easter-japanese

Pertama kali ditulis pada tahun 1987 dan sekarang diterjemahkan lebih dari 14 Bahasa. “Pertanyaan Baik Jawaban baik” memberikan jawaban yang jelas, dengan pertimbangan dan cemerlang kepada lebih dari 130 pertanyaan yang seringkali ditanyakan tentang Buddhisme. Seiring waktu Bhante Dhammika mendapatkan pertanyaan juga akan terus ditambahkan dan karena itu akan sedikit berbeda dengan yang sudah tercetak.

Sekitar 18 tahun yang lalu sekelompok siswa Buddhis dari Universitas Singapore datang menemui saya mengeluh bahwa mereka seringkali mendapatkan kesulitan menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang Buddhisme yang diberikan pada mereka. Saya meminta mereka untuk memberikan contoh pertanyaan-pertanyaan tersebut dan ketika sudah saya terima, saya terkejut bahwa umat Buddhis muda, cerdas dan terpelajar hanya mengetahui sedikit tentang agamanya dan ragu dalam menjelaskan tentang agamanya pada orang lain. Saya mencatat banyak pertanyaan, menambahkan beberapa yang sering ditanyakan kepada saya dan jadilah “Pertanyaan Baik Jawaban Baik”. Yang sebenarnya ditujukan untuk orang Singapura, mengejutkan dan memberikan rasa puas juga, telah menyebar kepada pembaca internasional. Lebih dari 150,000 buku edisi bahasa Inggris telah dicetak dan telah dicetak kembali berulangkali di Amerika, Malaysia, India, Thailand dan Sri Lanka. Dan juga telah diterjemahkan ke 14 bahasa, yang terakhir Bahasa Indonesia dan Spanyol. Dalam edisi ke-empat yang telah diperbaharui dan diperbesar saya telah menambahkan beberapa pertanyaan dan memberikan, saya harap, jawaban-jawaban yang baik atas pertanyaan-pertanyaan tersebut. Saya juga telah menambahkan sebuah bab yang berisi beberapa peribahasa oleh Sang Buddha. Semoga buku kecil ini akan terus merangsang ketertarikan pada Dhamma Sang Buddha.

Bhikkhu Shravasti Dhammika

Nama Buddhisme itu berasal dari kata budhi yang berarti ‘bangun’ dan karena itu Buddhisme bisa dikatakan adalah filosofi pencerahan. Filosofi ini berasal dari pengalaman Siddhatta Gotama, yang kenal sebagai Sang Buddha, yang tercerahkan pada usia 35 tahun. Buddhisme sekarang sudah lebih dari 2500 tahun dan memiliki pengikut sekitar 300 juta diseluruh dunia. Sampai sekitar seratus tahun yang lalu sebelumnya Buddhisme merupakan terutama merupakan filosofi Asia kemudian mulai berkembang di Eropa, Australia dan Amerika.

Kata filosofi berasal dari dua kata philo, yang berarti ‘cinta’, dan sophia yang berarti ‘kebijaksanaan’. Jadi filosofi adalah cinta dari kebijaksanaan atau cinta dan kebijaksanaan, arti keduanya menjelaskan Buddhisme dengan sangat sempurna. Buddhisme mengajarkan bahwa kita harus mencoba untuk mengembangkan kemampuan intelektual kita semaksimal mungkin agar kita dapat mengerti dengan jelas. Buddhisme juga mengajarkan kita untuk mengembangkan cinta kasih dan kebaikan agar kita dapat seperti seorang teman sejati bagi semua mahluk. Jadi Buddhisme adalah sebuah filosofi tetapi bukan hanya sebuah filosofi biasa. Buddhisme adalah filosofi tertinggi.

Pada tahun 563 SM seorang bayi terlahir di sebuah keluarga kerajaan di India utara. Beliau dibesarkan dalam kekayaan dan kemewahan tetapi pada akhirnya mendapatkan bahwa kenyamanan dan keamanan duniawi tidak menjamin kebahagiaan. Beliau sangat tergerak oleh penderitaan yang beliau lihat disekitar dan bertekad untuk mendapatkan kunci kebahagiaan manusia. Ketika beliau 29 tahun beliau meninggalkan istri dan anaknya dan pergi untuk duduk di kaki para guru-guru religius besar pada saat itu dan belajar dari mereka. Mereka mengajarkan beliau banyak tetapi tidak ada yang sesungguhnya mengetahui penyebab penderitaan manusia dan cara untuk mengatasinya. Akhirnya, setelah enam tahun mempelajari, berusaha dan meditasi beliau akhirnya mendapatkan sebuah pengalaman dimana semua ketidaktahuan lenyap dan beliau sekejap mengerti. Sejak hari itu beliau disebut Sang Buddha, Yang Tercerahkan. Dalam 45 tahun setelah itu beliau mengelilingi seluruh India utara untuk mengajarkan apa yang telah ditemukannya. Belas kasih dan kesabarannya legendaris dan beliau memiliki ribuan pengikut. Pada usianya yang ke 80 tahun, dalam keadaan tua dan sakit, tetapi tetap berwibawa dan damai, beliau akhirnya meninggal.

Hal itu bukan hal yang mudah bagi Sang Buddha untuk meninggalkan keluargannya. Beliau pasti cemas dan gelisah yang sangat lama sebelum akhirnya pergi. Tetapi beliau mempunya sebuah pilihan, mendedikasikan dirinya untuk keluarga atau mendedikasikan dirinya untuk dunia. Pada akhirnya, belas kasih beliau yang besar membuat beliau mendedikasikan dirinya untuk seluruh dunia dan seluruh dunia sekarang masih merasakan manfaat dari pengorbanannya. Ini bukan tidak bertanggung jawab. Tetapi mungkin adalah pengorbanan yang paling besar yang pernah dilakukan.

Faraday yang menemukan listrik sudah meninggal dunia, tetapi apa yang ditemukannya masih menolong kita. Luis Pasteur yang menemukan banyak obat penyakit juga sudah meninggal dunia, tetapi penemuan medisnya masih menyelamatkan jiwa. Leonardo da Vinci yang menciptakan maha karya seni sudah meninggal dunia, tetapi apa yang telah diciptakannya masih dapat menyenangkan hati dan memberikan kebahagian. Pahlawan-pahlawan besar walaupun sudah meninggal dunia selama berabad-abad tetapi ketika kita membaca jasa-jasa mereka dan pencapaiannya kita masih dapat terinspirasi untuk bertindak seperti mereka. Ya, Sang Buddha telah meninggal dunia tetapi 2,500 tahun kemudian ajarannya masih tetapi menolong orang-orang, contohnya tetap menginspirasi orang-orang, kata-katanya masih tetap merubah hidup orang-orang. Hanya seorang Buddha yang dapat memiliki kekuatan seperti itu berabad-abad setelah wafatnya.

Bukan. Beliau tidak mengaku bahwa beliau adalah tuhan, anak tuhan atau bahkan utusan tuhan. Beliau adalah seorang manusia yang menyempurnakan dirinya dan mengajarkan bahwa jika kita mengikuti contohnya kita dapat menyempurnakan diri kita juga.

Ada beberapa tipe pemujaan. Ketika seseorang menyembah tuhan, mereka memujinya, memberikan persembahan dan meminta keinginannya, meyakini bahwa tuhan akan mendengar pujian mereka, menerima persembahan mereka dan menjawab doa-doa mereka. Seorang Buddhis tidak melakukan pemujaan seperti ini. Pemujaan jenis lainnya adakah ketika kita menunjukkan rasa hormat pada seseorang atau pada sesuatu yang kita kagumi. Ketika seorang guru berjalan memasuki sebuah ruangan kita berdiri, ketika kita bertemu orang terhormat kita berjabat tangan, ketika lagu kebangsaan dimainkan kita bersikap hormat. Semua ini adalah sikap hormat dan pemujaan dan menandakan rasa kagum kita untuk orang atau benda tertentu. Ini adalah tipe pemujaan yang dilakukan Buddhis. Sebuah patung Buddha dengan tangannya yang diletakkan dengan lembut dipangkuannya dan dengan senyum yang penuh welas kasih mengingatkan kita untuk berusaha untuk mengembangkan kedamaian dan cinta kasih didalam diri kita. Wewangian dupa mengingatkan kita pada pengaruh kebajikan yang menyebar, lilin mengingatkan kita pada cahaya pengetahuan dan bunga, yang segera layu dan mati, mengingatkan kita pada ketidakkekalan. Ketika membungkukkan tubuh kita menunjukkan rasa terima kasih kita pada Sang Buddha untuk apa yang telah diberikan oleh ajarannya. Ini adalah arti dari pemujaan Buddhis.

Pernyataan demikian hanya menunjukkan kesalahpahaman orang yang mengatakannya. Kamus mendefiniskan berhala sebagai ‘sebuah gambaran atau patung yang disembah sebagai tuhan.’ Seperti yang sudah kita ketahui, Buddhis tidak mempercayai Buddha sebagai tuhan, lalu bagaimana mungkin mereka dapat mempercayai sepotong kayu atau logam adalah tuhan? Semua agama menggunakan simbol untuk mewakili berbagai keyakinan mereka. Dalam Taoisme, diagram yin-yang digunakan sebagai simbol harmoni diantara yang saling berlawanan. Dalam Sikhisme, pedang digunakan sebagai lambang perjuangan spiritual. Dalam Kristiani, ikan digunakan sebagai lambang keberadaan Kristus dan salib untuk mewakili pengorbanannya. Dalam Buddhisme, patung Buddha mengingatkan kita dimensi manusia dalam ajaran Buddhis, fakta bahwa Buddhisme adalah ajaran tentang manusia bukan tentang tuhan, dimana kita harus melihat kedalam, bukan keluar untuk mencari kesempurnaan dan pengertian. Karena itu, mengatakan bahwa Buddhis menyembah berhala adalah sama seperti mengatakan Kristiani menyembah ikan atau bentuk geometris.

Banyak hal yang terlihat aneh ketika kita tidak mengerti. Daripada kita mengatakan hal-hal itu aneh, kita lebih baik mencoba mencari tahu maknanya. Akan tetapi, benar bahwa beberapa hal dilakukan Buddhis berasal dari takhayul populer dan salah mengerti akan ajaran Sang Buddha. Dan kesalahmengertian ini tidak hanya ditemukan dalam Buddhisme saja tetapi ada dalam semua agama dari waktu ke waktu. Sang Buddha mengajarkan kita dengan jelas dan mendetail dan jika beberapa orang gagal untuk mengerti sepenuhnya, dia tidak dapat disalahkan karena itu. Ada sebuah kalimat dari teks Buddhis:

“Jika seseorang menderita karena sebuah penyakit tidak mencari pengobatan bahkan ketika ada seorang dokter disana, itu bukan salah dari si dokter. Demikian juga, jika seseorang tertekan dan tersiksa oleh penyakit karena kekotoran batin tetapi tidak mencari bantuan dari Sang Buddha, ini bukan salah Sang Buddha” Jn. 28-9

Tidak seharusnya Buddhisme atau agama apapun dihakimi oleh mereka yang tidak mempraktekkannya dengan baik. Jika anda ingin mengetahui ajaran Buddhisme, pelajarilah kata-kata Sang Buddha atau berbicaralah pada mereka yang mengerti dengan baik.

Sesuai tradisi, Pangeran Siddhatta terlahir, menjadi seorang Buddha dan wafat pada bulan purnama di bulan Vesakha, bulan kedua pada penanggalan India yang merupakan bulan April-Mei pada penanggalan barat. Pada hari itu semua Buddhis di semua tempat merayakan kejadian-kejadian tersebut dengan mengunjungi vihara, turut dalam berbagai upacara atau mungkin melewati harinya dengan bermeditasi.

Jika miskin yang dimaksud adalah miskin secara ekonomi, maka hal itu benar bahwa beberapa negara Buddhis itu miskin. Tetapi jika miskin yang dimaksud adalah miskin secara kualitas hidup, maka mungkin beberapa negara Buddhis sangat kaya. Amerika sebagai contohnya, adalah sebuah negara yang secara ekonomi kaya dan kuat tetapi kejahatannya salah satu yang tertinggi didunia, jutaan orang lanjut usia diterlantarkan oleh anak-anaknya dan meninggal kesepian di rumah jompo, kekerasan domestik, eksploitasi anak, kecanduan obat-obatan adalah masalah besar dan satu dari tiga pernikahan berakhir dengan perceraian. Kaya dalam pengertian uang tetapi mungkin miskin dalam pengertian kualitas hidup. Sekarang jika anda melihat pada beberapa negara Buddhis tradisional anda akan menemukan situasi yang sangat berbeda. Orang tua dihargai dan dihormati oleh anak-anaknya, tingkat kejahatan relatif rendah, perceraian dan bunuh diri jarang dan nilai-nilai tradisional seperti kelembutan, kemurahan hati, ramah tamah pada orang lain, toleransi dan menghormati orang lain masih kuat. Secara ekonomi masih tertinggal tetapi mungkin kualitas hidup yang lebih tinggi dibanding negara seperti Amerika. Akan tetapi, bahkan jika kita menilai negara-negara Buddhis hanya secara ekonomik saja, salah satu negara yang kaya dan paling dinamis ekonominya didunia sekarang adalah Jepang dimana persentase besarnya menyebut dirinya adalah Buddhis.

Mungkin karena Buddhis tidak merasa untuk menyombongkan perbuatan baik yang mereka lakukan. Beberapa tahun yang lalu pemimpin Buddhis Jepang Nikkho Nirwano menerima Templeton Prize untuk usahanya dalam mempromosikan keharmonisan antar agama. Demikian juga seorang bhikkhu Thai belakangan ini mendapatkan penghargaan bergengsi Magsaysay Prize untuk usahanya yang luar biasa bagi para pecandu obat-obatan. Pada tahun 1987 bhikkhu Thai lainnya, Kantayapiwat diberikan penghargaan Norwegian Children’s Peace untuk karyanya yang bertahun-tahun menolong anak-anak yang tidak memiliki rumah di daerah perdesaan. Dan bagaimana dengan kerja sosial berskala besar yang telah dilakukan bagi para orang miskin di India oleh Western Buddhist Order? Mereka membangun sekolah, pusat perawatan anak, klinik dan industri skala kecil untuk pemenuhan-sendiri. Buddhis melihat bahwa membantu orang lain sebagai sebuah ekspresi praktek religius sama seperti agama-agama lainnya tetapi mereka percaya bahwa hal itu seharusnya dilakukan dengan diam-diam dan tanpa mempromosikan diri.

Ada banyak tipe gula - gula coklat, gula putih, gula batu, sirup dan gula kue tetapi semua kue itu memiliki rasa manis. Gula-gula tersebut diproduksi dalam bentuk berbeda tetapi dapat digunakan dalam berbagai cara. Buddhisme juga demikian: ada Buddhisme Theravada, Buddhisme Zen, Buddhisme Tanah Suci, Buddhisme Yogacara dan Buddhisme Vajrayana tetapi semua adalah ajaran-ajaran Sang Buddha dan semua miliki rasa yang sama - rasa pembebasan. Buddhisme telah berevolusi menjadi bentuk-bentuk berbeda agar dapat sesuai dengan kebudayaan-kebudayaan yang berbeda dimana Buddhisme berada. Sekarang telah diintepretasi ulang selama berabad-abad agar tetap sesuai dengan generasi baru. Dari luar, tipe-tipe Buddhisme mungkin terlihat sangat berbeda tetapi ditengah masing-masing adalah Empat Kebenaran Mulia dan Jalan Mulia Berunsur Delapan. Semua agama utama, termasuk Buddhisme, memiliki pecahan menjadi aliran-aliran dan sekte-sekte. Mungkin perbedaan antara Buddhisme dan agama-agama lainnya adalah perbedaan antar aliran-aliran itu selalu sangat bertoleransi dan bersahabat sesamanya.

Tidak ada Buddhis yang mengerti ajaran Sang Buddha berpikir bahwa agama lain adalah salah. Tidak seorangpun yang telah melakukan usaha untuk mempelajari agama-agama lain dengan pikiran terbuka dapat berpikir seperti itu juga. Yang pertama dapat anda ketahui ketika anda mempelajar berbagai agama berbeda adalah seberapa banyak persamaannya. Semua agama mengakui bahwa kondisi manusia sekarang adalah tidak memuaskan. Semua percaya bahwa perubahan cara berpikir dan tingkah laku dibutuhkan jika ingin memperbaiki situasi manusia sekarang. Semua mengajarkan etika-etika termasuk cinta, kasih sayang, kesabaran, kemurahan hati dan tanggung jawab sosial dan semua menerima keberadaan sebentuk Absolute. Mereka menggunakan bahasa-bahasa berbeda, nama-nama berbeda dan lambang-lambang berbeda untuk menggambarkan dan menjelaskan hal-hal ini. Hanya ketika orang melekat dengan pikiran sempit pada cara melihat mereka maka ketidaktoleransian, kesombongan dan merasa benar sendiri akan muncul.

