easter-japanese

1

“Para bhikkhu, ada sepuluh dasar bagi kekesalan ini. Apakah sepuluh ini? (1) [Dengan berpikir:] ‘Mereka telah bertindak demi bahaya bagiku,’ seseorang memendam kekesalan. (2) [Dengan berpikir:] ‘Mereka sedang bertindak demi bahaya bagiku,’ seseorang memendam kekesalan. (3) [Dengan berpikir:] ‘Mereka akan bertindak demi bahaya bagiku,’ seseorang memendam kekesalan. (4) [Dengan berpikir:] ‘Mereka telah bertindak demi bahaya bagi orang yang kusayangi dan kusukai,’ seseorang memendam kekesalan. (5) [Dengan berpikir:] ‘Mereka sedang bertindak demi bahaya bagi orang yang kusayangi dan kusukai,’ seseorang memendam kekesalan. (6) [Dengan berpikir:] ‘Mereka akan bertindak demi bahaya bagi orang yang kusayangi dan kusukai,’ seseorang memendam kekesalan. (7) [Dengan berpikir:] ‘Mereka telah bertindak demi keuntungan bagi orang yang tidak kusayangi dan tidak kusukai,’ seseorang memendam kekesalan. (8) [Dengan berpikir:] ‘Mereka sedang bertindak demi keuntungan bagi orang yang tidak kusayangi dan tidak kusukai,’ seseorang memendam kekesalan. (9) [Dengan berpikir:] ‘Mereka akan bertindak demi keuntungan bagi orang yang tidak kusayangi dan tidak kusukai,’ seseorang memendam kekesalan. (10) Dan seseorang menjadi marah tanpa alasan.2 Ini, para bhikkhu, adalah kesepuluh dasar bagi kekesalan itu.”


Catatan Kaki
  1. Sebuah paralel yang diperluas dari 9:29↩︎

  2. Aṭṭhane ca kuppati. Mp: “Sehubungan dengan suatu kejadian yang didorong oleh kehendak maka ada alasan [untuk marah], seperti ketika seseorang bertindak demi bahaya bagiku, dan seterusnya. Tetapi hal ini tidak berlaku pada kasus ketika seseorang melukai dirinya sendiri karena menabrak tunggul pohon dan sebagainya. Oleh karena itu, kasus ini disebut sebagai kekesalan yang tanpa alasan (aṭṭhāne āghāto).” ↩︎