easter-japanese

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Kemudian, pada suatu malam, Sang Bhagavā keluar dari keterasingan dan memasuki aula pertemuan, di mana Beliau duduk di tempat yang telah dipersiapkan. Pada malam itu, Yang Mulia Sāriputta juga, keluar dari keterasingan dan memasuki aula pertemuan, di mana [299] ia bersujud kepada Sang Bhagavā dan duduk di satu sisi. Yang Mulia Mahāmoggallāna … Yang Mulia Mahākassapa … Yang Mulia Mahākaccāyana … Yang Mulia Mahākoṭṭhita … Yang Mulia Mahācunda … Yang Mulia Mahākappina … Yang Mulia Anuruddha … Yang mulia Revata … Yang Mulia Ānanda juga, keluar dari keterasingan dan memasuki aula pertemuan, di mana ia bersujud kepada Sang Bhagavā dan duduk di satu sisi.

Kemudian, setelah melewatkan sebagian besar malam itu dengan duduk, Sang Bhagavā bangkit dari dudukNya dan memasuki kediamanNya. Segera setelah Sang Bhagavā pergi, para mulia itu juga, bangkit dari duduk mereka dan memasuki kediaman mereka masing-masing. Tetapi para bhikkhu itu yang baru ditahbiskan, yang belum lama meninggalkan keduniawian dan baru saja mendatangi Dhamma dan disiplin ini tidur dan mendengkur hingga matahari terbit. Dengan mata dewaNya, yang murni dan melampaui manusia, Sang Bhagavā melihat para bhikkhu itu tidur dan mendengkur hingga matahari terbit. Kemudian Beliau mendatangi aula pertemuan, duduk di tempat yang telah dipersiapkan untuk Beliau, dan berkata kepada para bhikkhu itu:

“Para bhikkhu, di manakah Sāriputta? Di manakah Mahāmoggallāna? Di manakah Mahākassapa? Di manakah Mahākaccāyana? Di manakah Mahākoṭṭhita? Di manakah Mahācunda? Di manakah Mahākappina? Di manakah Anuruddha? Di manakah Revata? Di manakah Ānanda? Ke manakah para bhikkhu senior itu pergi?”

“Bhante, tidak lama setelah Sang Bhagavā pergi, para mulia itu juga bangkit dari duduk mereka dan memasuki kediaman mereka masing-masing.”

“Para bhikkhu, ketika para bhikkhu senior itu pergi, mengapa kalian para bhikkhu yang baru ditahbiskan tidur dan mendengkur hingga matahari terbit?

(1) “Bagaimana menurut kalian, para bhikkhu? Pernahkah kalian melihat atau mendengar bahwa seorang raja khattiya yang sah, sewaktu memerintah seumur hidupnya, disenangi dan disukai oleh negerinya [300] jika ia menghabiskan banyak waktu sesukanya dengan menyerah pada kenikmatan istirahat, kenikmatan kelambanan, kenikmatan tidur?”1

“Tidak, Bhante.”

“Bagus, para bhikkhu. Aku juga belum pernah melihat atau mendengar hal demikian.

(2) “Bagaimana menurut kalian, para bhikkhu? Pernahkah kalian melihat atau mendengar bahwa seorang petugas kerajaan … (3) … seorang putra tersayang … (4) … seorang jenderal … (5) … seorang kepala desa … (6) … seorang pemimpin serikat kerja, sewaktu memerintah seumur hidupnya, disenangi dan disukai oleh negerinya jika ia menghabiskan banyak waktu sesukanya dengan menyerah pada kenikmatan istirahat, kenikmatan kelambanan, kenikmatan tidur?”

“Tidak, Bhante.”

“Bagus, para bhikkhu. Aku juga belum pernah melihat atau mendengar hal demikian.

“Para bhikkhu, bagaimana menurut kalian? Misalkan ada seorang petapa atau brahmana yang menghabiskan banyak waktu sesukanya dengan menyerah pada kenikmatan istirahat, kenikmatan kelambanan, kenikmatan tidur; seorang yang tidak menjaga pintu-pintu indria, yang makan berlebihan, dan tidak menekuni keawasan; yang tidak memiliki pandangan terang ke dalam kualitas-kualitas bermanfaat; yang tidak berdiam dengan menekuni usaha untuk mengembangkan bantuan-bantuan menuju pencerahan pada tahap pertama dan akhir malam hari. Pernahkah kalian melihat atau mendengar bahwa seorang yang demikian, dengan hancurnya noda-noda, telah merealisasikan untuk dirinya sendiri dengan pengetahuan langsung, dalam kehidupan ini, kebebasan pikiran yang tanpa noda, kebebasan melalui kebijaksanaan, dan setelah memasukinya, ia berdiam di dalamnya?”

“Tidak, Bhante.”

“Bagus, para bhikkhu. Aku juga belum pernah melihat atau [301] mendengar hal demikian.

“Oleh karena itu, para bhikkhu, kalian harus berlatih sebagai berikut: ‘Kami akan menjaga pintu-pintu indria kami, makan secukupnya, dan menekuni keawasan; kami akan memiliki pandangan terang ke dalam kualitas-kualitas bermanfaat, dan akan berdiam dengan menekuni usaha untuk mengembangkan bantuan-bantuan menuju pencerahan pada tahap pertama dan akhir malam hari.’2 Demikianlah, para bhikkhu, kalian harus berlatih.”


Catatan Kaki
  1. Yāvadatthaṃ seyyasukhaṃ passasukhaṃ middhasukhaṃ anuyutto viharanto. Pada 5:206 ini disebut ikatan pikiran (cetaso vinibandha). ↩︎

  2. Juga terdapat pada 5:56↩︎