Bayangkan orang Inggris, orang Perancis, orang China dan orang Indonesia semua melihat pada sebuah cangkir. Orang Inggris akan berkata, “Itu adalah sebuah cup”. Orang Perancis akan menjawab, “Bukan. Itu adalah sebuah tasse”. Kemudian orang China berkomentar, “Kamu berdua salah. Itu adalah sebuah pei”. Akhirnya orang Indonesia menertawakan mereka dan berkata, “Bodoh sekali kalian. Itu adalah sebuah cawan”. Kemudian orang Inggris membuka kamus dan menunjukkan pada lainnya. “Saya dapat membuktikan kalau itu adalah sebuah cup. Kamus saya berkata demikian”. “Kalau demikian kamus kamu salah”, kata orang Perancis, “karena kamus saya dengan jelas menyatakan itu adalah sebuah tasse”. Orang China mengejek; “Kamus saya bilang itu adalah sebuah pei dan kamus saya itu ribuan tahun lebih tua dibanding kamus kamu karena itu kamus saya itu pasti benar. Dan lagi pula, lebih banyak orang berbahasa China dibanding bahasa lainnya, karena itu pasti itu adalah pei”. Sementara kita meributkan dan berdebat, satu orang lagi datang dan minum dari cangkir itu dan berkata pada yang lain, “Apapun namanya, cup, tasse, pei atau cawan, fungsi dari cangkir ini untuk menampung air sehingga bisa diminum. Berhentilah berdebat dan minum, berhentilah meributkannya dan hilangkan dahagamu”. Ini adalah sikap Buddhis pada agama-agama lain.

Agama adalah sebuah fenomena yang sangat kompleks dan luas untuk diwakili oleh sebuah pernyataan pendek yang indah seperti itu. Seorang Buddhis mungkin berkata bahwa pernyataan ini mengandung elemen kesalahan dan kebenaran. Buddhisme mengajarkan bahwa tidak ada tuhan sementara Kristiani, contohnya, mengajarkan ada. Saya pikir ini adalah sebuah perbedaan yang sangat penting. Akan tetapi, ada sebuah cuplikan bagus dari alkitab sebagai berikut:

“Jika saya berkata dalam bahasa manusia dan malaikat tetapi tanpa cinta kasih, saya hanya sebuah gong atau simbal yang beradu yang berisik. Jika saya memiliki hadiah wahyu dan dapat mengerti semua misteri dan semua pengetahuan, dan jika saya memiliki keyakinan yang sangat kuat yang dapat menggerakkan sebuah gunung, tetapi saya tidak memiliki cinta kasih, saya bukan apa-apa. Jika saya memberikan semua yang saya punya pada orang miskin dan bahkan mengorbankan tubuh saya ke api tetapi saya tidak memiliki cinta kasih, Saya tidak mendapatkan apa-apa. Cinta kasih adalah kesabaran, cinta kasih adalah kebaikan. Cinta kasih tidak iri, tidak congkak, tidak sombong. Cinta kasih tidak kasar, tidak mendahulukan diri sendiri, tidak mudah marah, tidak mencatat kesalahan. Cinta kasih tidak bersenang pada kejahatan tetapi bersenang pada kebenaran. Cinta kasih selalu melindungi, selalu percaya, selalu gigih.” I Cor.13-7

Ini sama persis seperti apa yang diajarkan Buddhisme - bahwa kualitas hati lebih penting dari kesaktian supranatural apapun yang kita bisa miliki, kemampuan kita meramalkan masa depan, kekuatan keyakinan atau perbuatan luar biasa apapun yang bisa kita lakukan. Ketika kita sampai pada konsep teologi dan teori Buddhisme dan Kristiani tentu berbeda. Tetapi kita pada kualitas-batin, etika dan tingkah-laku keduanya sangat mirip.

Sebelum kita jawab petanyaan itu akan lebih baik kita mendefinisikan kata ‘ilmiah’ dahulu. Ilmiah adalah, menurut kamus, ‘pengetahuan yang dapat dibuat menjadi sebuah sistem, dimana berdasarkan pada melihat dan membuktikan fakta-fakta dan menyatakan hukum alam umum, cabang pengetahuan seperti itu, semuanya yang dapat dipelajari secara pasti’. Ada aspek-aspek dalam Buddhisme yang tidak dapat masuk dalam definisi tersebut tetapi ajaran Buddhisme utama, Empat Kebenaran Mulia, tentu saja masuk kedalam ilmiah. Penderitaan, Kebenaran Mulia Pertama, adalah sebuah pengalaman yang dapat di definisikan, dialami dan diukur. Kebenaran Mulia Ke-Dua menyatakan bahwa penderitaan memiliki sebuah penyebab alami, ketagihan, yang sama juga dapat di definisikan, dialami dan diukur. Belum ada yang mencoba untuk menjelaskan penderitaan dalam istilah-istilah konsep metafisik atau mitos. Menurut Kebenaran Mulia Ke-Tiga, penderitaan diakhiri, tidak bergantung pada sosok maha kuasa, dengan keyakinan/iman atau dengan doa-doa tetapi dengan menghilangkan penyebabnya. Ini tidak terbantahkan. Kebenaran Mulia Ke-Empat, Jalan untuk mengakhiri penderitaan, sekali lagi, tidak berhubungan dengan metafisik tetapi bergantung pada bertingkah laku dengan cara tertentu. Dan sekali lagi tingkah laku itu terbuka untuk di uji, Buddhisme membuang konsep mahluk maha kuasa, sama seperti ilmu pengetahuan, dan menjelaskan sumber dan cara bekerja alam semesta dengan istilah-istilah hukum-hukum alam. Semua ini tentu memiliki semangat ilmiah. Sekali lagi, Sang Buddha terus menerus menasehati bahwa kita tidak boleh meyakini buta tetapi dengan mempertanyakan, memeriksa, menginvestigasi dan berdasarkan pengalaman kita sendiri, tentu memiliki sifat ilmiah. Dalam Kalama Sutta yg terkenal itu Sang Buddha berkata;

“Jangan karena wahyu atau tradisi, jangan karena gosip atau kitab suci, jangan karena kata orang lain atau hanya logika semata, jangan karena prasangka memihak pada sebuah pendapat atau kemampuan berpura-pura seseorang dan jangan karena pendapat “Beliau adalah guru kami”. Tetapi ketika dirimu sendiri mengetahui sebuah hail itu baik, dan patut dipuji, yang dipuji oleh para bijaksana dan ketika dipraktekan dan diamati membawa pada kebahagiaan, maka ikutilah hal tersebut.” -A.I, 188

Lalu kita dapat katakan bahwa meskipun Buddhisme tidak sepenuhnya ilmiah, bisa dipastikan bahwa Buddhisme memiliki sifat ilmiah yang kuat dan sudah tentu lebih ilmiah dibandingkan agama lainnya. Ditekankan oleh Albert Einstein, ilmuwan terhebat pada abad 20 tentang Buddhisme:

“Yang akan menjadi agama masa depan adalah agama kosmik. agama yang melampaui Tuhan personal dan menghindari dogma dan teologi. Meliputi natural dan spiritual, dan berdasarkan perasaan religius yang muncul dari pengalaman akan segala hal, natural dan spiritual dan penyatuan yang berarti. Buddhisme menjawab penjelasan tersebut. Jika ada agama yang dapat menjawab kebutuhan ilmu pengetahuan moderen, agama tersebut adalah Buddhisme.”

Sang Buddha memberikan nama alternatif untuk Jalan Mulia Berunsur Delapan, majjhima patipada, yang berarti ‘Jalan Tengah.’ Ini adalah nama yang sangat penting karena memberitahu kita bahwa tidak cukup hanya mengikuti Sang Jalan, tetapi kita harus mengikutinya dengan cara tertentu. Orang-orang dapat menjadi sangat kaku tetang aturan dan praktek keagamaan dan berakhir menjadi benar-benar fanatik. Dalam Buddhisme aturan-aturan harus diikuti dan praktek dilakukan dengan seimbang dan selayaknya yang menghindari ekstrimisme dan berlebihan. Sebuah petuah Romawi kuno ‘Secukupnya pada semua hal’ dan Buddhis menyetujui ini sepenuhnya.

Tidak, hal itu tidak benar. Buddhisme dan Hinduisme memiliki banyak pandangan etika yang sama, keduanya menggunakan istilah yang sama seperti kamma, samadhi dan nirvana dan keduanya berasal dari India. Ini yang menyebabkan beberapa orang berpikir bahwa keduanya adalah sama atau sangat mirip. Tetapi jika kita melihat lebih jauh dari kemiripan dipermukannya kita akan melihat bahwa kedua agama tersebut sangat berbeda. Contohnya, Hindu mempercayai pada seorang tuhan adikuasa sementara Buddhis tidak. Salah satu ajaran utama filosofi sosial Hindu adalah konsep kasta, yang dengan teguh ditolak oleh Buddhisme. Penyucian ritual adalah sebuah praktek penting dalam Hinduisme tetapi tidak ada di Buddhisme. Dalam naskah Buddhis Sang Buddha sering diceritakan mengkritik apa yang diajarkan para Brahmana, pendeta Hindu, dan mereka sangat tidak menyetujui beberapa pandangan beliau. Hal ini tidak akan terjadi jika Buddhisme dan Hinduisme adalah sama.

Hinduisme memang mengajarkan doktrin kamma dan juga reinkarnasi. Tetapi, versi mereka dari kedua ajaran tersebut sangat berbeda dari versi Buddhisme. Contohnya, Hinduisme mengajarkan bahwa kita ditentukan oleh kamma kita sementara dalam Buddhisme mengajarkan kamma kita hanya kondisi bagi kita. Menurut Hinduisme sebuah roh abadi atau atman berpindah dari satu kehidupan ke berikutnya sementara Buddhisme menolak keberadaan roh seperti itu tetapi mengatakan bahwa hal itu hanyalah aliran perubahan energi mental yang terus menerus yang terlahir. Hal tersebut hanya beberapa dari banyak perbedaan antara kedua agama tentang kamma dan kelahiran-kembali. Akan tetapi, meskipun jika ajaran Buddhis dan Hindu sama persis hal ini tidak berarti bahwa Sang Buddha dengan tanpa berpikir menyalin pandangan yang lainnya.

Hal ini kadang-kadang terjadi antara 2 orang, masing-masing secara mandiri, menemukan hal yang sama persis. Sebuah contoh yang bagus adalah penemuan evolusi. Pada 1858, sesaat sebelum beliau menerbitkan bukunya yang terkenal The Origin of the Species, Charles Darwin mendapatkan bahwa orang lain yang bernama Alfred Russel Wallace, telah mengutarakan pandangan evolusi sama seperti yang telah dia lakukan. Darwin dan Wallace tidak saling menyalin ide diantara mereka; tetapi, dengan mempelajari fenomena yang sama mereka sampai pada kesimpulan yang sama tentang itu. Maka bahkan jika pandangan Hindu atau Buddhis tentang kamma dan kelahiran-ulang sama persis, yang sebenarnya tidak, hal ini bukanlah bukti dari meniru. Sebenarnya adalah melalui pandangan mendalam yang dikembangkan dengan meditasi pertapa Hindu tidak memahami tentang kamma dan kelahiran-kembali yang kemudian dibabarkan oleh Sang Buddha dengan lebih lengkap dan lebih tepat.

Semua ajaran-ajaran Sang Buddha berpusat pada Empat Kebenaran Mulia sama seperti tepi roda dan jari-jarinya mengarah ke tengah roda. Hal itu disebut “Empat” karena ada empat. Disebut “Mulia” karena hal itu yang membuat orang-orang yang memahaminya menjadi suci/mulia dan disebut “Kebenaran” karena, berhubungan dengan realitas, hal tersebut adalah benar.

Kebenaran Mulia pertama adalah kehidupan adalah penderitaan. Hidup adalah untuk menderita. Adalah tidak mungkin kita hidup tanpa merasakan bentuk-bentuk tertentu dari rasa sakit atau kesedihan. Kita harus mengalami penderitaan fisik seperti sakit, luka, letih, usia tua dan akhirnya mati dan kita harus mengalami penderitaan psikologi seperti kesepian, frustasi, takut, malu, kecewa, marah, dll.

Kamus mendefinisikan pesimisme sebagai “kebiasaan berpikir apapun yang akan terjadi akan buruk”, atau “keyakinan bahwa kejahatan lebih berkuasa daripada kebaikan”. Buddhisme tidak mengajarkan kedua pandangan tersebut. Tidak juga menyangkal adanya kebahagiaan. Buddhisme hanya mengatakan bahwa hidup itu adalah mengalami penderitaan fisik dan psikologi yang pertanyaan tersebut sangat benar dan sangat jelas sekali tidak dapat disangkal. Buddhisme mulai dengan sebuah pengalaman, sebuah fakta tak terbantahkan, sebuah hal yang diketahui semua orang, yang semua orang telah alami dan yang semua orang coba untuk hindari. Dengan demikian, Buddhisme memulai dengan langsung menuju pada inti dari tujuan bagi setiap orang - penderitaan dan bagaimana menghindarinya.

Kebenaran Mulia Ke-Dua adalah ketagihan menyebabkan segala penderitaan. Ketika kita melihat pada penderitaan psikologi, sangat mudah untuk melihat bahwa hal itu disebabkan oleh ketagihan. Ketika kita menginginkan sesuatu tetapi tidak bisa kita dapatkan, kita merasakan kekecewaan atau frustasi. Ketika kita mengharapkan orang lain sesuai ekspektasi kita dan mereka tidak sesuai, kita merasa sedih dan marah. Ketika kita orang lain untuk menyukai kita dan mereka tidak menyukai kita, kita merasa sakit hati. Bahkan ketika kita menginginkan sesuatu dan bisa mendapatkannya, ini tidak sering membawa pada kebahagiaan karena hal itu tidak lama sebelum kita merasa bosan dengan hal itu, tidak tertarik lagi pada hal itu dan mulai menginginkan hal lainnya. Secara sederhana, Kebenaran Mulia Ke-Dua mengatakan bahwa mendapatkan apa yang engkau inginkan tidak menjamin kebahagiaan. Daripada berjuang terus menerus mendapatkan apa yang engkau inginkan, coba untuk merubah keinginanmu. Keinginan itu menghilangkan kepuasan dan kebahagiaan.

Seumur hidup terus ingin dan ketagihan ini dan itu dan khususnya ketagihan untuk terus ada menciptakan sebuah energi kuat yang menyebabkan individual terlahir-kembali. Ketika kita terlahir-kembali, kita memiliki tubuh dan seperti yang sudah disampaikan, tubuh itu dapat terluka dan terkena penyakit; tubuh bisa letih karena kerja; akan menua dan akhirnya mati. Karena itu, ketagihan membawa pada penderitaan fisik karena hal tersebut menyebabkan kita terlahir-kembali.

Benar. Tetapi apa yang Sang Buddha katakan adalah ketika keinginan kita, ketagihan kita, ketidapuasan kita dengan apa yang telah kita miliki dan kerinduan terus-menerus kita untuk lebih dan lebih menyebabkan kita menderita, lalu kita harus mencoba berhenti melakukannya. Beliau meminta kita untuk membedakan antara apa yang kita butuhkan dan apa yang kita inginkan dan berusaha pada apa yang kita butuhkan dan merubah apa yang kita inginkan. Beliau mengajarkan kita bahwa kebutuhan kita dapat terpenuhi tetapi keinginan kita itu tidak terbatas seperti lubang tanpa dasar. Ada kebutuhan-kebutuhan esensial, mendasar dan dapat diperoleh dan kita harus berusaha untuk hal tersebut. Keinginan yang lebih dari itu harus dikurangi dengan bertahap. Lagi pula, apakah tujuan dari hidup? Untuk mendapatkan atau menjadi puas dan bahagia.

Ada banya bukti hal itu terjadi tetapi kita akan bahas hal itu lebih detail setelah ini.

Kebenaran Mulia Ke-Tiga adalah penderitaan dapat diatasi dan kebahagiaan dapat dicapai. Mungkin ini adalah bagian terpenting dari Empat Kebenaran Mulia karena didalam ini Sang Buddha meyakinkan kita bahwa kebahagiaan sejati dan kepuasan itu mungkin. Ketika kita melepaskan ketagihan yang tak berarti itu dan belajar untuk hidup setiap hari setiap waktu, menikmati tanpa dengan gelisah menginginkan apa yang bisa didapat dari hidup ini, dengan sabar bertahan dalam problem-problem kehidupan melibatkan tanpa air mata, kebencian dan kemarahan, kemudian kita menjadi bahagia dan bebas. Lalu dan hanya lalu, kita dapat hidup dengan sepenuhnya. Karena kita tidak lagi terobsesi dengan pemuasan keinginan egois kita sendiri, kita mendapatkan banyak waktu untuk menolong lainnya untuk memenuhi kebutuhan mereka. Keadaan ini yang disebut Nirvana.

