easter-japanese

1

“Di antara faktor-faktor internal, para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu faktor pun yang mengarah pada bahaya besar selain daripada kelengahan. Kelengahan mengarah pada bahaya besar.”

“Di antara faktor-faktor internal, para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu faktor pun yang mengarah pada manfaat besar selain daripada kewaspadaan. [17] Kewaspadaan mengarah pada manfaat besar.”

(100) “Di antara faktor-faktor internal, para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu faktor pun yang mengarah pada bahaya besar selain daripada kemalasan … (101) … yang mengarah pada manfaat besar selain daripada pembangkitan kegigihan …”2

(102) “… keinginan kuat … (103) … sedikitnya keinginan …”

(104) “… ketidak-puasan … (105) … kepuasan …”

(106) “… pengamatan tidak seksama … (107) … pengamatan seksama …”

(108) “…kurangnya pemahaman jernih … (109) … pemahaman jernih …”

(110) “Di antara faktor-faktor eksternal, para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu faktor pun yang mengarah pada bahaya besar selain daripada pertemanan yang buruk …”

(111) “Di antara faktor-faktor eksternal, para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu faktor pun yang mengarah pada manfaat besar selain daripada pertemanan yang baik …”

(112) “Di antara faktor-faktor internal, para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu faktor pun yang mengarah pada bahaya besar selain daripada pengejaran kualitas-kualitas tidak bermanfaat dan tanpa-pengejaran kualitas-kualitas bermanfaat … (113) … yang mengarah pada manfaat besar selain daripada pengejaran kualitas-kualitas bermanfaat dan tanpa-pengejaran kualitas-kualitas tidak bermanfaat. Pengejaran kualitas-kualitas bermanfaat dan tanpa-pengejaran kualitas-kualitas tidak bermanfaat mengarah pada manfaat besar.”

“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu hal pun yang begitu mengarah pada kemunduran dan lenyapnya Dhamma sejati selain daripada kelengahan. Kelengahan mengarah pada kemunduran dan lenyapnya Dhamma sejati.”

“Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu hal pun yang begitu mengarah pada kelangsungan, ketidak-munduran, dan ketidak-lenyapan Dhamma sejati selain daripada kewaspadaan. [18] Kewaspadaan mengarah pada kelangsungan, ketidak-munduran, dan ketidak-lenyapan Dhamma sejati.”

(116) “Para bhikkhu, Aku tidak melihat bahkan satu hal pun yang begitu mengarah pada kemunduran dan lenyapnya Dhamma sejati selain daripada kemalasan … (117) … yang begitu mengarah pada kelangsungan, ketidak-munduran, dan ketidak-lenyapan Dhamma sejati selain daripada pembangkitan kegigihan …”

(118) “… keinginan kuat … (119) … sedikitnya keinginan …”

(120) “… ketidak-puasan … (121) … kepuasan …”

(122) “… pengamatan seksama … (123) … pengamatan tidak seksama …”

(124) “…kurangnya pemahaman jernih … (125) … pemahaman jernih …”

(126) “… pertemanan yang buruk … (127) … pertemanan yang baik …”

(128) “… pengejaran kualitas-kualitas tidak bermanfaat dan tanpa-pengejaran kualitas-kualitas bermanfaat … (129) … pengejaran kualitas-kualitas bermanfaat dan tanpa-pengejaran kualitas-kualitas tidak bermanfaat. Pengejaran kualitas-kualitas bermanfaat dan tanpa-pengejaran kualitas-kualitas tidak bermanfaat mengarah pada kelangsungan, ketidak-munduran, dan ketidak-lenyapan Dhamma sejati.”

“Para bhikkhu, para bhikkhu itu yang menjelaskan bukan Dhamma sebagai Dhamma sedang bertindak demi bahaya banyak orang, ketidak-bahagiaan banyak orang, demi kehancuran, bahaya, dan penderitaan banyak orang, deva dan manusia.3 Para bhikkhu ini menghasilkan banyak keburukan dan menyebabkan Dhamma sejati ini menjadi lenyap.”

(131) “Para bhikkhu, para bhikkhu itu yang menjelaskan Dhamma sebagai bukan-Dhamma … (132) … bukan-disiplin sebagai disiplin4(133) … disiplin sebagai bukan-disiplin … (134) … apa yang tidak dinyatakan dan tidak diucapkan oleh Sang Tathāgata sebagai telah dinyatakan dan diucapkan oleh Beliau … [19] (135) … apa yang telah dinyatakan dan diucapkan oleh Sang Tathāgata sebagai tidak dinyatakan dan tidak diucapkan oleh Beliau … (136) … apa yang tidak dipraktikkan oleh Sang Tathāgata sebagai telah dipraktikkan oleh Beliau … (137) … apa yang telah dipraktikkan oleh Sang Tathāgata sebagai tidak dipraktikkan oleh Beliau … (138) … apa yang tidak ditetapkan oleh Sang Tathāgata sebagai telah ditetapkan oleh Beliau … (139) … apa yang telah ditetapkan oleh Sang Tathāgata sebagai tidak ditetapkan oleh Beliau sedang bertindak demi bahaya banyak orang, ketidak-bahagiaan banyak orang, demi kehancuran, bahaya, dan penderitaan banyak orang, para deva dan manusia. Para bhikkhu ini menghasilkan banyak keburukan dan menyebabkan Dhamma sejati ini menjadi lenyap.”5


