easter-japanese

Seorang bhikkhu tertentu mendatangi Sang Bhagavā … dan berkata kepada Beliau:

(1) “Bhante, oleh apakah dunia ini diarahkan? Oleh apakah dunia ini ditarik? Ketika muncul apakah maka [dunia] berada di bawah kendalinya?”1

“Bagus, bagus, bhikkhu! Kecerdasanmu bagus. Kearifanmu bagus.2 Pertanyaanmu adalah pertanyaan yang bagus. Karena engkau bertanya: ‘Bhante, oleh apakah dunia ini diarahkan? Oleh apakah dunia ini ditarik? Ketika muncul apakah maka [dunia] berada di bawah kendalinya?’”

“Benar, Bhante.”

“Dunia, bhikkhu, diarahkan oleh pikiran; ditarik oleh pikiran; ketika pikiran muncul, maka [dunia] berada di bawah kendalinya.” [178]

Dengan mengatakan, “Baik, Bhante,” bhikkhu itu senang dan gembira mendengar jawaban Sang Bhagavā. Kemudian ia bertanya kepada Sang Bhagavā lebih lanjut:

(2) “Dikatakan, Bhante, ‘seorang terpelajar yang ahli Dhamma, seorang terpelajar yang ahli Dhamma.’ Dengan cara bagaimanakah seseorang adalah seorang terpelajar yang ahli Dhamma?”

“Bagus, bagus, bhikkhu! Kecerdasanmu bagus. Kearifanmu bagus. Pertanyaanmu adalah pertanyaan yang bagus. Karena engkau bertanya: ‘Dikatakan, Bhante, “seorang terpelajar yang ahli Dhamma, seorang terpelajar yang ahli Dhamma.” Dengan cara bagaimanakah seseorang adalah seorang terpelajar yang ahli Dhamma?’”

“Benar, Bhante.”

“Aku telah mengajarkan banyak ajaran, bhikkhu: khotbah-khotbah, campuran prosa dan syair, penjelasan-penjelasan, syair-syair, ucapan-ucapan inspiratif, kutipan-kutipan, kisah-kisah kelahiran, kisah-kisah menakjubkan, dan pertanyaan-dan-jawaban. Jika, setelah mempelajari makna dan Dhamma bahkan hanya sebuah syair empat baris, ia berlatih sesuai Dhamma, maka itu cukup baginya untuk disebut ‘seorang terpelajar yang ahli Dhamma.’”

Dengan mengatakan, “Baik, Bhante,” bhikkhu itu senang dan gembira mendengar jawaban Sang Bhagavā. Kemudian ia bertanya kepada Sang Bhagavā lebih lanjut:

(3) “Dikatakan, Bhante, ‘terpelajar, dengan kebijaksanaan menembus; terpelajar, dengan kebijaksanaan menembus.’ Dengan cara bagaimanakah seseorang adalah seorang terpelajar, dengan kebijaksanaan menembus?”

Bagus, bagus, bhikkhu! Kecerdasanmu bagus. Kearifanmu bagus. Pertanyaanmu adalah pertanyaan yang bagus. Karena engkau bertanya: ‘Dikatakan, Bhante, “terpelajar, dengan kebijaksanaan menembus; terpelajar, dengan kebijaksanaan menembus.” Dengan cara bagaimanakah seseorang adalah seorang terpelajar, dengan kebijaksanaan menembus?’”

“Benar, Bhante.”

“Di sini, bhikkhu, seorang bhikkhu telah mendengar: ‘Ini adalah penderitaan,’ dan ia melihat makna dari pernyataan ini, setelah menembusnya dengan kebijaksanaan. Ia telah mendengar: ‘Ini adalah asal-mula penderitaan,’ dan ia melihat makna dari pernyataan ini, setelah menembusnya dengan kebijaksanaan. Ia telah mendengar: ‘Ini adalah lenyapnya penderitaan,’ dan ia melihat makna dari pernyataan ini, setelah menembusnya dengan kebijaksanaan. Ia telah mendengar: ‘Ini adalah jalan menuju lenyapnya penderitaan,’ dan ia melihat makna dari pernyataan ini, setelah menembusnya dengan kebijaksanaan. Dengan cara inilah seseorang itu adalah terpelajar, dengan kebijaksanaan menembus.”

Dengan mengatakan, “Baik, Bhante,” bhikkhu itu senang dan gembira mendengar jawaban Sang Bhagavā. Kemudian ia bertanya kepada Sang Bhagavā lebih lanjut:

(4) “Dikatakan, Bhante, ‘seorang bijaksana dengan kebijaksanaan tinggi, seorang bijaksana dengan kebijaksanaan tinggi.’ Dengan cara bagaimanakah seseorang adalah seorang bijaksana dengan kebijaksanaan tinggi?” [179]

“Bagus, bagus, bhikkhu! Kecerdasanmu bagus. Kearifanmu bagus. Pertanyaanmu adalah pertanyaan yang bagus. Karena engkau bertanya: ‘Dikatakan, Bhante, “seorang bijaksana dengan kebijaksanaan tinggi, seorang bijaksana dengan kebijaksanaan tinggi.” Dengan cara bagaimanakah seseorang adalah seorang bijaksana dengan kebijaksanaan tinggi?’”

“Benar, Bhante.”

“Di sini, bhikkhu, seorang bijaksana dengan kebijaksanaan tinggi tidak menghendaki kesusahannya sendiri, atau kesusahan orang lain, atau kesusahan keduanya. Melainkan, ketika ia berpikir, ia hanya memikirkan kesejahteraannya sendiri, kesejahteraan orang lain, kesejahteraan keduanya, dan kesejahteraan seluruh dunia.3 Dengan cara inilah seseorang itu adalah seorang bijaksana dengan kebijaksanaan tinggi.”


Catatan Kaki
  1. Pertanyaan-pertanyaan dan jawaban Sang Buddha disampaikan dalam syair pada SN 1:62, I 39. ↩︎

  2. Mp mengidentifikasikan ummagga dan paṭibhāna sebagai kebijaksanaan (pañña): “Kecerdasan meningkat, yaitu, pergerakan kebijaksanaan. Atau kebijaksanaan itu sendiri disebut ‘kecerdasan,’ dalam makna meningkat. Ini [juga disebut] ‘kearifan’ dalam makna memahami” (ummaggo ti ummujjanaṃ, paññāgamanan ti attho. Paññā eva vā ummujjanaṭṭhena ummaggo ti vuccati. Sā va paṭibhānaṭṭhena paṭibhānaṃ). ↩︎

  3. Terdapat perubahan dalam teks dari ceteti dalam kalimat sebelumnya menjadi cintamāno cinteti di sini. Sulit untuk menentukan apakah hal ini penting. Mp tidak mengomentarinya, maka saya menganggapnya tidak penting. ↩︎