Nirvana adalah sebuah dimensi melampau waktu dan ruang dan karena itu sulit untuk dibicarakan atau bahkan dipikirkan, kata-kata dan pikiran hanya dapat menjelaskan dimensi waktu-ruang. Tetapi karena Nirvana melampaui waktu, maka tidak ada pergerakan, tidak ada pergesekan dan tidak ada penuaan atau kematian. Karena itu Nirvana adalah abadi. Karena hal itu melampaui ruang, maka tidak ada sebab, tidak ada batas, tidak ada konsep diri atau bukan diri dan karena itu Nirvana adalah tak terhingga. Sang Buddha juga menyakinkan kita bahwa Nirvana adalah pengalaman dari kebahagiaan luar biasa. Beliau mengatakan:

“Nirvana adalah kebahagiaan tertinggi.” Dp.204

Tidak ada. Tetapi keberadaan dapat dideduksi secara tidak langsung. Jika ada sebuah dimensi dimana waktu dan ruang dapat beroperasi dan ada dimensi seperti itu - dunia yang kita alami - kemudian kita dapat menyimpulkan bahwa ada dimensi dimana waktu dan ruang tidak beroperasi - Nirvana. Lagi, bahkan meskipun kita tidak dapat membuktikan Nirvana itu ada, kita memiliki kata-kata Sang Buddha yang menjelaskan bahwa Nirvana ada. Beliau mengatakan pada kita:

‘Ada yang tak-terlahir, yang tidak-menjadi, yang tidak-terbentuk, yang tidak-berpadu. Jika tidak ada yang tak-terlahir, yang tidak-menjadi, yang tidak-terbentuk, yang tidak-berpadu, maka tidak ada jalan keluar dari kelahiran, menjadi, terbentuk, dan berpadu. Tetapi karena ada yang tak-terlahir, tidak-menjadi, tidak-terbentuk, dan tidak-berpadu, maka ada jalan keluar dari kelahiran, menjadi, terbentuk dan berpadu. - Ud, 80

Kita akan mengetahui ketika kita mencapainya. Sampai waktu itu nanti, kita masih dapat berlatih.

Kebenaran Mulia Ke-Empat adalah Jalan menuju untuk mengatasi penderitaan. Jalan ini disebut dengan Jalan Mulia Berunsur Delapan dan terdiri dari Pemahaman Sempurna, Pikiran Sempurna, Ucapan Sempurna, Perbuatan Sempurna, Penghidupan Sempurna, Usaha Sempurna, Perhatian-Penuh Sempurna dan Konsentrasi Sempurna. Kehidupan Buddhis terdiri dari praktek delapan hal-hal ini sampai semuanya lengkap. Anda akan melihat bahwa langkah-langkah pada Jalan Mulia Berunsur Delapan melingkupi semua aspek kehidupan: intelektual, etikal, sosial dan ekonomi dan psikologi dan karena itu berisi semua yang dibutuhkan untuk menjalani kehidupan yang baik dan mengembangkan secara spiritual.

Tidak. Ada beberapa alasannya. Seperti sosiologis dan psikologis moderen, Sang Buddha melihat bahwa banyak pandangan agama dan khususnya pandangan-tentang-tuhan itu berasal dari kegelisahan dan ketakutan. Sang Buddha berkata:

“Karena diselubungi ketakuan orang-orang pergi ke gunung-gunung keramat, hutan-hutan keramat, pohon-pohon keramat dan kuil-kuil.” Dp. 188

Manusia primitif hidup di alam yang berbahaya dan tidak bersahabat, rasa takut pada binatang buas, takut tidak mendapatkan makanan yang cukup, terluka atau penyakit, dan fenomena alam seperti guntur, petir dan gunung berapi selalu bersama mereka. Tidak menemukan rasa aman, mereka menciptakan konsep tuhan untuk memberikan rasa nyaman pada saat-saat baik, keberanian pada saat-saat berbahagia dan kekuatan pada saat-saat tidak baik. Sampai hari ini anda akan melihat bahwa orang-orang sering menjadi lebih religius disaat-saat krisis, anda akan mendengar mereka berkata bahwa keyakinan pada tuhan atau dewa-dewa memberikan mereka kekuatan yang mereka butuhkan untuk menjalani kehidupan. Sering kali mereka menjelaskan bahwa mereka percaya pada tuhan tertentu karena mereka berdoa pada saat membutuhkan dan doanya terjawab. Semua ini sepertinya mendukung ajaran Sang Buddha bahwa pandangan-tentang-tuhan itu merupakan respon dari rasa takut dan frustasi. Sang Buddha mengajarkan kita untuk mengerti rasa takut kita, mengurangi keinginan kita dan dengan tenang dan berani menerima hal-hal yang tidak dapat kita rubah. Beliau menggantikan rasa takut dengan pemahaman rasional tidak dengan keyakinan tidak berdasar.

Alasan ke-dua Sang Buddha tidak percaya pada tuhan karena tidak ada banyak bukti untuk mendukung pandangan ini. Ada banyak agama, semua mengaku bahwa mereka telah menulis kata-kata tuhan dalam kitab suci mereka, dan hanya mereka sendiri yang mengerti sifat tuhan, bahwa tuhan mereka itu ada dan tuhan dari agama lain tidak ada. Beberapa mengaku bahwa tuhan itu maskulin, beberapa mengaku tuhan itu feminin dan beberapa tidak keduanya. Mereka semua berpuas bahwa ada cukup bukti untuk membuktikan bahwa keberadaan tuhan yang mereka sembah tetapi menghina bukti-bukti yang digunakan agama lain untuk membuktikan keberadaan tuhannya. Mengejutkan bahwa meskipun banyak agama menggunakan banyak cara orisinal selama berabad-abad untuk membuktikan keberadaan tuhan tetapi masih belum ada bukti yang asli, nyata, substansial atau tak terbantahkan. Buddhis menunda memutuskan hal itu sampai bukti-buktinya muncul.

Alasan ke-tiga Sang Buddha tidak mempercayai tuhan karena beliau merasa bahwa keyakinan seperti itu tidak perlu. Beberapa mengaku bahwa keyakinan pada tuhan itu perlu untuk menjelaskan asal mula alam semesta. Tetapi ilmu pengetahuan dengan sangat meyakinkan menjelaskan bagaimana alam semesta mencul tanpa menampilkan konsep-tuhan. Beberapa mengaku bahwa keyakinan pada tuhan itu perlu untuk memiliki kehidupan yang bahagia dan bermakna. Sekali lagi kita dapat melihat bahwa tidak demikian. Ada berjuta-juta atheis dan pemikir-bebas, tanpa menyebut banyak Buddhis juga, yang hidup beguna, bahagia dan bermakna tanpa keyakinan pada tuhan. Beberapa mengaku bahwa keyakinan pada kekuatan tuhan itu perlu karena manusia, yang lemah, tidak memiliki kekuatan untuk menolong diri mereka. Sekali lagi, bukti mengindikasikan kebalikannya. Kita sering mendengar tentang orang-orang yang telah mengatasi ketidakmampuan dan kekurangan besar mereka, keadaan-keadaan tidak terduga dan kesulitan-kesulitan, dengan sumber daya dari dalam, usaha mereka sendiri dan tanpa keyakinan pada tuhan. beberapa mengaku bahwa tuhan itu perlu untuk memberikan penyelamatan. Tetapi argumen ini hanya akan benar jika kita menerima konsep teologis penyelamatan dan Buddhis tidak menerima konsep seperti itu. Berdasarkan pengalamannya sendiri Sang Buddha melihat bahwa setiap manusia memiliki kemampuan untuk menyucikan pikiran, mengembangkan kasih sayang tanpa batas dan belas kasih dan pemahaman sempurna. Beliau menggeser perhatian dari surgawi pada hati dan mendorong kita untuk menemukan solusi masalah-masalah kita melalui pemahaman-pemahaman oleh diri sendiri.

Semua agama memiliki mitos dan kisah-kisah yang mencoba untuk menjawab pertanyaan ini. Pada masa dahulu mitos seperti ini sudah cukup tetapi pada abad ke 21, pada jaman fisika, astronomi dan geologi, mitos-mitos seperti itu telah dilampaui oleh bukti-bukti ilmiah. Ilmu pengetahuan telah menjelaskan sumber dari alam semesta tanpa terpaksa kembali pada konsep tuhan.

Sangat menarik bahwa penjelasan Sang Buddha tentang asal mula alam semesta sangat menyerupai pandangan ilmiah. Dalam Aganna Sutta, Sang Buddha menjelaskan alam semesta hancur dan kemudian ber-evolusi menjadi bentuk yang sekarang setelah jutaan tahun yang tak terhitung. Kehidupan pertama terbentuk pada permukaan air dan lagi, dalam jutaan tahun yang tak terhitung, berevolusi dari organisme sederhana menjadi kompleks. Semua proses ini, Beliau katakan, tanpa awal dan akhir, dan berjalan karena hukum alam.

Ada banyak orang yang mempercayai bahwa mukjizat-mukjizat adalah bukti dari keberadaan tuhan. Kita mendengar pengakuan tak berdasar bahwa kesembuhan terjadi tetapi kita tidak pernah mendapatkan pengakuan independen dari kantor medis atau dokter. Kita mendengar laporan-laporaan “tangan-kedua” bahwa seseorang diselamatkan dari bencana secara mukjizat tetapi kita tidak pernah mendapatkan pengakuan saksi mata apa yang benar-benar terjadi. Kita mendengar gosip bahwa doa menghilangkan penyakit di tubuh dan menguatkan anggota tubuh yang lemah, tetapi kita tidak pernah melihat X-ray atau mendapatkan komentar dari dokter atau perawat untuk membuktikan gosip-gosip ini. Pengakuan tak berdasar, laporan-laporan “tangan-kedua” dan “katanya” adalah bukan merupakan bukti nyata dan bukti nyata dari mukjizat itu sangat langka. Akan tetapi, hal-hal tidak biasanya dan hal-hal yang tak dapat dijelaskan kadang-kadang memang terjadi. Tetapi ketidakmampuan kita untuk menjelaskan hal-hal seperti itu tidak merupakan persetujuan atas keberadaan tuhan. Hal itu hanya membuktikan bahwa pengetahuan kita yang masih tidak lengkap. Sebelum dikembangkan obat-obatan moderen, ketika orang tidak tahu penyebab dari penyakit, mereka percaya bahwa tuhan atau dewa-dewa mengirim penyakit sebagai hukuman. Sekarang kita mengetahui apa penyebab hal-hal seperti itu dan ketika kita sakit, kita minum obat. Pada saat ketika pengetahuan kita tentang dunia tidak lengkap, kita dapat mencari tahu apa penyebab fenomena yang tidak dapat dijelaskan itu, sama seperti kita dapat mengerti apa penyebab penyakit.

Tidak demikian. Ada waktu dimana semua orang mempercayai bahwa dunia itu datar, tetapi semua itu salah. Jumlah orang yang percaya pada sebuah pandangan itu bukan ukuran kebenaran atau kebohongan sebuah pandangan. Satu-satunya cara kita dapat mengatakan pandangan itu benar atau salah adalah dengan melihat dari fakta-fakta dan meneliti bukti-bukti.

Kita tidak mempercayai tuhan karena kita mempercayai kemanusiaan. Kami percaya bahwa setiap manusia itu berharga dan penting, semua memiliki potensi untuk berkembang menjadi seorang Buddha - mahluk yang telah sempurna. Kami percaya bahwa manusia dapat meninggalkan ketidaktahuan dan ketidakrasionalitasannya dan melihat hal-hal demikian adanya. Kami percaya bahwa kebencian, marah, niat buruk dan iri hati dapat digantikan oleh kasih sayang, kesabaran, kemurahan hati dan kelembutan. Kami percaya bahwa semua hal ini masih dalam jangkauan setiap orang jika mereka membuat usaha, dibimbing dan didukung oleh sesama rekan Buddhis lainnya dan diinspirasi oleh contoh yang diberikan oleh Sang Buddha. Seperti yang dikatakan oleh Sang Buddha:

‘Tidak ada yang menyelamatkan kita selain diri kita sendiri, Tidak ada yang dapat dan tidak ada yang mungkin. Diri kita sendiri yang harus menjalani sang jalan, Akan tetapi, Para Buddha telah menunjukkan sang jalan dengan jelas.

  • Dp. 165

Segala pikiran, ucapan atau perbuatan yang berakar pada keserakahan, kebencian dan delusi, dan karena itu akan membawa kita menjauhi dari Nirvana adalah buruk dan segala pikiran, ucapan dan perbuatan yang berakar pada pemberian, cinta kasih dan kebijaksanaan yang akan mendukung pada jalan ke Nirvana adalah baik. Untuk mengetahui apa yang baik dan buruk dalam agama-agama yang berpusat pada tuhan, anda akan diberitahu semua yang harus dilakukan. Dalam agama yang berpusat pada manusia seperti Buddhisme, untuk mengetahui apa yang baik dan buruk, anda harus mengembangkan kesadaran diri dan pemahaman diri yang mendalam. Dan pemahaman yang berdasarkan etika selalu lebih kuat dibandingkan yang merupakan hasil dari perintah. Maka untuk mengetahui apa yang baik dan buruk, Buddhis melihat pada 3 hal - Niat dibelakang perbuatan itu, pengaruh dari perbuatan itu pada diri sendiri dan pada orang lain. Jika niatnya baik (berakar pada kemurahan-hati, cinta kasih dan kebijaksanaan), jika membantu diri sendiri (membantu saya untuk lebih memberi, lebih mengasihi dan lebih bijaksana) dan membantu orang lain (membantu mereka untuk lebih memberi, lebih mengasihi dan lebih bijaksana), maka jasa dan perbuatan saya adalah bermanfaat, baik dan bermoral. Tentu saja, ada banyak variasinya. Terkadang, saya bertindak dengan niat yang terbaik tetapi tidak bermanfaat untuk saya atau lainnya. Terkadang niat saya jauh dari baik, tetapi meskipun demikian tindakan saya menolong orang lain. Terkadang saya bertindak karena niat baik dan tindakan saya membantu saya tetapi mungkin menyebabkan orang lain menjadi susah. Dalam kasus-kasus demikian, tindakan saya adalah campuran - campuran dari baik dan tidak-terlalu-baik. Ketika niatnya buruk dan perbuatannya tidak menolong saya ataupun orang lain, maka perbuatan tersebut adalah buruk. Dan ketika niat saya baik dan perbuatan saya membawa manfaat untuk saya maupun orang lain, maka jasa perbuatan tersebut sepenuhnya baik.

Ya. ada. Lima Sila adalah dasar dari moralitas Buddhis. Lima Sila itu adalah menghindari pembunuhan atau melukai mahluk hidup, yang ke dua adalah menghindari mencuri, yang ke tiga adalah menghindari tindakan seksual tidak benar, yang ke empat adalah menghindari berdusta dan yang ke lima adalah menghindari alkohol dan obat-obatan yang melemahkan kesadaran.

Mungkin hal itu baik untukmu tetapi bagaimanakah bagi serangga atau orang yang kita bunuh? Mereka ingin hidup sama seperti dirimu. Ketika engkau memutuskan untuk membunuh seekor serangga yang menyebarkan penyakit, niatmu mungkin gabungan dari keprihatinan diri (baik) dan rasa jijik (buruk). Tindakan itu akan menguntungkan untuk dirimu (baik) tetapi tentu saja tidak menguntungkan bagi mahluk itu (buruk). Jadi ada kalanya mungkin harus membunuh tetapi tidak pernah sepenuhnya baik.

Buddhis mencoba mengembangkan belas kasih yang tidak membedakan dan merangkul semua. Kita melihat dunia sebagai kesatuan dimana setiap hal dan mahluk memiliki tempat dan fungsinya. Kita percaya bahwa sebelum kita menghancurkan atau mengacau keseimbangan alam yang rapuh, kita harus sangat berhati-hati. Dimana penekanan telah dilakukan pada eksploitasi alam besar-besaran, diperas sampai tetes terakhir tanpa ada yang dikembalikan lagi, menguasai dan menundukkannya, alam telah berontak. Udara menjadi beracun, sungai terpolusi dan mati, banyak binatang dan tumbuhan mengarah pada kepunahan, lereng gunung-gunung menjadi tandus dan tererosi. Bahkan iklim berubah. Jika orang-orang sedikit lebih tidak terlalu menghancur, merusak dan membunuh, situasi buruk ini mungkin tidak akan terjadi. Kita harus berusaha untuk mengembangkan sedikit lebih menghargai untuk semua kehidupan. Dan inilah yang dimaksud dalam Sila Pertama.

Menurut Sang Buddha kehidupan dimulai ketika terjadi pembuahan atau langsung sesudah pembuahan dan melakukan aborsi pada janin adalah melakukan pembunuhan.

Seorang anak dikandung sebagai hasil dari perkosaan berhak untuk hidup dan dicintai seperti anak-anak lainnya. Dia tidak seharusnya dibunuh hanya karena ayah biologisnya melakukan sebuah kejahatan. Melakukan persalinan seorang anak cacat fisik atau cacat mental akan mengakibatkan guncangan mental yang parah untuk orang tuanya tetapi jika menyetujui hal itu mengapa tidak membunuh anak-anak atau orang dewasa yang cacat? Ada kemungkinan situasi dimana aborsi adalah alternatif paling manusiawi, contohnya, untuk menyelamatkan si ibu. Tetapi mari kita jujur, kebanyakan aborsi dilakukan hanya karena kehamilan itu repot, membuat malu atau karena orang tuanya menghendaki menunda untuk memiliki anak. Bagi Buddhis, ini sepertinya adalah alasan-alasan yang buruk untuk menghancurkan kehidupan.

Ketika seseorang membunuh orang lain mereka mungkin melakukannya karena takut, marah, geram, serakah atau emosi-emosi negatif lainnya. Ketika seseorang membunuh dirinya sendiri mereka melakukan karena alasan-alasan yang mirip atau karena emosi negatif lain seperti putus asa atau frustasi. Ketika membunuh adalah hasil dari emosi negatif diarahkan pada orang lain, bunuh diri adalah emosi negatif yang diarahkan pada diri sendiri dan karena itu termasuk melanggar Sila. Akan tetapi, seseorang yang berpikir untuk bunuh diri atau pernah mencoba bunuh diri tidak perlu diberitahu bahwa apa yang mereka lakukan adalah salah. Mereka butuh dukungan kita dan pengertian kita. Kita harus menolong mereka mengerti bahwa bunuh diri adalah menambah masalah mereka, bukan menyelesaikannya.

