teman.”

(1) “Jika ia menghendaki, teman-teman, seorang bhikkhu yang memiliki kekuatan batin yang telah mencapai kemahiran pikiran dapat berfokus pada balok kayu itu sebagai tanah. Apakah [341] landasan untuk ini? Karena elemen tanah terdapat dalam balok kayu itu. Dengan berdasarkan atas ini seorang bhikkhu yang memiliki kekuatan batin yang telah mencapai kemahiran pikiran dapat berfokus pada balok kayu itu sebagai tanah.

(2)–(4) “Jika ia menghendaki, teman-teman, seorang bhikkhu yang memiliki kekuatan batin yang telah mencapai kemahiran pikiran dapat berfokus pada balok kayu itu sebagai air … sebagai api … sebagai udara. Apakah landasan untuk ini? Karena elemen udara terdapat dalam balok kayu itu. Dengan berdasarkan atas ini seorang bhikkhu yang memiliki kekuatan batin yang telah mencapai kemahiran pikiran dapat berfokus pada balok kayu itu sebagai udara.

(5)–(6) “Jika ia menghendaki, teman-teman, seorang bhikkhu yang memiliki kekuatan batin yang telah mencapai kemahiran pikiran dapat berfokus pada balok kayu itu sebagai indah … sebagai tidak menarik. Karena alasan apakah? Karena elemen keindahan … elemen ketidak-menarikan terdapat dalam balok kayu itu. Dengan berdasarkan atas ini seorang bhikkhu yang memiliki kekuatan batin yang telah mencapai kemahiran pikiran dapat berfokus pada balok kayu itu sebagai tidak menarik.”