easter-japanese

1

“Para bhikkhu, jika bhikkhu atau bhikkhunī mana pun belum meninggalkan lima jenis kemandulan pikiran dan belum mematahkan lima belenggu pikiran, maka, apakah siang atau malam, hanya kemunduran dalam kualitas-kualitas bermanfaat dan bukan kemajuan yang akan menanti orang ini.

“Apakah kelima jenis kemandulan pikiran yang belum ia tinggalkan?

(1) “Di sini, seorang bhikkhu bingung terhadap Sang Guru, meragukanNya, tidak mempercayaiNya, dan tidak berkeyakinan padaNya. Ketika seorang bhikkhu bingung terhadap Sang Guru, meragukanNya, tidak mempercayaiNya, dan tidak berkeyakinan padaNya, maka pikirannya tidak condong pada semangat, usaha, ketekunan, dan upaya. Karena pikirannya tidak condong pada semangat … [18] … dan upaya, ini adalah jenis pertama kemandulan pikiran yang belum ia tinggalkan.

(2)-(5) “Kemudian, seorang bhikkhu bingung terhadap Dhamma … bingung terhadap Saṅgha … bingung terhadap latihan … menjadi jengkel karena teman-temannya para bhikkhu, tidak senang pada mereka, kesal terhadap mereka, bersikap jahat terhadap mereka, maka pikirannya tidak condong pada semangat, usaha, ketekunan, dan upaya. Karena pikirannya tidak condong pada semangat … dan upaya, ini adalah jenis ke lima kemandulan pikiran yang belum ia tinggalkan.

“Ini adalah kelima jenis kemandulan pikiran itu yang belum ia tinggalkan.

“Apakah kelima belenggu pikiran yang belum ia patahkan?

(6) “Di sini, seorang bhikkhu tidak hampa dari nafsu pada kenikmatan indria, tidak hampa dari keinginan, cinta, dahaga, kegemaran, dan ketagihan padanya. Ketika seorang bhikkhu tidak hampa dari nafsu pada kenikmatan indria, tidak hampa dari keinginan, cinta, dahaga, kegemaran, dan ketagihan padanya, maka pikirannya tidak condong pada semangat, usaha, ketekunan, dan upaya. Karena pikirannya tidak condong pada semangat … dan upaya, ini adalah belenggu pikiran yang pertama yang belum ia patahkan.

(7)-(10) “Kemudian, seorang bhikkhu tidak hampa dari nafsu pada jasmani, tidak hampa dari keinginan, cinta, dahaga, kegemaran, dan ketagihan padanya … Ia tidak hampa dari nafsu pada bentuk, tidak hampa dari keinginan, cinta, dahaga, kegemaran, dan ketagihan padanya … setelah makan sebanyak yang ia inginkan hingga perutnya penuh, ia condong pada kenikmatan beristirahat, kenikmatan kelambanan, kenikmatan tidur … ia menjalani kehidupan spiritual demi [kelahiran kembali dalam] kelompok deva tertentu, [dengan berpikir]: ‘Dengan perilaku bermoral, pelaksanaan, praktik keras, atau kehidupan spiritual ini aku akan menjadi salah satu deva atau salah satu [pengikut] para deva.’ Ketika ia menjalani kehidupan spiritual demi [kelahiran kembali dalam] kelompok deva tertentu … maka pikirannya tidak condong [19] pada semangat, usaha, ketekunan, dan upaya. Karena pikirannya tidak condong pada semangat … dan upaya, ini adalah belenggu pikiran yang ke lima yang belum ia patahkan.

“Ini adalah kelima belenggu pikiran itu yang belum ia patahkan.”

“Para bhikkhu, jika bhikkhu atau bhikkhunī mana pun belum meninggalkan lima jenis kemandulan pikiran dan belum mematahkan lima belenggu pikiran, maka, apakah siang atau malam, hanya kemunduran dan bukan kemajuan dalam kualitas-kualitas bermanfaat yang akan menanti orang ini. Seperti halnya, selama paruh bulan gelap, apakah malam atau siang, rembulan hanya mengalami kemunduran dalam hal keindahan, kebulatan, dan cahaya, dalam hal diameter dan kelilingnya, demikian pula jika bhikkhu atau bhikkhunī mana pun belum meninggalkan kelima jenis kemandulan pikiran ini … hanya kemunduran … yang akan menanti orang ini.

“Para bhikkhu, jika bhikkhu atau bhikkhunī mana pun telah meninggalkan lima jenis kemandulan pikiran dan telah mematahkan lima belenggu pikiran,2 maka, apakah siang atau malam, hanya kemajuan dalam kualitas-kualitas bermanfaat dan bukan kemunduran yang akan menanti orang ini.