Ketika kita mengambil Sila kita bertekad untuk tidak mengambil apa yang bukan milik kita. Sila Ke-Dua adalah tentang menahan keserakahan kita dan menghormati hak milik orang lain.

Jika kita menggunakan penipuan, pemerasan emosional atau memaksa seseorang melakukan hubungan seksual dengan kita, maka hal itu bisa dikatakan perbuatan seksual yang tidak benar. Penyelewengan juga adalah salah satu bentuk dari perbuatan seksual yang tidak benar karena ketika kita menikah kita berjanji pada pasangan kita akan setia padanya. Ketika kita melakukan penyelewengan kita melanggar janji dan menghianati kepercayaannya. Seks adalah ekspresi dari cinta dan keintiman antara dua orang dan ketika hal itu berkontribusi pada kesehatan mental dan emosi kita.

Tidak jika ada cinta dan kesepakatan bersama diantara dua orang tersebut. Akan tetapi, perlu diingat bahwa fungsi biologis dari seks adalah reproduksi dan jika seorang wanita yang belum menikah menjadi hamil, hal itu dapat menyebabkan banyak masalah. Banyak orang-orang yang dewasa dan bijaksana berpendapat bahwa lebih baik tidak melakukan seks sampai sesudah menikah.

Beberapa agama mengajarkan bahwa berhubungan seks untuk alasan selain reproduksi adalah imoral dan dengan demikian mereka menganggap segala bentuk pengendalian kelahiran adalah salah. Buddhisme mengakui bahwa seks memiliki beberapa fungsi - reproduksi, rekreasi, dan sebagai ekspresi dari cinta dan kasih sayang antara dua orang, dst. Karena demikian, Buddhisme menganggap semua bentuk pengendalian kelahiran adalah baik kecuali aborsi. Bahkan, Buddhisme akan mengatakan bahwa di dunia dimana ledakan populasi menjadi masalah utama, pengendalian kelahiran adalah suatu berkah.

Jika benar-benar tidak dapat hidup di masyarakat atau melakukan bisnis tanpa berdusta, kondisi demikian yang harus dirubah. Buddhis adalah seseorang yang bertekad untuk melakukan tindakan nyata pada sebuah masalah dengan mencoba menjadi lebih jujur.

Jika saya memiliki alasan yang kuat untuk curiga bahwa orang yang kedua itu akan melakukan hal buruk pada orang yang pertama saya akan, sebagai seorang Buddhis yang cerdas dan perhatian, saya tidak akan ragu untuk berdusta. Telah kita katakan sebelumnya bahwa salah satu faktor yang menentukan apakah itu perbuatan baik atau buruk adalah niatnya. Niatnya untuk menyelamatkan jiwa adalah berkali-kali lipat lebih positif dibandingkan mengatakan sebuah kebohongan dalam kasus seperti ini. Jika berbohong, minum minuman keras atau bahkan mencuri tapi dapat menyelamatkan jiwa, saya akan melakukannya. Saya selalu dapat memperbaiki kesalahan karena melanggar Sila tetapi saya tidak akan pernah mengembalikan kehidupan setelah hilang. Meskipun demikian, seperti yang telah dikatakan sebelumnya, mohon jangan menganggap ini sebagai ijin untuk melanggar Sila. Sila harus dipraktekkan dengan penuh perhatian dan hanya dilanggar dalam kasus-kasus ekstrim saja.

Orang tidak minum alkohol karena rasanya. Ketika mereka minum sendiri adalah untuk mencari pelepasan ketegangan dan ketika mereka minum bersama-sama, biasanya untuk mengikuti kebiasaan dalam bersosialisasi. Bahkan sedikit alkohol dapat melemahkan kesadaran dan mengganggu kesadaran-diri. Dalam jumlah yang banyak, efeknya dapat menjadi mengenaskan. Buddhis mengatakan bahwa ketika kamu melanggar Sila Ke-Lima kamu dapat melanggar semua Sila lainnya.

Ya, hanya hal kecil saja dan jika kamu tidak dapat berlatih bahkan sebuah hal kecil, komitmen dan tekadmu tidak begitu kuat, bukan?

Merokok tentunya memiliki efek negatif pada tubuh tetapi efek pada pikiran sangat kecil. Seseorang dapat merokok dan tetap waspada, perhatian dan mengendalikan diri sementara merokok tidak dianjurkan, merokok tidak melanggar Sila.

Lima Sila adalah dasar dari moralitas Buddhis. Lima Sila bukan semua moralitas Buddhis. Kita mulai dengan mengenali tingkah-laku negatif dan berusaha untuk menghentikannya. Itulah fungsi dari Lima Sila. Setelah kita berhenti melakukan hal buruk, kita akan mulai melakukan hal baik. Kita ambil contoh Sila Ke-Empat. Sang Buddha berkata bahwa kita harus memulai dengan menahan diri dari berdusta. Setelah itu, baru kita mengucapkan kebenaran, berbicara lembut, sopan dan pada waktu yang tepat.

“Meninggalkan ucapan salah dia menjadi pembicara kebenaran, reliabel, dapat dipercaya, dapat diandalkan, dia tidak menipu dunia. Meninggalkan ucapan jahat dia tidak mengulang disana apa yang dia telah dengar disini ataupun dia mengulang disini apa yang dia dengar disana dengan tujuan untuk menyebabkan pertentangan antara orang-orang. Dia menyatukan semua yang terpecah dan menjadikan dekat bersama mereka yang telah menjadi teman. Harmoni adalah kegembiraannya, harmoni adalah kegemarannya, harmoni adalah cintanya; Hal itu adalah alasan dari ucapannya. Meninggalkan ucapan kasar ucapannya tanpa cela, enak didengar, menyenangkan, masuk kedalaam hati, sopan, disukai banyak orang. Meninggalkan ucapan tidak penting dia berucap pada waktu yang tepat, apa yang benar, langsung pada tujuan, tentang Dhamma dan tentang Vinaya. Dia berucap kata-kata yang layak dihargai, tepat waktu, beralasan, jelas dan langsung pada sasaran.” M.I, 179

Ada tiga jawaban yang memungkinkan untuk pertanyaaan ini. Mereka yang percaya pada satu tuhan atau banyak tuhan biasanya mengklaim bahwa sebelum individu-individu diciptakan, mereka tidak eksis, kemudian mereka menjadi makhluk hidup melalui keinginan dari tuhan. Mereka menjalani hidupnya, dan kemudian menurut apa yang mereka percaya atau lakukan selama hidupnya, mereka pergi menuju antara surga abadi atau neraka abadi. Ada juga pendapat lain, humanis dan ilmuwan, yang menyatakan bahwa individu dapat menjadi makhluk hidup didasarkan pada penyebab alamiah, hidup, dan kemudian mati, eksistensi berhenti. Buddhisme tidak menyetujui kedua penjelasan tersebut. Penjelasan pertama menimbulkan banyak masalah etika. Jika seorang tuhan yang baik benar-benar menciptakan kita semua, maka akan sulit untuk menjelaskan kenapa begitu banyak manusia dilahirkan dengan keadaan cacat atau mengapa begitu banyak bayi yang gugur sebelum kelahiran atau mati ketika dilahirkan. Masalah lain mengenai penjelasan teistik adalah bahwa kelihatannya sangat tidak adil bahwa seseorang harus menderita penyiksaan abadi di neraka atas apa yang mereka lakukan hanya dalam kurun waktu 60 atau 70 tahun di bumi. 60 atau 70 tahun hidup tanpa kepercayaan atau kehidupan amoral sepertinya layak mendapatkan penyiksaan abadi. Begitu juga, 60 atau 70 tahun hidup dengan kebajikan sepertinya merupakan harga yang sangat kecil untuk kebahagiaan abadi di surga. Penjelasan kedua lebih baik daripada yang pertama dan memiliki bukti yang lebih ilmiah untuk mendukungnya, akan tetapi, tetap meninggalkan pertanyaan penting yang tak terjawab. Bagaimana sebuah fenomena yang luar biasa kompleks seperti kesadaran manusia berkembang dari sebuah pertemuan sederhana antara sperma dan sel telur dan hanya dalam kurun waktu 9 bulan? Dan parapsikologi yang merupakan cabang yang diakui oleh sains, fenomena seperti telepati menjadi semakin sulit untuk sesuaikan kepada model materialistik pada pikiran.

Buddhisme menawarkan penjelasan yang paling memuaskan tentang dari mana manusia berasal dan kemana mereka akan pergi. Ketika kita mati, pikiran dan semua kecenderungan, kesukaan, kemampuan, dan karakteristik yang telah dikembangkan dan terkondisi dalam kehidupan ini, terbentuk kembali dalam sel telur yang dibuahi. Demikianlah individu tumbuh, dilahirkan kembali dan mengembangkan kepribadian yang dikondisikan oleh karakter mental yang telah dibawa dari kelahiran sebelumnya dan keadaan lingkungan yang baru. Kepribadian akan berubah dan dimodifikasi melalui usaha sadar dan faktor pengkondisi lain, seperti pendidikan, pengaruh orang tua, dan lingkungan sosial dan sekali lagi ketika mati, terbentuk kembali dalam sel telur yang dibuahi. Proses kematian dan kelahiran kembali ini akan berlanjut hingga kondisi yang menyebabkannya, ketagihan dan ketidak-tahuan, berhenti. Ketika sudah berhenti, ketika mati, tidak akan dilahirkan kembali, akan mencapai keadaan yang dinamakan nirvana dan inilah tujuan tertinggi dari Buddhisme dan tujuan dari hidup.

Bayangkanlah makhluk itu seperti gelombang radio. Gelombang radio, yang tidak tersusun dari kata-kata dan musik tetapi energi pada frekuensi yang berbeda, ditransmisikan, bergerak melalui ruang, tertarik dan terambil oleh penerima gelombang dari tempat ia dipancarkan sebagai kata-kata dan musik. Ini sama halnya seperti pikiran. Ketika mati, energi mental bergerak melalui ruang, tertarik dan terambil oleh sel telur yang telah dibuahi. Pada saat embrio tumbuh, energi mental itu memusatkan dirinya dalam otak dan kemudian “memancarkan” dirinya sebagai kepribadian yang baru.

Tidak, ada beberapa alam dimana seseorang dapat dilahirkan kembali. Beberapa manusia terlahir kembali di surga, beberapa terlahir kembali di neraka, beberapa terlahir sebagai setan kelaparan, dan lain sebagainya. Surga bukan sepenuhnya sebuah tempat, melainkan kondisi eksistensi dimana seseorang memiliki tubuh yang halus dan pikiran mengalami perasaan yang terutamanya menyenangkan. Seperti semua keadaan yang terkondisi, surga adalah tidak kekal dan ketika masa waktu kehidupannya telah selesai, seseorang bisa terlahirkan kembali sebagai manusia. Neraka juga, bukanlah sebuah tempat, tetapi merupakan keadaan dari eksistensi dimana seseorang memiliki tubuh yang halus dan dimana pikiran merasakan terutama kecemasan dan kesusahan. Terlahir kembali sebagai setan kelaparan, juga merupakan keadaan dimana makhluk memiliki tubuh yang halus dan dimana pikiran selalu terganggu oleh keinginan dan ketidakpuasan. Jadi, makhluk surga mengalami terutama perasaan yang menyenangkan, makhluk neraka dan setan kelaparan mengalami terutama rasa sakit dan manusia biasanya merasakan campuran keduanya. Perbedaan mendasar antara alam manusia dan alam lain terletak pada tipe dari tubuh dan kualitas pengalamannya.

Faktor yang paling penting, tapi bukan satu-satunya, yang mempengaruhi dimana kita akan dilahirkan kembali dan apa jenis kehidupan yang akan kita jalani, adalah kamma. Kata kamma berarti “tindakan” dan merujuk kepada tindakan mental yang disengaja. Dengan kata lain, bagaimana kita sekarang sangat ditentukan oleh apa yang kita pikirkan dan lakukan di masa lalu. Demikian juga, apa yang kita pikirkan dan lakukan sekarang akan mempengaruhi akan jadi apa kita nantinya di masa depan. Orang yang lembut dan penuh kasih cenderung akan dilahirkan kembali di alam surga atau sebagai manusia yang memiliki lebih banyak pengalaman yang menyenangkan. orang yang penuh rasa cemas, kekhawatiran, atau sangat kejam cenderung dilahirkan kembali di alam neraka atau sebagai manusia yang mengalami penderitaan yang lebih banyak. Orang yang mengembangkan ketagihan obsesif, kerinduan yang besar, dan ambisi yang menggebu-gebu yang tidak pernah terpuaskan cenderung akan dilahirkan kembali sebagai setan kelaparan atau sebagai manusia yang tertekan oleh kerinduan dan keinginan. Apapun kebiasaan mental yang dikembangkan dalam kehidupan ini akan berlanjut di kehidupan selanjutnya. Bagaimanapun, kebanyakan orang dilahirkan kembali sebagai manusia.

Tentu saja bisa. Itulah sebabnya mengapa salah satu langkah dalam Jalan Mulia Berunsur Delapan adalah Usaha Benar. Hal ini bergantung pada ketulusan hati, seberapa besar energi yang kita keluarkan dan seberapa kuat kebiasannya. Tetapi memang betul bahwa beberapa orang menjalani hidupnya dibawah pengaruh dari kebiasaan mereka, tanpa melakukan usaha untuk mengubahnya dan menjadi korban dari akibat buruk. Orang-orang seperti itu akan terus menderita kecuali jika mereka mengubah kebiasaan buruk mereka. Semakin lama kebiasaan buruk itu bertahan, semakin sulit untuk mengubahnya. Umat Buddhis mengerti akan hal ini dan mempergunakan setiap semua kesempatan yang ada untuk menghentikan kebiasaan mental yang menghasilkan akibat yang tidak menyenangkan dan mengembangkan kebiasaan yang menghasilkan akibat menyenangkan. Meditasi adalah salah satu teknik yang digunakan untuk mengubah pola kebiasaan dalam pikiran kita, seperti dalam hal berucap atau menahan diri dari berucap, bertindak dan menahan diri dari bertindak dengan cara-cara tertentu. Keseluruhan kehidupan Buddhis merupakan latihan untuk memurnikan dan membebaskan pikiran. Sebagai contoh, jika menjadi orang yang sabar dan baik merupakan bagian yang dominan pada kehidupan anda yang sebelumnya, ada kecenderungan bahwa hal itu akan muncul kembali pada kehidupan yang sekarang. Jika sifat itu dimunculkan dan dikembangkan di kehidupan ini, maka sifat itu akan muncul kembali bahkan lebih kuat dan dominan lagi di kehidupan selanjutnya. Hal ini didasarkan pada fakta yang jelas dan sederhana, bahwa kebiasaan yang dikembangkan dalam waktu lama cenderung susah untuk dipatahkan.

Ketika anda menjadi orang yang sabar dan baik, selalu saja cenderung terjadi bahwa anda tidak akan mudah terganggu oleh orang lain, anda tidak mendendam, orang-orang menyukai anda dan dengan demikian, pengalaman anda akan menjadi lebih menyenangkan. Kita ambil contoh lain. Katakanlah bahwa anda lahir di dunia ini dengan kecenderungan untuk menjadi orang yang sabar dan baik berdasarkan pada kebiasaan lama anda di kehidupan lampau. Tetapi di kehidupan ini, anda lalai untuk memperkuat dan mengambangkan kecenderungan tersebut. Sifat tersebut akan melemah secara perlahan dan padam, dan mungkin sepenuhnya tidak ada di kehidupan mendatang. Kesabaran dan kebaikan yang menjadi lemah dalam kasus ini, ada kemungkinan bahwa baik di kehidupan ini maupun kehidupan mendatang, ketidaksabaran, kemarahan dan kekejaman akan tumbuh dan berkembang, membawa segala pengalaman yang tidak menyenangkan yang diciptakan oleh perilaku buruk tersebut.

Kita akan membuat sebuah contoh terakhir. Katakanlah, karena kebiasaan mental kita di kehidupan lalu, anda dilahirkan di dunia ini dengan kecenderungan untuk menjadi orang yang tidak sabaran dan pemarah, dan anda menyadari kebiasaan tersebut hanya menyebabkan yang tidak menyenangkan. Jika anda hanya dapat melemahkan kecenderungan tersebut, hal-hal tersebut akan muncul kembali di kehidupan selanjutnya dimana dengan lebih sedikit usaha, sifat tersebut dapat disingkirkan sepenuhnya dan anda bisa terbebas dari akibatnya yang tidak menyenangkan.

