easter-japanese

1

Bhikkhu Kokālika mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, duduk di satu sisi, dan berkata: “Bhante, Sāriputta dan Moggallāna memiliki keinginan jahat dan dikuasai oleh keinginan jahat.”

[Sang Bhagavā menjawab:] “Jangan berkata begitu, Kokālika! Jangan berkata begitu, Kokālika!2 Yakinlah pada Sāriputta dan Moggallāna, Kokālika. Sāriputta dan Moggallāna berperilaku baik.”

Untuk ke dua kalinya Bhikkhu Kokālika berkata kepada Sang Bhagavā: “Bhante, walaupun aku menganggap bahwa Sang Bhagavā layak diyakini dan dipercayai, [namun aku tetap mengatakan bahwa] Sāriputta dan Moggallāna memiliki keinginan jahat dan dikuasai oleh keinginan jahat.”

“Jangan berkata begitu, Kokālika! … Sāriputta dan Moggallāna berperilaku baik.”

Untuk ke tiga kalinya Bhikkhu Kokālika berkata kepada Sang Bhagavā: “Bhante, walaupun aku menganggap bahwa Sang Bhagavā layak diyakini dan dipercayai, [namun aku tetap mengatakan bahwa] Sāriputta dan Moggallāna memiliki keinginan jahat dan dikuasai oleh keinginan jahat.”

“Jangan berkata begitu, Kokālika! Jangan berkata begitu, Kokālika! Yakinlah pada Sāriputta dan Moggallāna, Kokālika. Sāriputta dan Moggallāna berperilaku baik.”

Kemudian Bhikkhu Kokālika bangkit dari duduknya, bersujud kepada Sang Bhagavā, mengelilingi Beliau dengan sisi kanannya menghadap Beliau, dan pergi. Tidak lama setelah Bhikkhu Kokālika pergi, seluruh tubuhnya menjadi dipenuhi oleh bisul-bisul sebesar biji moster. Bisul-bisul ini kemudian membesar seukuran kacang hijau; kemudian seukuran biji kacang buncis; kemudian seukuran biji buah jujube; kemudian seukuran buah jujube; kemudian seukuran buah myrobalan; kemudian seukuran buah maja yang belum matang;3 kemudian seukuran buah maja yang sudah matang. Ketika bisul-bisul itu telah membesar seukuran buah maja yang sudah matang, bisul-bisul itu pecah, [171] memancarkan nanah dan darah. Kemudian ia hanya berbaring di atas daun pisang seperti seekor ikan yang telah menelan racun.

Kemudian Brahmā mandiri Tudu mendatangi Bhikkhu Kokālika,4 berdiri di angkasa, dan berkata kepadanya: “Yakinlah pada Sāriputta dan Moggallāna, Kokālika. Sāriputta dan Moggallāna berperilaku baik.”

“Siapakah engkau, teman?”

“Aku adalah Brahmā mandiri Tudu.”

“Tidakkah Sang Bhagavā menyatakan engkau sebagai seorang yang-tidak-kembali, teman? Mengapa engkau kembali ke sini? Lihatlah betapa besarnya kekeliruan yang telah engkau lakukan.”5

Kemudian Brahmā mandiri Tudu berkata kepada Bhikkhu Kokālika dalam syair:

“Ketika seseorang telah terlahir sebuah kapak muncul di dalam mulutnya yang dengannya si dungu memotong dirinya sendiri dengan mengucapkan ucapan salah.

“Ia yang memuji seorang yang layak dicela6 atau mencela seorang yang layak dipuji melakukan lemparan yang tidak beruntung melalui mulutnya yang karenanya ia tidak menemukan kebahagiaan.

“Lemparan dadu yang tidak beruntung adalah kecil yang mengakibatkan hilangnya kekayaan seseorang, [kehilangan] segalanya, termasuk dirinya sendiri; lemparan yang jauh lebih tidak beruntung adalah memendam kebencian terhadap orang-orang suci.

“Selama seratus ribu tiga puluh enam nirabbuda, ditambah lima abbuda,7 pemfitnah para mulia pergi ke neraka, setelah mencemarkan reputasi mereka dengan ucapan dan pikiran jahat.” [172]

Kemudian Bhikkhu Kokālika meninggal dunia karena penyakit itu, dan karena kekesalannya pada Sāriputta dan Moggallāna, setelah kematian ia terlahir kembali di neraka seroja-merah.8

Kemudian, ketika malam telah larut, Brahmā Sahampati, dengan keindahan mempesona, menerangi seluruh Hutan Jeta, mendatangi Sang Bhagavā, bersujud kepada Beliau, berdiri di satu sisi, dan berkata kepada Beliau: “Bhante, Bhikkhu Kokālika telah meninggal dunia, dan karena kekesalannya pada Sāriputta dan Moggallāna, setelah kematian ia terlahir kembali di neraka seroja-merah.” Ini adalah apa yang dikatakan oleh Brahmā Sahampati. Kemudian ia bersujud kepada Sang Bhagavā, mengelilingi Beliau dengan sisi kanannya menghadap Beliau, dan lenyap dari sana.

Kemudian, ketika malam telah berlalu, Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu: “Para bhikkhu, tadi malam, ketika malam telah larut, Brahmā Sahampati mendatangiKu dan berkata kepadaKu … [seperti di atas] … Kemudian ia bersujud kepadaKu, mengelilingiKu dengan sisi kanannya menghadapKu, dan lenyap dari sana.”

