easter-japanese

“Para bhikkhu, ada empat cara praktik ini. Apakah empat ini? (1) Praktik yang menyakitkan dengan pengetahuan langsung yang lambat; (2) praktik yang menyakitkan dengan pengetahuan langsung yang cepat; (3) praktik yang menyenangkan dengan pengetahuan langsung yang lambat; dan (4) praktik yang menyenangkan dengan pengetahuan langsung yang cepat.

(1) “Dan apakah, para bhikkhu, praktik yang menyakitkan dengan pengetahuan langsung yang lambat? Di sini, seseorang secara alami sangat rentan terhadap nafsu dan sering mengalami kesakitan dan kesedihan yang ditimbulkan oleh nafsu. Secara alami ia sangat rentan terhadap kebencian dan sering mengalami kesakitan dan kesedihan yang ditimbulkan oleh kebencian. Secara alami ia sangat rentan terhadap delusi dan sering mengalami kesakitan dan kesedihan yang ditimbulkan oleh delusi. Kelima indria ini secara lemah muncul dalam dirinya: indria keyakinan, indria kegigihan, indria perhatian, indria konsentrasi, indria kebijaksanaan. Karena kelima indria ini lemah, maka ia lambat mencapai kondisi yang mencukupi bagi hancurnya noda-noda.1 Ini disebut praktik yang menyakitkan dengan pengetahuan langsung yang lambat.

(2) “Dan apakah praktik yang menyakitkan dengan pengetahuan langsung yang cepat? Di sini, seseorang secara alami sangat rentan terhadap nafsu … kebencian … delusi dan sering mengalami kesakitan dan kesedihan yang ditimbulkan oleh delusi. Kelima indria ini secara menonjol muncul dalam dirinya: [150] indria keyakinan … indria kebijaksanaan. Karena kelima indria ini secara menonjol, maka ia dengan cepat mencapai kondisi yang mencukupi bagi hancurnya noda-noda. Ini disebut praktik yang menyakitkan dengan pengetahuan langsung yang cepat.

(3) “Dan apakah praktik yang menyenangkan dengan pengetahuan langsung yang lambat? Di sini, seseorang secara alami tidak sangat rentan terhadap nafsu dan tidak sering mengalami kesakitan dan kesedihan yang ditimbulkan oleh nafsu. Secara alami ia tidak sangat rentan terhadap kebencian dan tidak sering mengalami kesakitan dan kesedihan yang ditimbulkan oleh kebencian. Secara alami ia tidak sangat rentan terhadap delusi dan tidak sering mengalami kesakitan dan kesedihan yang ditimbulkan oleh delusi. Kelima indria ini secara lemah muncul dalam dirinya: indria keyakinan … indria kebijaksanaan. Karena kelima indria ini lemah, maka ia lambat mencapai kondisi yang mencukupi bagi hancurnya noda-noda. Ini disebut praktik yang menyenangkan dengan pengetahuan langsung yang lambat.

(4) “Dan apakah praktik yang menyenangkan dengan pengetahuan langsung yang cepat? Di sini, seseorang secara alami tidak sangat rentan terhadap nafsu … kebencian … delusi tidak sering mengalami kesakitan dan kesedihan yang ditimbulkan oleh delusi. Kelima indria ini secara menonjol muncul dalam dirinya: indria keyakinan … indria kebijaksanaan. Karena kelima indria ini menonjol, maka ia cepat mencapai kondisi yang mencukupi bagi hancurnya noda-noda. Ini disebut praktik yang menyenangkan dengan pengetahuan langsung yang cepat.

“Ini, para bhikkhu, adalah keempat cara praktik itu.”


Catatan Kaki
  1. Ānantariyaṃ pāpuṇāti āsavānaṃ khayāya. Kata ānantariya adalah kata yang jarang muncul, maka maknanya harus ditentukan dengan cara menyimpulkan. Satu petunjuk adalah Ratana Sutta, yang mengatakan: yam buddhaseṭṭho parivaṇṇayī suciṃ samādhim ānantarikaññam āhu (Sn 226). Perbedaan antara ānantarika dan ānantariya tidaklah signifikan, karena akhiran –iya dan –ika sering kali dapat saling dipertukarkan. Petunjuk lainnya adalah SN 22:81, pada III 96-99, di mana Sang Buddha bertanya: “Bagaimanakah seseorang mengetahui dan melihat untuk segera mencapai (lit. ‘tanpa jeda’) hancurnya noda-noda?” (evaṃ … jānato evaṃ passato anantarā āsavānaṃ khayo hoti). Sutta AN lainnya – 3:102, I 158,7-12, dan 5:23, III 16, 29-17,2 –membicarakan tentang pikiran yang “terkonsentrasi dengan baik demi hancurnya noda-noda” (sammā samādhiyati āsavānaṃ khayāya). Baca juga 5:170, III 202,27-33, yang membicarakan tentang kondisi-kondisi tertentu “yang segera setelahnya hancurnya noda-noda terjadi” (anantarā āsavānaṃ khayo hoti). Demikianlah, “kondisi kesegeraan” yang dibicarakan di sini tampaknya merupakan kondisi di mana pikiran terkonsentrasi dengan baik dan, pada saat yang sama, telah memperoleh pandangan terang yang menghasilkan hancurnya noda-noda. Mp menjelaskan ānantariya dengan menghubungkannya pada konsep Abhidhamma atas rangkaian segera antara jalan dan buah: “‘Kondisi segera’ adalah konsentrasi sang jalan, yang dengan segera menghasilkan akibatnya (anantaravipākadāyakaṃ maggasamādhiṃ).” Walaupun sutta-sutta tidak menggunakan skema proses kognitif yang mendasari konsep momen jalan dan buah, namun ungkapan “kondisi segera” memang menyiratkan suatu keadaan matang sepenuhnya bagi penerobosan menuju Kearahattaan. ↩︎