Tidak hanya ada pembuktian ilmiah untuk mendukung kepercayaan Buddhis mengenai kelahiran kembali, ini juga merupakan satu-satunya teori kehidupan sesudah kematian yang memiliki bukti untuk mendukungnya. Tidak ada sedikitpun petunjuk yang membuktikan keberadaan surga dan tentu saja bukti mengenai kehancuran setelah kematian juga kurang. Tetapi selama 30 tahun terakhir, parapsikologis telah mempelajari laporan bahwa beberapa orang memiliki memori yang jelas mengenai kehidupan mereka sebelumnya. Sebagai contoh, di Inggris, seorang balita berusia 5 tahun mengatakan bahwa ia bisa mengingat “ayah dan ibunya yang lain” dan ia berkata dengan jelas tentang apa yang terdengar seperti kejadian yang dalam kehidupan orang lain. Parapsikologis dipanggil dan mereka menanyakan ratusan pertanyaan yang dijawab oleh si gadis. Ia berkata telah hidup di sebuah desa yang seperti Spanyol, ia mengatakan apa nama desa tersebut, nama jalan dimana ia tinggal, nama tetangganya dan detail kehidupan sehari-harinya disana. Ia juga sambil menangis menceritakan tentang bagaimana ia telah ditabrak oleh sebuah mobil dan mati dua hari kemudian karena luka yang dialaminya. Ketika detail ini diperiksa, mereka menemukan bahwa semua itu terbukti akurat. Ada nama sebuah desa di Spanyol seperti yang telah diberikan oleh si gadis itu. Ada sebuah rumah seperti yang sudah dideskripsian di jalan yang telah dia sebutkan. Terlebih lagi, ditemukan bahwa wanita berusia 23 tahun yang tinggal di rumah tersebut telah terbunuh dalam sebuah kecelakaan mobil 5 tahun sebelumnya. Sekarang, bagaimana mungkin seorang anak berusia 5 tahun yang tinggal di Inggris yang tidak pernah pergi ke Spanyol mengetahui semua detail ini? Dan tentu saja, ini bukan satu-satunya kasus dengan tipe seperti ini. Profesor Ian Stevenson di Departemen Psikologi Universitas Virginia telah mendeskripsikan lusinan kasus yang serupa seperti ini dalam bukunya. Beliau adalah seorang ilmuan yang diakui yang telah 25 tahun memperlajari orang-orang yang mengingat kehidupan sebelumnya yang merupakan bukti yang sangat kuat kelahiran kembali ajaran Buddhisme.1

Anda tidak dapat begitu saja menolak segala sesuatu yang tidak cocok dengan kepercayaan anda sebagai pekerjaan iblis. Ketika sebuah fakta nyata digunakan untuk mendukung sebuah opini, anda harus menggunakan argumen yang rasional dan logis jika anda berniat untuk mengonternya - bukan pembicaraan takhayul mengenai iblis

Kamus mendefenisikan takhayul sebagai “kepercayaan yang tidak berdasarkan pada logika atau fakta, tetapi berdasarkan kumpulan dari opini-opini, sama seperti sihir”. Jika anda dapat menunjukkan kepada saya sebuah studi yang cermat tentang eksistensi dari iblis yang ditulis oleh ilmuan, maka saya akan mengakui bahwa kepercayaan pada iblis bukanlah sebuah takhayul. Tapi saya tidak pernah mendengar penelitian apapun mengenai iblis; ilmuwan tentu saja tidak akan peduli untuk mempelajari hal semacam itu, jadi saya katakan tidak ada bukti keberadaan iblis. Tapi, seperti yang sudah anda lihat barusan, ada bukti yang mengatakan bahwa kelahiran kembali itu memang ada. Jika kepercayaan terhadap kelahiran kembali didasarkan pada setidaknya beberapa fakta, maka hal itu tidak bisa disebut takhayul.

Ya, Thomas Huxley, yang bertanggung jawab memperkenalkan sains pada sistem pendidikan di Inggris pada abad 19 dan merupakan orang pertama yang mempertahankan teori Darwin, percaya bahwa reinkarnasi merupakan gagasan yang sangat masuk akal. Dalam bukunya yang terkenal Evolution and Ethics and other Essays, ia berkata:

“Dalam doktrin transmigrasi, apapun sumbernya, yang ditemukan pada spekulasi Buddhisme atau brahmanisme, siap untuk dipegang, sebagai cara untuk membentuk sebuah pembenaran yang masuk akal tentang cara kerja alam semesta tentang manusia … Tetapi justifikasi argumen ini tidak kalah masuk akal dibanding yang lainnya; dan tidak ada kecuali pemikir yang tergesa-gesa yang menolaknya dengan alasan tidak masuk akal yang mendasar. Seperti doktrin evolusi sendiri, transmigrasi memiliki akarnya di realitas dunia; dan dapat mengklaim dukungan seperti itu juga sebagai argumen besar dari analogi juga dapat diberikan.”

Profesor Gustaf Sromberg, astronom terkenal dari Swedia, ahli fisika dan juga teman dari Einstein menemukan bahwa gagasan kelahiran kembali itu menarik.

“Pendapat-pendapat berbeda-beda apakah jiwa manusia dapat bereinkarnasi di bumi atau tidak. Di tahun 1936, sebuah kasus yang sangat menarik diinvestigasi dengan teliti dan dilaporkan oleh pihak berwenang di India. Seorang anak perempuan (Shanti Devi dari Delhi) dapat menggambarkan kehidupan sebelumnya dengan akurat (di Muttra, lima ratus mil dari Delhi) yang berakhir setahun sebelum “kelahiran keduanya”. Ia memberikan nama suami dan anaknya serta menggambarkan rumahnya dan sejarah kehidupannya. Tim investigasi itu membawanya kepada kerabatnya pada kehidupan sebelumnya yang membenarkan semua pernyataannya. Diantara orang-orang di india, reinkarnasi merupakan hal yang biasa; yang mengherankan bagi mereka adalah pada banyaknya fakta-fakta yang diingat oleh si anak perempuan itu. Hal ini dan kasus serupa lainnya dapat dianggap sebagai bukti tambahan untuk teori ingatan yang tidak dapat hancur.”

Profesor Julian Huxley, ilmuan terkemuka Inggris yang merupakan Direktur Jenderal dari UNESCO percaya bahwa kelahiran kembali merupakan hal yang cukup serasi dengan pemikiran ilmiah.

“Tidak ada yang menentang bahwa mahluk roh-individual yg tersisa secara permanen yang keluar dengan cara tertentu ketika mati, sebagai pesan nirkabel yang jelas yang dikirim oleh alat pengirim yang berkerja dengan cara tertentu. Tapi harus diingat bawa pesan nirkabel hanya akan menjadi pesan kembali ketika ia mengalami kontak dengan struktur material yang baru – si penerima. Ia … tidak akan berpikir atau merasakan kecuali ia ‘masuk’ melalui cara tertentu. Kepribadian kita sangat bergantung pada tubuh hingga sangat tidak mungkin untuk memikirkan keberadaan dimana ada personal sesungguhnya tanpa adanya tubuh… Saya dapat memikirkan sesuatu yang tersisa yang memiliki hubungan yang sama dengan para laki-laki atau perempuan sebagai pesan nirkabel bagi alat pemancarnya; tetapi dalam kasus si ‘yang mati’, sejauh ini yang dapat kita lihat, hanya ada gangguan-gangguan pola-pola yang berbeda mengelana di alam semesta sampai … mereka … kembali kepada aktualitas darir kesadaran dengan melakukan kontak dengan sesuatu yang dapat bekerja sebagai alat penerima bagi pikiran.”

Bahkan orang yang sangat praktis seperti industrialis amerika, Henry Ford menemukan bahwa gagasan kelahiran kembali dapat diterima. Ford tertarik pada gagasan ini karena ia memberikan kesempatan kedua untuk pengembangan diri seseorang. Henry Ford mengatakan:

“Saya menerima teori reinkarnasi ketika saya berumur dua puluh enam… Agama memberikan apapun sampai disaat itu… Bahkan bekerja tidak bisa memberikan kepuasan penuh kepada saya. Bekerja adalah hal yang sia-sia jika kita tidak mampu memanfaatkan pengalaman yang kita kumpulkan dalam satu kehidupan ke kehidupan selanjutnya. Ketika saya mengetahui tentang reinkarnasi, seolah-olah saya telah menemukan sebuah rencana universal. Saya menyadari bahwa ada kesempatan untuk mengerjakan gagasan saya. Waktu tidak lagi membatasi. Saya bukan lagi seorang budak dari waktu… Jenius adalah pengalaman. Beberapa orang berpikir bahwa itu adalah anugerah atau bakat, tapi hal itu adalah buah dari pengalaman yang panjang dalam banyak kehidupan. Beberapa jiwa lebih tua dari yang lain, jadi mereka tahu lebih banyak… Penemuan tentang reinkarnasi menenangkan pikiran saya… jika anda membuat catatan dari percakapan ini, tulislah agar dapat menenangkan pikiran orang-orang. Saya ingin menyampaikan kepada orang lain mengenai ketenangan yang diberikan oleh kehidupan yang berjangka panjang.”

Jadi, pengajaran Buddhis mengenai kelahiran kembali memang memiliki beberapa dasar ilmiah, secara logis konsisten dan sejauh ini menjawab banyak pertanyaan penting mengenai nasib manusia. Tetapi hal ini juga sangat melegakan. Menurut Sang Buddha, jika anda gagal untuk mencapai Nirvana di kehidupan ini, anda akan memiliki kesempatan untuk mencoba kembali nanti. Jika anda telah membuat kesalahan di kehidupan ini, anda dapat memperbaikinya sendiri di kehidupan berikutnya. Anda akan benar-benar dapat belajar dari kesalahan-kesalahan anda. Hal-hal yang tidak dapat anda lakukan atau capai dikehidupan ini mungkin akan menjadi mungkin di kehidupan berikutnya. Sungguh sebuah ajaran yang mengagumkan!

Tidak apa-apa. Buddhis bukanlah tipe agama yang harus anda yakini dan menyuruh diri anda untuk mempercayai semua yang diajarkannya. Apa gunanya memaksakan diri anda percaya pada hal-hal yang benar-benar tidak dapat anda percayai? Anda tetap bisa mempraktikkan hal-hal yang anda anggap berguna, terima gagasan-gagasan yang anda mengerti dan mendapat manfaat darinya tanpa mempercayai kelahiran kembali. Siapa tahu! Pada waktunya, anda mungkin bisa melihat kebenaran dari kelahiran kembali.

Meditasi adalah usaha sadar untuk mengubah bagaimana pikiran bekerja. Kata Pali dari meditasi adalah bhavana yang berarti ‘menumbuhkan’ atau ‘mengembangkan’.

Ya. Tak peduli seberapa besar keinginan kita untuk menjadi baik, jika kita tidak dapat merubah keinginan-keinginan yang membuat kita bertindak seperti yang biasa kita lakukan, perubahan akan menjadi sulit. Sebagai contoh, seseorang mungkin menyadari bahwa ia tidak sabar dengan istrinya dan ia mungkin berjanji pada dirinya sendiri: “Mulai sekarang aku tidak akan menjadi tidak sabaran.” tetapi satu jam kemudian, bisa saja ia meneriaki istrinya hanya karena ia tidak menyadari bahwa ketidaksabaran telah muncul dalam dirinya tanpa diketahuinya. Meditasi membantu mengembangkan kesadaran dan energi yang dibutuhkan untuk mengubah pola kebiasaan mental yang sudah tertanam dalam diri kita.

Untuk hidup kita membutuhkan garam. Tapi jika anda memakan satu kilo garam, mungkin saja hal itu bisa membunuh anda. Untuk beraktivitas dalam dunia modern, anda membutuhkan mobil tapi jika anda tidak mengikuti peraturan lalu lintas atau jika anda mengemudi ketika anda mabuk, mobil bisa saja menjadi mesin yang berbahaya. Meditasi juga seperti ini, sangat penting untuk kesehatan mental dan kebahagiaan kita, tapi jika anda berlatih dengan cara yang salah, bisa saja menyebabkan masalah. Beberapa orang mempunyai masalah seperti depresi, ketakutan irasional atau skizofrenia, mereka berpikir bahwa meditasi adalah penyembuh instan untuk masalah mereka, mereka mulai bermeditasi dan terkadang masalah mereka menjadi lebih parah. Jika anda mempunyai masalah seperti itu, anda harus mencari bantuan dari profesional dan setelah itu, barulah lebih baik anda bermeditasi. Orang lain memaksakan diri mereka sendiri, mereka bermeditasi, dan bukannya bermeditasi secara bertahap, langkah demi langkah, ia malah bermeditasi dengan energi yang terlalu besar atau waktu yang lama dan dengan cepat mereka akan lelah. Tapi mungkin masalah yang paling banyak muncul dalam meditasi disebabkan oleh “meditasi kangguru”. Beberapa orang menemui seorang guru dan mengikuti teknik meditasinya untuk sementara. Kemudian mereka membaca sesuatu dalam buku dan mencoba teknik tersebut. Seminggu kemudian, seorang guru meditasi terkenal mengunjungi kotanya dan mereka memutuskan untuk menggabungkan beberapa gagasannya dalam praktek meditasinya, tidak lama kemudian, mereka menjadi kebingungan. Meloncat seperti kangguru dari satu guru ke guru yang lain, dari teknik meditasi yang satu ke teknik lain adalah hal yang salah. Tapi jika anda tidak mempunyai masalah mental yang serius dan anda bermeditasi dan berlatih sepantasnya, itu merupakan salah satu hal terbaik yang bisa anda lakukan untuk diri anda sendiri.

Sang Buddha mengajarkan banyak jenis meditasi, masing-masing berfungsi untuk mengatasi masalah tertentu atau untuk mengembangkan kondisi psikologis tertentu. Tapi dua tipe meditasi yang paling umum dan berguna adalah Meditasi Perhatian pada Nafas, anapana sati, dan Meditasi Cinta Kasih, metta bhavana.

Anda boleh mengikuti langkah-langkah yang mudah ini; empat P – place, posture, practice, dan problems (tempat, postur, praktik, dan masalah). Pertama-tama, carilah tempat yang cocok, mungkin ruang yang tidak terlalu ribut dan dimana anda sepertinya tidak akan diganggu. Kedua, duduk pada posisi yang nyaman. Cara yang baik untuk duduk adalah dengan kaki disilangkan, letakkan bantal dibawah pantat anda, punggung anda lurus, tangan anda diletakan di pangkuan dan mata terpejam. Sebagai alternatifnya, anda dapat duduk di kursi selama anda bisa tetap menjaga punggung anda tetap lurus. Langkah selanjutnya lanjut pada praktik sesungguhnya. Ketika anda duduk diam dengan mata terpejam, fokuskan perhatian anda pada pergerakan nafas masuk dan nafas keluar. Hal ini bisa dilakukan dengan menghitung nafas atau memperhatikan naik turunnya perut. Ketika hal ini dilakukan, masalah-masalah dan kesulitan tertentu akan muncul. Anda mungkin akan mengalami perasaan gatal yang mengganggu pada tubuh atau perasaan tidak nyaman pada lutut. Jika hal ini terjadi, cobalah untuk menjaga agar tubuh tetap rileks tanpa bergerak dan tetap fokus pada nafas. Mungkin akan banyak pikiran yang menggangu hadir dalam pikiran yang mengalihkan perhatian anda dari nafas. Satu-satunya cara anda dapat mengatasinya adalah dengan tetap sabar mengembalikan kembali perhatian anda pada nafas. Jika melakukan hal ini terus menerus, akhirnya pikiran-pikiran akan melemah, konsentrasi anda akan menjadi lebih kuat dan anda akan mengalami momen ketenangan mental yang dalam dan kedamaian.

Sangat baik bila anda dapat bermeditasi selama 15 menit setiap hari selama seminggu, kemudian memperpanjang waktunya 5 menit setiap minggu, sampai akhirnya anda bermeditasi dengan waktu 45 menit. Setelah beberapa minggu latihan meditasi rutin, anda akan mulai menyadari bahwa konsentrasi anda menjadi lebih baik.

Setelah anda mulai terbiasa dengan Meditasi Perhatian pada Nafas dan mempraktikkannya secara rutin, anda dapat memulai praktik Meditasi Cinta Kasih. Meditasi ini harus dilakukan dua hingga tiga kali setiap minggu setelah anda melakukan Meditasi Perhatian pada Nafas. Pertama, arahkan perhatian anda pada diri anda sendiri dan katakan kepada diri anda perkataan seperti “Semoga saya sehat dan berbahagia. Semoga saya menjadi damai dan tenang. Semoga saya terlindungi dari mara bahaya. Semoga pikiran saya terbebas dari kebencian. Semoga hati saya dipenuhi oleh cinta kasih. Semoga saya sehat dan berbahagia.” Kemudian, satu-persatu pikirkan orang yang anda cintai, orang yang netral, seseorang yang tidak anda sukai atau anda benci, dan orang yang anda tidak sukai, berharap mereka dalam kondisi yang baik seperti anda.

Jika anda melakukan Meditasi Cinta Kasih secara rutin dan dengan sikap yang benar, anda akan menyadari perubahan yang sangat positif terjadi dalam diri anda. Anda akan menemukan bahwa anda lebih mampu untuk menerima dan memaafkan diri anda sendiri. Anda akan menemukan bahwa perasaan yang anda miliki kepada orang yang anda cintai bertambah. Anda akan menemukan anda mulai berteman dengan orang yang dulunya tidak anda acuhkan dan tidak anda pedulikan, dan anda akan menemukan keinginan jahat atau kebencian yang anda tujukan kepada orang-orang tertentu akan berkurang dan akhirnya lenyap. Terkadang jika anda tahu seseorang yang sakit, tidak bahagia atau menghadapi kesulitan, anda dapat memasukkannya dalam meditasi anda dan anda akan menyadari keadaan mereka menjadi semakin baik.

