easter-japanese

Pada saat itu, pada hari uposatha, Brahmana Jāṇussoṇī berdiri di satu sisi tidak jauh dari Sang Bhagavā, dengan kepalanya telah dicuci, mengenakan pakaian dari bahan linen, memegang segenggam [234] rumput kusa basah. Sang Bhagavā melihatnya berdiri di sana dan berkata kepadanya:

“Mengapakah, brahmana, di hari uposatha ini engkau berdiri di sana dengan kepalamu tercuci, mengenakan pakaian dari bahan linen, memegang segenggam rumput kusa basah? Apa yang terjadi dengan kasta brahmana hari ini?”

“Hari ini, Guru Gotama, adalah festival paccorohaṇī kasta brahmana.”1

“Tetapi bagaimanakah para brahmana menjalankan festival paccorohaṇī itu?”

“Di sini, Guru Gotama, pada hari uposatha, para brahmana mencuci kepala mereka dan mengenakan pakaian dari bahan linen. Kemudian mereka melumuri tanah dengan kotoran sapi yang masih basah, menutupnya dengan rumput kusa hijau, dan berbaring di antara batasan dan rumah api. Sepanjang malam, mereka bangun tiga kali, dan dengan hormat menyembah api: ‘Kami turun untuk menghormati yang terhormat. Kami turun untuk menghormati yang terhormat.’2 Mereka mempersembahkan ghee, minyak, dan mentega secara berlimpah kepada api. Ketika malam telah berlalu, mereka mempersembahkan makanan baik kepada berbagai jenis brahmana. Dengan cara inilah, Guru Gotama, para brahmana menjalankan festival paccorohaṇī.”

“Festival paccorohaṇī dalam disiplin Yang Mulia, brahmana, sangat berbeda dengan festival paccorohaṇī para brahmana.”

“Tetapi bagaimanakah, Guru Gotama, festival paccorohaṇī dalam disiplin Yang Mulia itu? Baik sekali jika Guru Gotama sudi mengajarkan Dhamma kepadaku dengan menjelaskan tentang bagaimana festival paccorohaṇī dijalankan dalam disiplin Yang Mulia.”

“Kalau begitu, brahmana, dengarkan dan perhatikanlah dengan seksama. Aku akan berbicara.”

“Baik, Tuan,” Brahmana Jāṇussoṇī menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut: [235]

(1) “Di sini, brahmana, siswa mulia itu merefleksikan sebagai berikut: ‘Akibat dari pandangan salah adalah buruk di kehidupan ini maupun di kehidupan berikutnya.’ Setelah merefleksikan ini, ia meninggalkan pandangan salah; ia turun dari pandangan salah.

(2) “ … ‘Akibat dari kehendak salah adalah buruk di kehidupan ini maupun di kehidupan berikutnya.’ Setelah merefleksikan ini, ia meninggalkan kehendak salah; ia turun dari kehendak salah.

(3) “ … ‘Akibat dari ucapan salah adalah buruk di kehidupan ini maupun di kehidupan berikutnya.’ Setelah merefleksikan ini, ia meninggalkan ucapan salah; ia turun dari ucapan salah.

(4) “ … ‘Akibat dari perbuatan salah adalah buruk di kehidupan ini maupun di kehidupan berikutnya.’ Setelah merefleksikan ini, ia meninggalkan perbuatan salah; ia turun dari perbuatan salah.

(5) “ … ‘Akibat dari penghidupan salah adalah buruk di kehidupan ini maupun di kehidupan berikutnya.’ Setelah merefleksikan ini, ia meninggalkan penghidupan salah; ia turun dari penghidupan salah.

(6) “ … ‘Akibat dari usaha salah adalah buruk di kehidupan ini maupun di kehidupan berikutnya.’ Setelah merefleksikan ini, ia meninggalkan usaha salah; ia turun dari usaha salah.

(7) “ … ‘Akibat dari perhatian salah adalah buruk di kehidupan ini maupun di kehidupan berikutnya.’ Setelah merefleksikan ini, ia meninggalkan perhatian salah; ia turun dari perhatian salah.

(8) “ … ‘Akibat dari konsentrasi salah adalah buruk di kehidupan ini maupun di kehidupan berikutnya.’ Setelah merefleksikan ini, ia meninggalkan konsentrasi salah; ia turun dari konsentrasi salah.

(9) “ … ‘Akibat dari pengetahuan salah adalah buruk di kehidupan ini maupun di kehidupan berikutnya.’ Setelah merefleksikan ini, ia meninggalkan pengetahuan salah; ia turun dari pengetahuan salah.

(10) “ … ‘Akibat dari kebebasan salah adalah buruk di kehidupan ini maupun di kehidupan berikutnya.’ Setelah merefleksikan ini, ia meninggalkan kebebasan salah; ia turun dari kebebasan salah.

“Dengan cara inilah, brahmana, festival paccorohaṇī dijalankan dalam disiplin Yang Mulia.”

“Festival paccorohaṇī dalam disiplin Yang Mulia, Guru Gotama, sangat berbeda dengan festival paccorohaṇī para brahmana. Dan festival paccorohaṇī para brahmana tidak bernilai seper enam belas bagian dari festival paccorohaṇī dalam disiplin Yang Mulia. [236]

“Bagus sekali, Guru Gotama! Bagus sekali, Guru Gotama! Guru Gotama telah menjelaskan Dhamma dalam banyak cara, seolah-olah Beliau menegakkan apa yang terbalik, mengungkapkan apa yang tersembunyi, menunjukkan jalan kepada orang yang tersesat, atau menyalakan pelita dalam kegelapan agar mereka yang berpenglihatan baik dapat melihat bentuk-bentuk. Sekarang aku berlindung kepada Guru Gotama, kepada Dhamma, dan kepada Saṅgha para bhikkhu. Sudilah Guru Gotama menganggapku sebagai seorang umat awam yang telah berlindung sejak hari ini hingga seumur hidup.”


Catatan Kaki
  1. PED menjelaskan paccorohaṇī sebagai “upacara kedatangan kembali (?), mendatangi atau turun menuju (akusatif), khususnya, api suci.” SED sv pratyavarohaṇa mengatakan: “Festival Gṛhya [perumah tangga] tertentu di bulan Mārgaśirṣa” (November-Desember). ↩︎

  2. Paccorohāma bhavantaṃ, paccorohāma bhavantaṃ. Jelas bahwa dari penghormatan ini nama festival paccorohaṇī itu diturunkan. SED menjelaskan kata kerja pratyavarohati berarti: “turun (dari tempat duduk, kereta, dan sebagainya) untuk menghormati (akusatif).” Jelas, di sini para brahmana turun untuk menghormati Agni, dewa api, yang mewakili energi yang meliputi seluruh alam semesta. ↩︎