Catatan Kaki
  1. Ee memberi judul bagian pertama dari vagga ini, yang terdiri dari tiga puluh dua sutta pertama, Catukoṭika, “Empat hal,” dan bagian ke dua, yang terdiri dari sepuluh sutta terakhir, Adhammādi, “Bukan-Dhamma, dan seterusnya.” ↩︎

  2. Di sini, dan semua bait hingga 1:113, saya bersama Ce dan Be membacanya sebagai ekaṅgampi tidak seperti Ee ekadhammam pi↩︎

  3. Mp: “Sepuluh kamma bermanfaat adalah Dhamma; sepuluh kamma tidak bermanfaat adalah bukan-Dhamma. Demikian pula, tiga puluh tujuh bantuan menuju pencerahan – yaitu, empat penegakan perhatian, empat usaha benar, empat landasan kekuatan batin, lima indria, lima kekuatan, tujuh faktor pencerahan, dan Jalan Mulia Berunsur Delapan – adalah Dhamma; tiga penegakan perhatian, tiga usaha benar, tiga landasan kekuatan batin, enam indria, enam kekuatan, delapan faktor pencerahan, dan Jalan Mulia Berunsur Sembilan [adalah bukan-Dhamma.] Empat jenis kemelekatan, lima rintangan, tujuh kecenderungan tersembunyi, dan delapan jenis yang salah [lawan dari faktor-faktor jalan mulia] adalah bukan-Dhamma. Mereka mengajarkan bukan-Dhamma sebagai Dhamma ketika mereka memilih salah satu jenis bukan-Dhamma dan berpikir, ‘Kami akan mengajarkan hal ini sebagai Dhamma. Dengan demikian kelompok guru kami akan terbebaskan, dan kami akan menjadi terkenal di dunia ini.’ Dengan metode Vinaya, Dhamma adalah perbuatan disiplin yang harus dilakukan menurut klaim tersebut, setelah ditegur, setelah diingatkan, menurut landasan yang benar. Bukan-Dhamma adalah perbuatan disiplin yang dilakukan tanpa sebuah klaim, tanpa teguran, tanpa diingatkan, menurut landasan yang salah.” ↩︎

  4. Mp: “Dengan metode sutta, disiplin (vinaya) berarti pengendalian, meninggalkan, merefleksikan, dan pelenyapan nafsu, kebencian, dan delusi. Bukan-disiplin (avinaya) berarti tanpa-pengendalian, tidak meninggalkan, tanpa-refleksi, dan tanpa-pelenyapan nafsu, kebencian, dan delusi. Dengan metode Vinaya, disiplin adalah landasan yang benar, usul yang benar, pengumuman yang benar, wilayah terbatas yang benar, dan kumpulan yang benar. Bukan-disiplin adalah landasan yang cacat, usul yang cacat, pengumuman yang cacat, wilayah terbatas yang cacat, dan kumpulan yang cacat.” ↩︎

  5. Mp, selaras dengan komentar-komentar lain, menjelaskan lima jenis lenyapnya Dhamma sejati. Saya merangkumnya: (1) Lenyapnya pencapaian (adhigama-antaradhāna): pelenyapan secara bertahap atas jalan, buah, dan pencapaian-pencapaian tambahan seperti pengetahuan analitis (paṭisambhidā) dan pengetahuan langsung (abhiññā). (2) Lenyapnya praktik (paṭipatti-antaradhāna); pelenyapan secara bertahap atas jhāna-jhāna, pandangan terang, jalan, dan buah, dan bahkan lenyapnya perilaku bermoral pada akhirnya. (3) Lenyapnya pembelajaran (pariyatti-antaradhāna): pelenyapan secara bertahap atas Tipitaka, kanon Buddhis. (4) Lenyapnya lambang-lambang (liṅga-antaradhāna): secara bertahap meninggalkan jubah pada mereka yang meninggalkan keduniawian hingga para monastik hanya memakai sehelai kain kuning di leher mereka. (5) Lenyapnya relik-relik (dhātu-antaradhāna): di akhir pengajaran Buddha Gotama, relik-relikNya semua berkumpul di pohon Bodhi di Bodhgaya, membentuk jasmani Sang Buddha, dan lenyap dalam nyala api agung. ↩︎