Pikiran, ketika dikembangkan dengan baik, merupakan instrumen yang sangat kuat. Jika kita bisa belajar untuk memfokuskan energi mental kita dan mengarahkannya kepada orang lain, hal itu bisa memberikan efek pada mereka. Anda mungkin mempunyai pengalaman seperti ini. Mungkin anda berada ada ruangan yang ramai dan anda merasakan bahwa seseorang sedang mengawasi anda. Anda berbalik dan, cukup yakin, seseorang sedang menatap anda. Apa yang terjadi adalah bahwa anda menerima energi mental dari orang tersebut. Meditasi Cinta Kasih juga seperti ini. Kita mengarahkan energi mental positif kepada orang lain dan mungkin dapat mengubah orang tersebut secara perlahan.

Ya, yang terakhir dan mungkin merupakan tipe meditasi yang paling penting dinamakan vipassana. Kata ini mengandung makna “melihat ke dalam” atau “melihat ke kedalaman” dan sering diartikan sebagai meditasi pandangan terang.

Ketika melakukan meditasi pandangan terang, seseorang mencoba hanya untuk menyadari apapun yang terjadi pada diri mereka tanpa memikirkannya atau bereaksi.

Biasanya kita bereaksi terhadap pengalaman kita dengan menyukai atau tidak menyukainya atau juga dengan membiarkannya memicu pemikiran, berkhayal atau ingatan-ingatan. Semua reaksi ini mendistorsi atau mengaburkan pengalaman kita sehingga kita gagal untuk memahaminya dengan baik. Dengan mengembangkan kesadaran yang tidak reaktif, kita mulai mengetahui mengapa kita berpikir, berbicara dan bertindak seperti yang biasanya kita lakukan. Dan tentu saja, pengetahuan tentang diri yang lebih banyak dapat memiliki efek yang sangat positif dalam hidup kita. Keuntungan lain dari mempraktikkan meditasi pandangan terang adalah, setelah beberapa waktu, meditasi ini membuat pemisah antar pengalaman kita dan diri kita sendiri. Bukannya secara otomatis dan tanpa sadar bereaksi terhadap segala godaan dan provokasi, kita menemukan bahwa kita mampu untuk mundur sedikit, dengan demikian akan membuat kita mampu memutuskan apakah kita harus bertindak atau tidak dan jika demikian, bagaimana caranya. Dengan cara demikian kita akan memiliki pengendalian diri yang lebih dalam hidup kita, bukan karena kita telah mengembangkan tekad membaja, tetapi hanya karena kita telah mampu melihatnya dengan lebih jelas. Jadi apakah saya benar kalau mengatakan meditasi pandangan terang adalah untuk membantu kita menjadi lebih baik, individu-individu yang lebih bahagia? Ya, itu adalah permulaannya, awal yang sangat penting. Tetapi meditasi memiliki tujuan yang lebih tinggi daripada itu. Seiring praktik kita matang dan kesadaran kita semakin dalam kita mulai menyadari bahwa pengalaman kita adalah impersonal, bahwa hal itu sesungguhnya terjadi tanpa si ‘aku’ yang membuatnya terjadi dan bahkan tidak ada si ‘aku’ yang mengalaminya. Pada awalnya meditator hanya melihatnya sekilas, tapi pada waktunya akan menjadi lebih jelas lagi.

Ya, kedengarannya memang mengerikan, bukan? Dan kenyataannya adalah ketika beberapa orang pertama kali mengalami hal ini, mereka mungkin akan sedikit ketakutan. Tetapi dengan segera ketakutan itu digantikan oleh realisasi mendalam – realisasi bahwa mereka bukanlah apa yang telah mereka anggap selama ini. Secara perlahan ego akan melemah dan akhirnya lenyap demikian pula untuk rasa “aku”, “diriku” dan “milikku”. Pada titik inilah kehidupan seorang Buddhis dan seluruh pandangannya mulai berubah. Coba pertimbangkan, berapa banyak konflik-konflik pribadi, sosial dan bahkan internasional berasal dari ego, masalah kesombongan ras atau atau nasional, pada perasaan disalahkan, dihina atau diancam dan pada lengkingan tangisan “ini milikku!” “itu milik kami!” Menurut Buddhisme, kedamaian dan kebahagiaan sesungguhnya hanya bisa ditemukan bila kita telah menyadari identitas kita yang sesungguhnya. Inilah yang dinamakan pencerahan.

Yah, seorang yang tercerahkan mungkin akan bertanya kepada kita “Bagaimana anda bisa hidup dengan adanya rasa akan diri? Bagaimana anda bisa hidup dengan semua ketidaknyamanan dari ketakutan, iri hati, kesedihan dan kesombongan, baik milik anda sendiri maupun orang lain? Tidakkah anda pernah merasa muak pada perjuangan tanpa akhir untuk mengumpulkan lebih dan lebih, pada kebutuhan untuk selalu lebih baik daripada atau didepan orang lain, pada perasaan terganggu yang mungkin anda keluarkan semua?” Sepertinya orang yang tercerahkan itu menjalani hidup dengan sangat baik. Orang-orang yang belum tercerahkan, anda dan saya, yang memiliki semua masalah dan menyebabkan semua masalah.

Tidak mungkin untuk menjawabnya dan mungkin hal itu tidak menjadi masalah. Kenapa anda tidak memulai bermeditasi dan melihat kemana meditasi membawa anda? Jika anda mempraktikkannya dengan sepenuh hati dan pintar, anda mungkin akan menemukan bahwa hal itu sangat memperbaiki kualitas hidup anda. Pada waktunya, anda mungkin berkeinginan untuk menjelajahi meditasi dan Dhamma lebih dalam lagi. Kemudian, hal itu akan menjadi yang terpenting dalam kehidupan anda. Jangan memulai berspekulasi atau khawatir mengenai tingkatan yang lebih tinggi dari jalan sebelum anda bahkan memulai perjalanannya. Ambillah satu langkah dalam satu waktu.

Seorang guru tidak mutlak diperlukan tapi bimbingan pribadi dari seorang yang telah fasih dalam bermeditasi tentunya akan membantu. Sayangnya, beberapa bhikkhu dan umat awam menjadikan dirinya sendiri sebagai guru meditasi ketika bahkan mereka sendiri tidak tahu apa yang mereka lakuan. Cobalah untuk memilih guru yang memiliki reputasi yang bagus, dengan kepribadian yang seimbang, dan yang mengikuti dengan erat ajaran Sang Buddha.

Ya. Meditasi sekarang diterima sebagai memiliki efek sangat terapeutik pada pikiran dan digunakan oleh banyak profesional kesehatan mental untuk mendorong relaksasi, mengatasi fobia dan mengembangkan kesadaran-diri. Kebijaksanaan Sang Buddha dalam pikiran manusia banyak membantu orang-orang di zaman sekarang seperti ketika di masa lalu.

Beberapa agama yakin bahwa welas asih atau mencintai (keduanya sangat mirip) adalah kualitas spiritual yang paling penting tetapi mereka mengabaikan kebijaksanaan. Hasilnya adalah, anda bisa menjadi si tolol yang baik hati, orang yang sangat baik tapi dengan sedikit atau tanpa pemahaman sama sekali. Sistem-sistem pemikiran lainnya seperti sains, meyakini bahwa kebijaksanaan dapat dikembangkan maksimal ketika segala emosi, termasuk welas asih, disingkirkan. Hasilnya adalah sains cenderung menjadi fokus pada hasilnya dan melupakan bahwa sains dimanfaatkan untuk membantu manusia, bukan untuk mengendalikan dan menguasainya. Kalau tidak, bagaimana mungkin ilmuan menggunakan keahliannya mengembangkan bom nuklir, perang bakteri, dan sejenisnya? Buddhisme mengajarkan bahwa untuk menjadi individu benar-benar seimbang, anda harus mengembangkan kedua-duanya, kebijaksanaan dan welas asih.

Kebijaksanaan tertinggi adalah melihat bahwa dalam kenyataannya, semua fenomena adalah tidak memuaskan, tidak kekal, dan bukan diri. Pengertian ini sepenuhnya membebaskan dan membawa pada keamanan dan kebahagiaan agung yang disebut Nirvana. Akan tetapi, Sang Buddha tidak berbicara terlalu banyak mengenai tingkat kebijaksanaan ini. Bukanlah Kebijaksanaan apabila kita semata-mata mempercayai apa yang telah diberitahukan kepada kita. Kebijaksanaan sejati adalah melihat langsung dan memahaminya sendiri. Pada tingkat inilah, kebijaksanaan adalah senantiasa dengan pikiran terbuka bukan dengan pikiran tertutup, mendengarkan sudut pandang lain bukan dengan fanatik; memeriksa dengan hati-hati fakta-fakta yang bertentangan dengan keyakinan kita, tidak membenamkan kepala kita dalam pasir; menjadi objektif bukan berprasangka; tidak tergesa-gesa dalam membentuk opini dan keyakian bukan langsung menerima hal-hal yang pertama atau yang paling menggugah yang ditawarkan kepada kita. Selalu siap untuk mengubah keyakinan kita ketika fakta-fakta yang berlawanan dengan kepercayaan diberikan kepada kita, itulah kebijaksanaan. Orang yang melakukan hal ini tentunya bijak dan tentunya akan sampai pada pengertian benar. Jalan untuk meyakini apa yang diberitahukan kepada anda itu mudah. Jalan Buddhis membutuhkan keberanian, kesabaran, fleksibilitas, dan kecerdasan.

Benar kalau tidak semua orang sudah siap menerima kebenaran Buddhisme. Tapi jika seseorang tidak mampu memahami ajaran Sang Buddha saat ini, mungkin saja sudah cukup matang di kehidupan mendatang. Akan tetapi, ada banyak orang, yang hanya dengan kata-kata atau dorongan yang tepat, mampu untuk meningkatkan pemahaman mereka. Dan untuk alasan inilah umat Buddhis dengan lembut dan tenang berusaha membagikan kebijaksanaan-kebijaksanaan Buddhisme kepada orang lain. Sang Buddha mengajarkan tentang welas asih, dan kita juga harus mengajarkan orang lain tentang welas asih juga.

Sama seperti kebijaksanaan yang mencakup sisi intelektual atau pemahaman kita, welas asih mencakup bagian emosi atau perasaan. Seperti halnya kebijaksanaan, welas asih merupakan kualitas manusia yang unik. Welas asih (compassion) terdiri dari dua kata, co berarti “bersama” dan passion artinya “perasaan yang kuat.” Dan inilah artinya welas asih. Ketika kita melihat seseorang sedang mengalami kesulitan dan merasakan penderitaannya seolah-olah itu adalah penderitaan kita, dan berusaha untuk menyingkirkan atau mengurangi penderitaannya, itulah welah asih. Segala yang terbaik dalam diri manusia, semua kualitas Buddha seperti berbagi, kesiapan untuk memberikan penghiburan, simpati, pengertian dan perhatian – semua hal ini merupakan perwujudan dari welas asih. Anda akan menyadari juga bahwa dalam diri seseorang yang penuh kasih, perhatian dan cinta kepada orang lain berasal dari perhatian dan cinta kepada diri sendiri. Kita bisa memahami orang lain dengan baik ketika kita telah memahami diri kita sendiri dengan baik. Kita akan tahu apa yang terbaik bagi orang lain ketika kita mengetahui apa yang terbaik bagi diri kita sendiri. Kita bisa bersimpati kepada orang lain ketika kita bersimpati pada diri kita sendiri. Jadi dalam Buddhisme, pengembangan spiritual seseorang berkembang cukup alami menjadi kepada perhatian terhadap kesejahteraan orang lain. Kehidupan Sang Buddha menggambarkan prinsip ini dengan sangat baik. Beliau menghabiskan enam tahun berjuang untuk kebahagiaannya sendiri, baru kemudian beliau mampu membawa manfaat bagi seluruh umat manusia.

Kita biasanya melihat altruisme, perhatian kepada orang lain sebelum pada diri sendiri, sebagai lawan dari keegoisan, memperhatikan diri sendiri dahulu sebelum memperhatikan orang lain. Buddhisme tidak menganut salah satu atau keduanya, tetapi lebih pada campuran dari keduanya. Keprihatinan total pada diri sendiri akan berkembang menjadi keprihatinan kepada orang lain saat seseorang melihat orang lain sesungguhnya adalah sama seperti dirinya sendiri. Inilah welas asih sejati. Welas asih adalah permata yang paling indah dalam mahkota ajaran Buddha.

Tidak harus demikian. Sang Buddha bukanlah seorang vegetarian, beliau tidak mengajarkan murid-Nya untuk menjadi vegetarian dan bahkan sekarang ini banyak umat Buddhis yang baik tetapi bukan seorang vegetarian. Dalam kitab Buddhis tertulis;

“Menjadi orang yang kasar, kejam, pemfitnah, menyakiti teman-temannya, tidak berperasaan, arogan dan serakah – inilah yang membuat seseorang tidak suci, bukan dengan tidak makan daging.

Melakukan hal yang tidak bermoral, menolak membayar hutang, curang dalam pekerjaan, mengakibatkan perpecahan – Inilah yang membuat seseorang tidak suci, bukan dengan tidak makan daging.”

~ Sn.246-7

Memang benar bahwa ketika anda memakan daging, bertanggung jawab atas pembunuhan makhluk hidup secara secara tidak langsung atau sebagian namun demikian juga ketika anda memakan sayur-sayuran. Petani harus menyemprotkan insektisida dan racun pada sayurannya sehingga sayuran itu bisa tiba di piring makan anda tanpa berlubang. Dan sekali lagi, hewan-hewan telah dibunuh untuk diambil kulitnya untuk ikat pinggang atau tas jinjing anda, minyak untuk sabun yang anda gunakan dan ribuan produk lainnya juga. Adalah tidak mungkin untuk hidup tanpa, dengan cara tertentu, secara tidak langsung bertanggung jawab atas kematian makhluk lain. Inilah contoh lain tentang Kebenaran Mulia Pertama, segala keberadaan merupakan penderitaan dan tidak memuaskan. Ketika anda mengambil sila pertama, anda mencoba untuk menghindari pembunuhan secara langsung.

Itu tidak benar. Buddhisme Mahayana di Cina menetapkan aturan ketat untuk bervegetarian tetapi para bhikkhu dan umat awam tradisi Mahayana di Jepang, Mongolia, dan Tibet biasanya memakan daging.

Jika ada seseorang yang merupakan vegetarian yang sangat ketat tetapi egois, tidak jujur, dan kejam, dan seorang lainnya yang bukan vegetarian tetapi perhatian kepada orang lain, jujur, dermawan dan baik hati, yang mana diantara keduanya yang lebih baik?

Mengapa?

Tepat sekali. Orang yang memakan daging bisa memiliki hati yang baik dan demikian juga orang yang tidak memakan daging bisa memiliki hati yang tidak baik. Dalam ajaran Buddha, hal yang penting adalah kualitas hati anda, bukan menu makanan anda. Banyak orang menaruh perhatian besar agar tidak memakan daging tetapi mereka mungkin tidak terlalu mempedulikan sifat egois, tidak jujur, kejam atau keirihatian mereka. Mereka mengubah menu makan mereka yang merupakan hal yang mudah dilakukan sementara menolak mengubah hati mereka yang merupakan hal yang sulit dilakukan. Jadi, apakah anda seorang vegetarian atau bukan, ingatlah bahwa kemurnian dari pikiran adalah yang paling penting dalam Buddhisme.

Jika tujuan dari seorang vegetarian yang baik hati menghindari makan daging dikarenakan perhatiannya pada hewan-hewan dan tidak ingin terlibat dalam kekejaman industri peternakan modern, maka ia tentunya telah mengembangkan welas kasihnya dan perhatiannya pada makhluk lain lebih tinggi tingkatnya dibandingkan dengan pemakan daging. Banyak orang menyadari bahwa sementara mereka mengembangkan Dhamma, mereka memiliki kecenderungan untuk menjadi vegetarian.

Tidak, itu tidak benar. Teks mengatakan bahwa makanan terakhir Sang Buddha merupakan hidangan yang disebut sukkara madava. Arti dari istilah ini tidak lagi dipahami tetapi kata sukkara berarti daging babi, jadi mungkin saja berarti olahan dari daging babi meskipun mungkin saja dengan mudah merujuk pada jenis sayuran tertentu, kue-kue, dan lainnya. Apapun itu, pembahasan mengenai makanan ini telah membuat beberapa orang berpikir bahwa memakan itu telah mengakibatkan kematian Sang Buddha. Sang Buddha telah berusia 80 ketika Beliau wafat dan ia telah mengalami sakit untuk beberapa waktu. Kenyataannya adalah Beliau wafat dikarenakan usia tua.