“Dan apakah kelima jenis kemandulan pikiran yang telah ia tinggalkan?

(1) “Di sini, seorang bhikkhu tidak bingung terhadap Sang Guru, tidak meragukanNya, mempercayaiNya, dan berkeyakinan padaNya. Ketika seorang bhikkhu tidak bingung terhadap Sang Guru, tidak meragukanNya, mempercayaiNya, dan berkeyakinan padaNya, maka pikirannya condong pada semangat, usaha, ketekunan, dan upaya. Karena pikirannya condong pada semangat … dan upaya, ini adalah jenis pertama kemandulan pikiran yang telah ia tinggalkan.

(2)-(5) “Kemudian, seorang bhikkhu tidak bingung terhadap Dhamma … tidak bingung terhadap Saṅgha … tidak bingung terhadap latihan [20] … tidak menjadi jengkel karena teman-temannya para bhikkhu, senang pada mereka, tidak kesal terhadap mereka, tidak bersikap jahat terhadap mereka, maka pikirannya condong pada semangat, usaha, ketekunan, dan upaya. Karena pikirannya condong pada semangat … dan upaya, ini adalah jenis ke lima kemandulan pikiran yang telah ia tinggalkan.

“Ini adalah kelima jenis kemandulan pikiran itu yang telah ia tinggalkan.

“Apakah kelima belenggu pikiran yang telah ia patahkan dengan baik?

(6) “Di sini, seorang bhikkhu hampa dari nafsu pada kenikmatan indria, hampa dari keinginan, cinta, dahaga, kegemaran, dan ketagihan padanya. Ketika seorang bhikkhu hampa dari nafsu pada kenikmatan indria, hampa dari keinginan, cinta, dahaga, kegemaran, dan ketagihan padanya, maka pikirannya condong pada semangat, usaha, ketekunan, dan usaha. Karena pikirannya condong pada semangat … dan usaha, ini adalah belenggu pikiran yang pertama yang telah ia patahkan dengan baik.

(7)-(10) “Kemudian, seorang bhikkhu hampa dari nafsu pada jasmani, hampa dari keinginan, cinta, dahaga, kegemaran, dan ketagihan padanya … Ia hampa dari nafsu pada bentuk, hampa dari keinginan, cinta, dahaga, kegemaran, dan ketagihan padanya … ia tidak makan sebanyak yang ia inginkan hingga perutnya penuh juga ia tidak condong pada kenikmatan beristirahat, kenikmatan kelambanan, kenikmatan tidur … ia tidak menjalani kehidupan spiritual demi [kelahiran kembali dalam] kelompok deva tertentu, [dengan berpikir]: ‘Dengan perilaku bermoral, pelaksanaan, praktik keras, atau kehidupan spiritual ini aku akan menjadi salah satu deva atau salah satu [pengikut] para deva.’ Karena ia tidak menjalani kehidupan spiritual demi [kelahiran kembali dalam] kelompok deva tertentu … maka pikirannya condong pada semangat, usaha, ketekunan, dan upaya. Karena pikirannya condong pada semangat … dan upaya, ini adalah belenggu pikiran yang ke lima yang telah ia patahkan dengan baik.

“Ini adalah kelima belenggu pikiran itu yang telah ia patahkan dengan baik.”

“Jika bhikkhu atau bhikkhunī mana pun telah meninggalkan kelima jenis kemandulan pikiran ini dan telah mematahkan kelima belenggu pikiran ini, [21] maka, apakah siang atau malam, hanya kemajuan dalam kualitas-kualitas bermanfaat dan bukan kemunduran yang akan menanti orang ini. Seperti halnya, selama paruh bulan terang, apakah malam atau siang, rembulan hanya mengalami kemajuan dalam hal keindahan, kebulatan, dan cahaya, dalam hal diameter dan kelilingnya, demikian pula jika bhikkhu atau bhikkhunī mana pun telah meninggalkan kelima jenis kemandulan pikiran ini dan telah mematahkan kelima jenis belenggu pikiran ini, apakah siang atau malam, hanya kemajuan dalam kualitas-kualitas bermanfaat dan bukan kemunduran yang akan menanti orang ini.”


Catatan Kaki
  1. Sutta campuran dengan paralel-sebagian pada 5:205-6 dan 9:71-72↩︎

  2. Mungkin, seperti Be, kita seharusnya membaca susamucchinnā di sini. Tetapi saya mengikuti Ce dan Ee, yang hanya menuliskan samucchinā di sini, walaupun susamucchinnā di bawah. ↩︎