Ketika hal ini dikatakan, seorang bhikkhu tertentu berkata kepada Sang Bhagavā: “Berapa lamakah, Bhante, umur kehidupan di neraka seroja-merah itu?”9

“Umur kehidupan di neraka seroja-merah sangat panjang, bhikkhu. Tidaklah mudah untuk menghitungnya sebagai sekian [173] tahun, atau sekian ratus tahun, atau sekian ribu tahun, atau sekian ratus ribu tahun.”

“Kalau begitu mungkinkah, Bhante, untuk memberikan perumpamaan?”

“Mungkin saja, bhikkhu.” Sang Bhagavā berkata: “Misalkan terdapat sebuah gerobak Kosala berisi biji wijen sebanyak 20 takaran. Pada akhir setiap seratus tahun seseorang akan mengambil sebutir biji dari gerobak itu. Dengan cara ini gerobak Kosala berisi biji wijen sebanyak 20 takaran itu akan habis dan kosong lebih cepat daripada (1) berlalunya satu kehidupan di neraka abbuda. (2) Satu kehidupan di neraka nirabbuda adalah setara dengan dua puluh kehidupan di neraka abbuda; (3) satu kehidupan di neraka ababa adalah setara dengan dua puluh kehidupan di neraka nirabbuda; (4) satu kehidupan di neraka ahaha adalah setara dengan dua puluh kehidupan di neraka ababa; (5) satu kehidupan di neraka aṭaṭa adalah setara dengan dua puluh kehidupan di neraka ahaha; (6) satu kehidupan di neraka teratai adalah setara dengan dua puluh kehidupan di neraka aṭaṭa; (7) satu kehidupan di neraka beraroma-harum adalah setara dengan dua puluh kehidupan di neraka teratai; (8) satu kehidupan di neraka seroja-biru adalah setara dengan dua puluh kehidupan di neraka beraroma-harum; (9) satu kehidupan di neraka seroja-putih adalah setara dengan dua puluh kehidupan di neraka seroja-biru; dan (10) satu kehidupan di neraka seroja-merah adalah setara dengan dua puluh kehidupan di neraka seroja-putih. Sekarang, karena ia memendam kekesalan terhadap Sāriputta dan Moggallāna, Bhikkhu Kokālika telah terlahir kembali di neraka seroja-merah.”

Ini adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Setelah mengatakan ini, Yang Berbahagia, Sang Guru, lebih lanjut berkata sebagai berikut: [174]

[Empat baik syair yang identik dengan syair yang persis di atas.]


Catatan Kaki
  1. Versi sutta ini juga terdapat pada SN 6:9-10 dan Sn 3:10. ↩︎

  2. Mā h’evaṃ Kokālika, mā h’evaṃ Kokālika, Sn p. 124 mencantumkan tulisan yang sama, tetapi SN I 150,7-8 membaca: mā h’evaṃ Kokālika avaca, mā h’evaṃ Kokālika avaca↩︎

  3. Buah maja yang belum matang kurang lebih sebesar buah peach, buah yang telah matang berukuran kurang lebih sebesar buah delima. ↩︎

  4. Sutta ini merujuk Tudu sebagai paccekabrahmā. Baik Mp maupun Mp-ṭ tidak mendefinisikan istilah ini, tetapi Spk-pṭ I 213 (edisi VRI), mengomentari kata ini pada SN I 146,26-27, menjelaskannya sebagai brahmā yang bepergian sendirian, bukan sebagai anggota dari suatu kumpulan (paccekabrahmā ti ca ekacārī brahmā, na parisacārī brahmāti attho). Mp mengatakan bahwa dalam kehidupan lampaunya ia adalah penahbis Kokālika. Ia meninggal dunia sebagai seorang yang-tidak-kembali dan terlahir kembali di alam brahmā. Ketika ia mendengar bahwa Kokālika sedang memfitnah Sāriputta dan Moggallāna, ia datang untuk meminta agar Kokālika berkeyakinan pada mereka. ↩︎

  5. Karena Sang Buddha telah menyatakan bahwa Tudu adalah seorang yang-tidak-kembali, maka Kokālika menegurnya karena muncul di alam manusia. Sebagai seorang yang-tidak-kembali tentu saja ia tidak terlahir kembali di alam manusia, tetapi ia dapat menampakkan dirinya di hadapan manusia. ↩︎

  6. Tiga bait syair berikut ini terdapat pada 4:3↩︎

  7. Dalam sistem penomoran India satu koṭi = sepuluh juta; satu koṭi koṭi = satu pakoṭi; satu koṭi pakoṭi = satu koṭipakoṭi; satu koṭi koṭipakoṭi = satu nahuta; satu koṭi nahuta = satu ninnahuta; satu koṭi ninnahuta = satu abbuda; dua puluh abbuda = satu nirabbuda↩︎

  8. Mp mengatakan bahwa neraka seroja-merah (paduma) bukanlah alam neraka terpisah melainkan sebuah tempat khusus di neraka avīci di mana durasi siksaan diukur dengan unit paduma. Hal yang sama berlaku untuk neraka abbuda, dan seterusnya yang disebutkan di bawah. ↩︎

  9. Ce harus dikoreksi dengan menggeser kata dīghaṃ satu baris ke bawah. Dengan demikian paragraf itu dinilai dengan evaṃ vutte dan pertanyaan dimulai dengan kīva dīghaṃ nu kho bhante. Kesalahan ini terdapat baik pada edisi cetakan maupun edisi elektronik dari Ce. ↩︎