Beliau menganggap praktik seperti ramalan, menggunakan jimat untuk perlindungan, mencari tempat baik untuk bangunan dan menentukan hari baik adalah takhayul tak berguna dan secara tegas melarang murid-Nya untuk mempraktikkan hal semacam itu. Beliau menyebut hal seperti ini sebagai “keterampilan rendah”. Beliau berkata;

‘Sementara beberapa orang petapa hidup dengan makanan yang diberikan oleh pengikut yang berkeyakinan, berpenghidupan melalui keterampilan-keterampilan rendah, melalui cara-cara berpenghidupan yang salah seperti membaca garis tangan, meramalkan tanda-tanda, menafsirkan mimpi… apakah membawa nasib baik atau buruk… menentukan tempat baik untuk bangunan, petapa Gotama menghindari keterampilan rendah semacam itu, cara penghidupan salah seperti itu.’ D.I,9-12

Karena keserakahan, takut, dan ketidaktahuan. Segera setelah orang-orang memahami ajaran Sang Buddha mereka menyadari bahwa hati yang murni dapat melindungi mereka jauh lebih baik daripada potongan kertas, logam, dan mantra-mantra dan mereka tidak lagi bergantung pada hal tersebut. Dalam ajaran Sang Buddha, adalah kejujuran, kebaikan hati, pengertian, kesabaran, pemaafan, kedermawanan, kesetiaan dan kualitas baik lainnya yang sesunguhnya melindungi anda dan memberi anda kemakmuran sesungguhnya.

Saya kenal seseorang yang berpenghidupan baik dengan menjual jimat-jimat. Ia meng-klaim bahwa jimatnya bisa memberi keberuntungan, kemakmuran, dan ia menjamin bahwa anda akan mampu memprediksikan angka lotere yang keluar. Tetapi jika apa yang dikatakannya benar, kenapa ia sendiri bukan seorang jutawan? Jika jimatnya memang benar-benar bekerja, lalu kenapa ia tidak memenangkan lotere minggu demi minggu? Satu-satunya keberuntungan yang dimilikinya adalah bahwa masih ada orang-orang yang cukup bodoh untuk membeli jimatnya.

Kamus mendefenisikan keberuntungan sebagai “memercayai bahwa apapun yang terjadi, apakah baik atau buruk, pada manusia dalam setiap peristiwa adalah karena kebetulan, takdir, dan keberuntungan.” Sang Buddha sepenuhnya menolak kepercayaan ini. Semua yang terjadi memiliki sebab atau sebab-sebab tertentu dan harus ada hubungan antara sebab dan akibatnya. Menjadi sakit, contohnya, memiliki sebab-sebab tertentu. Seseorang harus mengadakan kontak dengan bakteri dan tubuh seseorang harus cukup lemah untuk bakteri agar dapat berkembang disana. Ada hubungan pasti antara sebab (bakteri dan tubuh yang lemah) dan akibat (penyakit) karena kita tahu bahwa bakteri menyerang organisme dan menyebabkan penyakit. Tetapi tidak ada hubungan yang dapat ditemukan antara memakai potongan kertas dengan tulisan diatasnya dengan menjadi orang kaya atau lulus ujian. Buddhisme mengajarkan bahwa apapun yang terjadi, terjadi karena sebab atau sebab-sebab dan tidak bergantung pada keberuntungan, kebetulan, atau takdir. Orang-orang yang tertarik pada keberuntungan selalu mencoba untuk mendapatkan sesuatu – biasanya uang dan kekayaan yang lebih. Sang Buddha mengajarkan kita bahwa jauh lebih penting untuk mengembangkan hati dan pikiran kita sendiri. Beliau berkata;

“menjadi amat terpelajar dan terampil, terlatih dengan baik dan menggunakan tutur kata yang baik; inilah berkah utama. Menyokong ayah dan ibu, menyayangi anak dan istri, berpenghidupan sederhana; inilah berkah utama. Bermurah hati, dengan menolong sanak saudara dan tanpa cela dalam perbuatannya itulah berkah utama. Menjauhi kejahatan dan menghindari minuman keras, tekun menjaga moralitas; inilah berkah utama. Memiliki rasa hormat, rasa malu, merasa puas dan berterima kasih dan mendengarkan Dhamma yang baik, inilah berkah utama.” Sn.261-6

Tujuan Sang Buddha mendirikan komunitas bhikkhu dan bhikkhuni adalah untuk menciptakan lingkungan di mana pengembangan spiritual bisa menjadi lebih mudah. Umat awam menyediakan kepada bhikkhu dan bhikkhuni kebutuhan dasar mereka – makanan, jubah, tempat tinggal, dan obat-obatan – hingga mereka mampu mencurahkan waktu mereka untuk mempelajari dan mempraktikkan dhamma. Gaya hidup teratur dan sederhana dalam vihara mendukung kedamaian dan meditasi. Sebagai balasan, bhikkhu dan bhikkhuni diharapkan untuk membagi apa yang mereka ketahui dengan masyarakat dan berperan sebagai teladan bagaimana seorang Buddhis yang baik harus hidup. Dalam praktik aktualnya misi sederhana ini terkadang diperluas jauh melebihi apa yang dimaksudkan oleh Sang Buddha, dan sekarang ini bhikkhu dan bhikkhuni terkadang berperan sebagai guru sekolah, pekerja sosial, artis, dokter, dan bahkan politisi. Beberapa berargumen bahwa mengambil peran tersebut tidak apa-apa jika hal itu membantu mempromosikan Buddhisme. Sementara yang lain mengatakan bahwa dengan melakukan hal tersebut, bhikkhu dan bhikkhuni akan dengan mudah terjerat dengan masalah duniawi dan melupakan tujuan utama mengapa awalnya mereka datang ke vihara.

Tentu saja tidak. Beberapa murid sang Buddha yang paling terampil adalah umat awam laki-laki dan perempuan. Beberapa diantaranya cukup maju secara spiritual untuk membimbing para bhikkhu. Dalam Buddhisme, level pemahaman seseorang merupakan hal terpenting dan tidak ada hubungannya apakah ia mengenakan jubah kuning atau jeans biru, atau apakah ia hidup di vihara ataupun di rumah. Beberapa mungkin mendapati bahwa vihara, dengan segala kelebihan dan kekurangannya merupakan lingkungan terbaik untuk berkembang secara spiritual. Beberapa yang lain mungkin mendapati bahwa rumah, dengan segala kesenangan dan kesedihannya, adalah yang terbaik. Semua orang berbeda.

Ketika orang India kuno masuk ke dalam hutan mereka selalu bisa mengetahui daun mana yang akan jatuh dari pohon, karena warnanya adalah kuning, oranye, atau cokelat. Karena itu, di India, kuning menjadi warna dari pelepasan keduniawian. Jubah bhikkhu dan bhikkhuni berwarna kuning, hingga mereka bisa bertindak sebagai pengingat setiap saat akan pentingnya untuk tidak melekat, untuk melepas, dan untuk meninggalkan.

Biasanya kita sangat peduli pada penampilan kita, khususnya di bagian rambut. Wanita menganggap rambut yang tertata baik sangat penting dan lelaki biasanya khawatir menjadi botak. Menjaga penampilan rambut agar bagus memerlukan waktu yang banyak. Dengan mencukur rambut, bhikkhu dan bhikkhuni mencurahkan waktu yang lebih pada hal yang benar-benar penting. Juga, rambut yang dicukur menyimbolkan gagasan untuk lebih memerhatikan perubahan dalam diri, daripada penampilan luar.

Orang lain juga bisa bertanya hal yang sama mengenai profesi lain. “Menjadi dokter gigi merupakan hal yang sangat baik, tetapi apa yang akan terjadi apabila semua orang menjadi dokter gigi? maka tidak akan ada guru, koki, dan supir taksi.” “Menjadi guru merupakan hal yang sangat baik, tetapi bagaimana jika semua orang menjadi guru? Maka tidak akan ada dokter gigi, dan seterusnya.” Buddha tidak menyarankan semua orang agar menjadi bhikkhu atau bhikkhuni, dan tentunya hal tersebut tidak akan pernah terjadi. Bagaimanapun, akan selalu ada orang yang tertarik pada kehidupan sederhana dan pelepasan keduniawian dan yang menyenangi ajaran Sang Buddha diatas segalanya. Dan seperti halnya dokter gigi dan guru, mereka memiliki kemampuan khusus dan pengetahuan yang bisa berguna untuk komunitas dimana mereka hidup.

Anda mungkin membandingkan bhikkhu yang bermeditasi dengan ilmuwan yang melakukan penelitian. Masyarakat mendukung ilmuwan yang melakukan penelitian ketika ia duduk dalam laboratorium, mengadakan eksperimen karena mereka berharap ia akan menemukan atau menciptakan sesuatu yang berguna untuk umum. Demikian pula, komunitas Buddhis menyokong bhikkhu yang bermeditasi (dan kebutuhan mereka sangat sedikit) karena mereka berharap ia akan mencapai kebijaksanaan dan pemahaman mendalam yang akan berguna untuk umum. Tetapi bahkan sebelum hal itu terjadi, atau bahkan jika tidak, bhikkhu yang bermeditasi tetap bisa bermanfaat bagi orang lain. Dalam beberapa masyarakat modern, adalah “Gaya Hidup Orang Kaya dan Terkenal” dengan pemborosan, konsumsi yang menyolok dan pemanjaan-diri yang dianggap cocok untuk diikuti, atau setidaknya membuat iri. Contoh bahwa bhikkhu yang bermeditasi mengingatkan kita bahwa seseorang tidak harus menjadi kaya untuk merasa puas. Itu menunjukkan pada kita bahwa gaya hidup yang sederhana dan lembut memiliki kelebihannya tersendiri.

Sang Buddha mendirikan komunitas bhikkhuni semasa hidupnya dan selama lima atau enam ratus tahun, bhikkhuni memegang peranan penting dalam penyebaran dan pengembangan Buddhisme. Tetapi untuk alasan-alasan yang tidak jelas, bhikkhuni tidak pernah setara atau mendapat dukungan yang sama, seperti bhikkhu dan di India dan Asia tenggara komunitas tersebut punah. Meskipun demikian, di Taiwan, Korea, dan Jepang komunitas bhikkhuni terus berkembang. Sekarang di Sri Lanka telah diambil langkah untuk mengenalkan kembali komunitas bhikkhuni dari Taiwan meskipun beberapa tradisionalis tidak terlalu antusias dengan hal ini. Meskipun demikian, untuk menjaga niat asli Sang Buddha, adalah hal yang benar jika wanita, sama seperti pria memiliki kesempatan untuk menjalani kehidupan monastik dan mengambil manfaatnya.

Kitab suci umat Buddhis dinamakan Tipitaka. Tertulis dalam bahasa India kuno yang disebut bahasa Pali yang sangat mirip dengan bahasa yang digunakan oleh sang Buddha. Tipitaka merupakan buku yang sangat besar. Terjemahan dalam bahasa inggris hampir mencapai 40 jilid.

Tipitaka terdiri dari dua kata, ti artinya “tiga” dan pitaka artinya “keranjang”. Bagian pertama dari nama tersebut ditujukan pada fakta bahwa kitab Buddhis terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama, dinamakan Sutta Pitaka memuat semua khotbah Sang Buddha dan beberapa muridnya yang tercerahkan. Jenis materi dalam Sutta Pitaka sangat beragam hingga memungkinkannya untuk menyampaikan kebenaran yang diajarkan Buddha kepada berbagai jenis orang yang berbeda. Banyak ajaran Sang Buddha yang berbentuk khotbah, dan yang lain berbentuk dialog. Bagian lain seperti Dhammapada menghadirkan ajaran Sang Buddha melalui syair. Jataka, sebagai contoh lain, terdiri dari cerita menghibur yang seringkali tokoh utamanya adalah hewan. Bagian kedua dari Tipitaka adalah Vinaya Pitaka. Ini memuat aturan dan prosedur-prosedur untuk para bhikkhu dan bhikkhuni, administrasi dan prosedur monastik, dan sejarah awal monastik. Bagian terakhir dinamakan Abhidhamma Pitaka. Ini adalah sebuah usaha kompleks dan canggih untuk menganalisis dan mengklasifikasikan semua unsur yang membentuk individu. Meskipun Abhidhamma ada belakangan setelah dua bagian Tipitaka lain, ia tidak memuat apapun yang bertentangan dengan mereka.

Sekarang untuk kata “pitaka”. Di India kuno, pekerja konstruksi biasanya memindahkan material bangunan dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan keranjang. Mereka akan meletakkan keranjang di kepala mereka, berjalan dalam jarak beberapa jauh pada pekerja lain, dan memindahkannya, dan orang tersebut akan mengulangi prosesnya. Tulisan telah dikenal pada masa Sang Buddha, tetapi sebagai media, dianggap kurang bisa diandalkan dibandingkan dengan ingatan manusia. Sebuah buku akan membusuk di musim hujan yang lembab atau dimakan oleh rayap tapi ingatan manusia akan bertahan selama mereka masih hidup. Karena itu, para bhikkhu dan bhikkhuni menghafal semua ajaran Buddha dalam ingatannya dan saling meneruskannya seperti pekerja bangunan yang saling menyalurkan tanah dan batu bata dalam keranjang. Inilah mengapa ketiga bagian kitab suci Buddhis dinamakan keranjang. Setelah dilestarikan selama ratusan tahun, Tipitaka akhirnya dituliskan sekitar tahun 100 SM di Sri Lanka.

Pelestarian dari kitab merupakan usaha bersama dari komunitas bhikkhu dan bhikkhuni. Mereka akan bertemu bersama dalam jangka waktu teratur dan melafalkan sebagian atau keseluruhan Tipitaka. Ini membuatnya hampir tidak mungkin untuk ditambahkan atau diubah. Berpikirlah seperti ini. Jika sekelompok ratusan orang menghafal sebuah lagu di luar kepala yang dan ketika mereka semua menyanyikannya seseorang mengucapkan bait yang salah atau mencoba memasukkan bait yang baru, apa yang akan terjadi? Jumlah yang banyak dari mereka yang mengetahui lagu yang benar akan mencegah orang itu melakukan perubahan apapun. Juga penting untuk diingat bahwa di zaman itu, tidak ada televisi, koran atau iklan untuk mengalihkan perhatian dan mengacaukan pikiran yang, bersama dengan fakta bahwa bhikkhu dan bhikkhuni bermeditasi, berarti mereka memiliki ingatan yang luar biasa bagus. Bahkan di zaman sekarang, lama setelah buku digunakan, masih ada bhikkhu yang mampu melafalkan seluruh Tipitaka. Bhikkhu Mingun Sayadaw di Burma mampu menghafalnya dan ia ditulis dalam Guinnes Book of Records sebagai orang dengan ingatan terdahsyat di dunia.

Umat Buddhis tidak menganggap Tipitaka sebagai wahyu ilahi yang mutlak dari tuhan, dimana setiap katanya harus dipercayai. Tetapi, Tipitaka merupakan catatan pengajaran dari seorang yang luar biasa yang memberikan penjelasan, nasihat, bimbingan, dan dorongan dan yang harus dibaca dengan serius dan hormat. Tujuan kita agar mengerti apa yang diajarkan Tipitaka, bukan hanya mempercayainya dan apa yang Buddha katakan harus selalu dibandingkan dengan pengalaman kita. Anda mungkin berkata bahwa sikap seorang Buddhis pada kitab suci mirip dengan sikap ilmuwan pada makalah penelitian dalam jurnal ilmiah. Seorang ilmuwan mengadakan sebuah eksperimen dan kemudian mempublikasikan penemuan dan kesimpulannya dalam jurnal. Ilmuwan lain akan membaca makalahnya dan menghargainya tetapi mereka tidak akan menganggap itu sah dan otoritatif hingga mereka mengadakan eksperimen yang sama dan mendapat hasil yang sama.

Dhammapada adalah salah satu karya terkecil dalam bagian pertama Tipitaka. Namanya bisa diartikan “jalan kebenaran” atau “ayat kebenaran”. Dhammapada terdiri dari 423 ayat, beberapa ada yang penuh arti, mendalam, mengandung perumpamaan yang menarik, dan yang lainnya dengan keindahannya, semuanya dibabarkan oleh Sang Buddha. Karenanya, Dhammapada adalah karya paling populer dari literatur Buddha. Dhammapada telah diterjemahkan dalam banyak bahasa utama dan diakui sebagai mahakarya literatur agama di dunia.

Hingga akhir-akhir ini negara Buddhis sama seperti di abad pertengahan Eropa, buku adalah barang langka dan berharga. Karena itu, kitab suci selalu diperlakukan dengan penuh hormat dan kebiasaan yang baru anda sebutkan merupakan contohnya. Namun, sementara kebiasaan dan praktik-praktik tradisional adalah hal yang baik, kebanyakan orang akan setuju bahwa cara terbaik untuk menghormati kitab Buddhis adalah dengan mempraktikkan ajaran yang dikandungnya.

ketika kita membuka kitab Buddhis, kita mengharapkan untuk membaca kata-kata yang suci, menyenangkan, atau pujian yang akan mengangkat dan menginspirasi kita. Karena itu, seseorang yang membaca kitab Buddhis akan sedikit kecewa. Sementara beberapa khotbah Sang Buddha mengandung banyak pesona dan keindahan, kebanyakan lebih mirip tesis filosofis dengan defenisi istilah-istilah, argumen yang beralasan dengan baik, nasihat terperinci mengenai prilaku atau meditasi dan kebenaran yang dinyatakan dengan sangat tepat. Khotbah Sang Buddha lebih menarik bagi intelek daripada emosional. Ketika kita berhenti membandingkan kitab Buddhis dengan agama lain, kita akan melihat bahwa khotbah Sang Buddha memiliki keindahannya tersendiri – keindahan kejelasan, mendalam dan kebijaksanaan.

Ketika kitab suci pertama kali dituliskan, kertas belum ditemukan di India atau Sri Lanka. Dokumen biasa, seperti surat, kontrak, akun, dan akta dituliskan di kulit hewan, lembaran logam tipis, atau daun lontar. Umat Buddhis tidak suka menggunakan kulit hewan dan menuliskannya di atas lembaran logam akan menjadi mahal dan tidak praktis, jadi digunakanlah daun lontar. Setelah daun lontar dipersiapkan dengan cara tertentu, semuanya diikat bersama dengan tali dan diletakkan di antara dua lapis kayu yang membuatnya praktis dan tahan lama, seperti buku modern. Ketika Buddhisme menyebar ke Cina, kitab tersebut dituliskan di atas sutera atau kertas. 500 tahun kemudian, kebutuhan untuk memproduksi lebih banyak salinan kitab menyebabkan penemuan percetakan. Buku cetakan tertua di dunia adalah terjemahan bahasa Cina dari salah satu khotbah Sang Buddha yang diterbitkan tahun 828 masehi.

Selama 150 tahun setelah wafatnya sang Buddha ajarannya telah berkembang cukup pesat ke India utara. Kemudian sekitar tahun 262 SM penguasa India, Asoka Mauriya, berpindah agama menjadi Buddhis dan menyebarkan Dhamma ke seluruh kerajaannya. Banyak orang tertarik pada standar etika Buddhis yang tinggi dan terutama karena berlawanan dengan sistem kasta Hindu. Asoka juga mengadakan konsili agung dan mengirimkan bhikkhu misionaris ke negara tetangga dan bahkan sampai sejauh Eropa. Yang paling sukses dari misi ini adalah Bhikkhu yang pergi menuju Sri Lanka. Pulau tersebut menjadi Buddhis sampai sekarang. Misi lain dibawa menuju India selatan dan barat, Kashmir dan yang sekarang menjadi Burma selatan dan semenanjung Thailand. Sekitar seabad setelah Afganistan dan daerah pegunungan India utara menjadi Buddhis dan Bhikkhu serta pedagang dari sana secara bertahap membawa agama tersebut menuju Asia tengah dan akhirnya ke Cina yang kemudian memasuki Korea dan Jepang. Hal yang menarik untuk dicatat bahwa Buddhisme adalah satu-satunya sistem pemikiran luar yang pernah berakar di Cina. Sekitar di abad 12 Buddhisme menjadi agama dominan di Burma, Thailand, Laos, dan Kamboja atas usaha dari Bhikkhu Sri Lanka.

Sekitar abad ke 8, raja Tibet mengirimkan duta besar ke India untuk membawa Bhikkhu dan kitab Buddhis menuju negaranya. Buddhisme masuk, tetapi tidak menjadi agama mayoritas karena perlawanan dari para pendeta agama lokal, Bon. Akhirnya, di abad ke 11 banyak bhikkhu dan guru India datang ke Tibet dan agama Buddha menjadi diterima dengan baik. Sejak saat itu Tibet telah menjadi salah satu negara Buddhis yang paling taat.

Bukan hanya itu, hanya ada sangat sedikit kasus di mana Buddhisme menganiaya umat agama lain yang ditemui ketika Buddhisme menyebar atau disebarkan oleh pasukan penjajah. Buddhisme selalu merupakan cara hidup yang lembut dan gagasan untuk menggunakan kekerasan atau tekanan untuk memaksakan kepercayaan adalah hal yang bertentangan bagi umat Buddhis.

Ketika para bhikkhu misionaris datang ke berbagai negara, mereka biasanya membawa lebih dari sekedar ajaran Buddha bersama mereka, mereka juga membawa beberapa aspek terbaik dari peradaban India. Para Bhikkhu terkadang terlatih dalam ilmu pengobatan dan memperkenalkan ide-ide medis baru pada wilayah di mana hal itu belum pernah ada sebelumnya. Sri Lanka, Tibet, juga negara-negara lain di Asia tengah belum mengenal tulisan hingga para Bhikkhu memperkenalkannya dan tentunya dengan menulis, muncul pengetahuan dan gagasan-gagasan baru. Sebelum kedatangan Buddhisme, orang-orang Tibet dan Mongolia merupakan orang yang liar dan tidak teratur dan Buddhisme membuat mereka menjadi lembut dan beradab. Bahkan di India, pengorbanan hewan menjadi tidak populer karena Buddhisme dan sistem kasta menjadi berkurang kesenjangannya, setidaknya untuk beberapa waktu. Bahkan sekarang ini sementara Buddhisme menyebar di Eropa dan Amerika, psikologi barat modern mulai terpengaruh oleh kebijaksanaan-kebijaksanaan Buddhisme tentang pikiran manusia.

Tidak ada yang pernah memberikan penjelasan masuk akal pada perkembangan yang disayangkan ini. Beberapa sejarawan mengatakan bahwa Buddhisme menjadi sangat korup hingga orang-orang menentangnya, beberapa mengatakan bahwa Buddhisme menganut terlalu banyak gagasan-gagasan Hindu dan perlahan-lahan menjadi tidak bisa dibedakan dari Hinduisme. Teori lain bahwa para Bhikkhu berkumpul dalam vihara besar yang disokong oleh raja dan ini menyebabkan mereka terasing dari orang awam. Apapun alasannya, ketika sampai pada abad ke 8 atau 9, Buddhisme India sudah mengalami penurunan serius. Buddhisme menghilang sepenuhnya ketika terjadi kekacauan dan kekerasan dari penjajahan umat Islam di India pada abad ke 13.

Ada, dan benar, sejak pertengahan abad ke 20 Buddhisme mulai berkembang kembali di India. Di tahun 1956 pemimpin kasta rendah India berpindah agama menjadi Buddhis karena ia dan orang-orangnya sangat menderita di bawah sistem kasta hindu. Sejak saat itu sekitar 8 juta orang telah menjadi umat Buddhis dan angka itu terus bertambah.

Orang Barat yang pertama kali menjadi Buddhis mungkin adalah orang Yunani yang bermigrasi ke India setelah penjajahan Alexander agung di abad ke 3 SM. Salah satu buku Buddhis kuno yang paling terkenal, Milindapanha, yang berisi dialog antara Bhikkhu India Nagasena dan raja Indo-Yunani Milinda. Tapi belakangan ini Buddhisme mulai menarik kekaguman dan respek di Barat pada akhir abad ke 19 ketika para kaum terpelajar mulai menerjemahkan kitab Buddhis dan menulis tentang Buddhisme. Di awal 1900-an, beberapa orang barat memanggil diri mereka sendiri sebagai Buddhis dan satu atau dua diantaranya bahkan menjadi bhikkhu. Sejak tahun 1960-an angka umat Buddhis di Barat berkembang pesat dan sekarang menjadi golongan minoritas yang kecil, namun signifikan di banyak negara Barat.

Pada puncaknya, Buddhisme membentang dari Mongolia ke Maldives, dari Balkh ke Bali dan menarik banyak orang dari berbagai budaya berbeda. Lebih jauh lagi, ia bertahan selama berabad-abad dan mengadopsi serta beradaptasi seiring kehidupan sosial dan intelektual orang-orang berkembang. Karenanya sementara esensi dari Dhamma tetap sama, bentuk luarnya menjadi sangat berubah. Sekarang ini ada tiga aliran utama Buddhisme – Theravada, Mahayana dan Vajrayana.

Kata Theravada berarti Ajaran Para Sesepuh dan didasarkan pada Tipitaka Pali, catatan tertua dan terlengkap dari ajaran Sang Buddha. Theravada merupakan bentuk Buddhisme yang lebih konservatif dan berpusat pada kehidupan monastik yang menekankan dasar Dhamma dan cenderung mengambil pendekatan yang lebih sederhana dan keras. Sekarang ini, Theravada dipraktikkan terutama di Sri Lanka, Burma, Thailand, Laos, dan Kamboja.

Sekitar abad pertama SM beberapa dari implikasi pengajaran Buddha dieksplorasi lebih dalam lagi. Juga, masyarakat pada saat itu sedang berkembang dan ini membutuhkan penafsiran pengajaran yang baru dan lebih relevan. Dari banyak aliran-aliran yang tumbuh dari perkembangan dan penafsiran terbaru ini disebut sebagai Mahayana, berarti Jalan Besar, karena mereka mengklaim diri mereka relevan bagi semua orang, bukan hanya Bhikkhu dan Bhikkhuni yang telah meninggalkan keduniawian. Mahayana akhirnya menjadi bentuk dominan dari Buddhisme di India dan sekarang ini dipraktikkan di Cina, Korea, Taiwan, Vietnam, dan Jepang. Beberapa Theravadin mengatakan kalau Mahayana merupakan distorsi dari pengajaran Buddha. Namun, Mahayana menunjukkan bahwa Sang Buddha menerima perubahan sebagai salah satu kebenaran paling fundamental dan bahwa penafsiran mereka atas Buddhisme yang merupakan distorsi dari Dhamma tidak lebih daripada pohon oak yang merupakan distorsi dari biji pohon oak.

Ketika Mahayana berkembang, mereka ingin membedakan dirinya dari aliran Buddhisme terdahulu yang lebih awal, jadi ia menamakan dirinya Mahayana, Jalan Besar, dan menjuluki aliran terdahulu sebagai Hinayana, yang berarti Jalan Kecil. Oleh karena itu, Hinayana merupakan istilah yang agak sektarian yang diberikan Mahayanis pada Theravadin.

Aliran Buddhisme ini mulai muncul di India pada abad ke 6 dan 7 masehi pada saat Hinduisme sedang mengalami kebangkitan besar di India. Sebagai akibatnya, beberapa umat Buddhis terpengaruh aspek Hinduisme terutama pemujaan pada dewa dan penggunaan ritual-ritual rumit. Di abad ke 11 Vajrayana diterima di tibet dengan baik di mana ia mengalami pengembangan lebih jauh lagi. Kata Vajrayana berarti Jalan Permata dan mengacu pada logika yang seharusnya tak dapat dihancurkan yang digunakan Vajrayanis untuk membenarkan dan membela beberapa gagasan mereka. Vajrayana lebih bergantung pada literatur yang disebut tantra dibandingkan pada kitab Buddhis tradisional dan terkadang juga dikenal sebagai Tantrayana. Vajrayana kini berkembang di Mongolia, Tibet, Ladakh, Nepal, Bhutan, dan diantara penduduk Tibet yang tinggal di India.

Mungkin kita harus membandingkannya dengan sebuah sungai. Jika anda pergi ke hulu dan kemudian hilir dari sungai, mereka mungkin kelihatannya sangat berbeda. Tetapi jika anda mengikuti sungai itu dari hulu, saat ia mengalir melalui bukit dan lembah, melewati air terjun, melalui begitu banyak sungai kecil yang mengalir ke sungai itu, anda akhirnya akan sampai hingga hilirnya dan mengerti kenapa ia kelihatannya sangat berbeda dari awalnya. Jika anda ingin mempelajari Buddhisme, mulailah dari pengajaran paling mendasar – Empat Kebenaran Mulia, Jalan Mulia Berunsur Delapan, riwayat hidup Buddha historis dan seterusnya. Kemudian pelajari bagaimana dan mengapa ajaran dan gagasan-gagasannya berkembang dan kemudian fokus pada pendekatan itu pada Buddhisme yang paling menarik bagi anda. Kemudian anda akan menyadari bahwa tidaklah mungkin mengatakan bahwa hulu sungai lebih inferior daripada hilirnya atau bahwa hilirnya merupakan distorsi dari sumbernya.

Suatu ketika ada lelaki yang bernama Upali yang sangat terkesan pada ajaran Sang Buddha dan memutuskan untuk menjadi salah satu murid beliau. Tetapi Sang Buddha berkata kepadanya:

“Lakukanlah sebuah penyelidikan yang saksama terlebih dahulu Upali. Penyelidikan yang saksama adalah hal yang baik untuk orang ternama seperti anda.” M.II, 379

Dalam Buddhisme, pemahaman merupakan hal yang paling penting dan pemahaman membutuhkan waktu, ia merupakan hasil akhir dari sebuah proses. Jadi, jangan langsung terburu-buru masuk ke Buddhisme. Luangkan waktu anda, tanyakanlah pertanyaan-pertanyaan, pertimbangkan dengan cermat dan kemudian ambillah keputusan anda. Sang Buddha tidak tertarik memiliki jumlah murid yang banyak. Beliau menaruh perhatian bahwa orang-orang seharusnya mengikuti ajarannya sebagai hasil dari pengamatan yang cermat dan pertimbangan atas fakta-fakta.

Akan lebih baik anda bergabung ke sebuah vihara yang baik atau kelompok Buddhis, mendukungnya, didukung oleh mereka dan terus belajar lebih jauh tentang ajaran Buddha. Kemudian, ketika anda telah siap, anda dapat secara resmi menjadi Buddhis dengan mengambil Tiga Perlindungan.

Sebuah perlindungan adalah tempat kemana orang-orang pergi ketika mereka bersedih atau ketika mereka membutuhkan keselamatan dan keamanan. Ada banyak tipe perlindungan. Ketika orang-orang tidak berbahagia, mereka berlindung dengan teman mereka. Sang Buddha berkata:

“Dengan berlindung kepada Buddha, Dhamma dan Sangha dan untuk melihat dengan pemahaman sejati Empat Kebenaran Mulia, penderitaan, penyebab penderitaan, melampaui penderitaan, dan Jalan Mulia Berunsur Delapan yang membawa untuk melampaui penderitaan, Inilah sesungguhnya perlindungan yang aman, Inilah perindungan tertinggi Inilah perlindungan dimana seseorang terbebaskan dari segala penderitaan.” Dp 189-192

Mengambil perlindungan kepada Buddha merupakan penerimaan penuh keyakinan akan fakta bahwa seseorang bisa sepenuhnya tercerahkan dan sempurna sama seperti Sang Buddha. Mengambil perlindungan pada Dhamma berarti memahami Empat Kebenaran Mulia dan menjadikan kehidupan seseorang berdasarkan pada Jalan Mulia Berunsur Delapan. Mengambil perlindungan pada Sangha berarti mencari dukungan, inspirasi dan tuntunan dari semua yang berjalan dalam Jalan Mulia Berunsur Delapan. Dengan melakukan ini, seseorang menjadi umat Buddhis dan dengan demikian mengambil langkah pertama menuju Nirvana.

Seperti halnya jutaan orang yang tak terhitung lainnya dalam kurun waktu 2500 tahun terakhir, saya menemukan bahwa ajaran Buddha menjadi masuk akal di dunia yang sulit ini. Ajaran Sang Buddha telah memberikan arti pada kehidupan yang sebelumnya tidak berarti. Mereka telah memberikan saya etika simpati dan welas asih yang dengannya menuntun kehidupan saya dan mereka telah menunjukkan bagaimana saya bisa mencapai kondisi kemurnian dan kesempurnaan di kehidupan selanjutnya. Seorang penyair di India kuno pernah menuliskan tentang Buddha:

“Untuk pergi kepada-Nya sebagai perlindungan, untuk menyanyikan pujian-Nya, untuk menghormatinya dan berdiam dalam Dhamma adalah dengan bertindak disertai pemahaman.”

Saya sangat setuju dengan perkataan ini.

Hal pertama yang harus anda pahami adalah orang ini bukan benar-benar teman anda. Seorang teman sejati menerima anda apa adanya dan menghargai keinginan anda. Saya curiga bahwa orang ini berpura-pura menjadi teman anda hingga ia bisa mengubah agama anda. Ketika orang-orang mulai memaksakan kehendaknya pada anda, mereka pastinya bukanlah seorang teman.

Berbagi agama anda dengan orang lain merupakan hal baik namun saya pikir teman anda tidak tahu perbedaan antara berbagi dengan memaksakan. Jika saya mempunyai sebuah apel, saya menawarkan anda setengahnya dan anda menerimanya, demikianlah saya berbagi dengan anda. Tetapi jika anda berkata “Terima kasih, tapi saya sudah makan” dan saya tetap bersikeras agar anda mengambil setengah apel hingga anda menyerah pada paksaan saya, sangat sulit dikatakan ini disebut berbagi. Orang-orang seperti “teman” anda mencoba untuk menyamarkan prilaku buruk mereka dengan menamakannya “berbagi”, “cinta”, atau “kesaksian”. Namun dengan cara apapun mereka menyebutnya, prilaku mereka tetap saja kasar, tidak sopan, dan egois.

Ini hal yang mudah. Pertama, tentukan dengan jelas apa yang anda inginkan dalam pikiran anda. Kedua, beri tahukan dia hal tersebut dengan jelas dan singkat. Ketiga, ketika ia menanyakan pertanyaan seperti ‘Apa kepercayaanmu terhadap masalah ini’ atau ‘Mengapa kamu tidak mau datang ke pertemuan dengan saya,’ dengan jelas, sopan, dan gigih ulangi pernyataan pertama anda. “Terima kasih atas undangannya, namun saya lebih baik tidak datang”

“Mengapa tidak.”

“Itu adalah urusan saya. Saya lebih baik tidak datang.”

“Akan ada banyak orang yang menarik disana.”

“Saya yakin memang ada, namun lebih baik saya tidak datang.”

“Saya mengundangmu karena saya perhatian kepadamu.”

“Saya senang kamu perhatian pada saya tapi lebih baik saya tidak datang.”

Jika anda dengan jelas, sabar, dan gigih mengulanginya dan menolak untuk membiarkannya membuat anda terlibat diskusi, akhirnya ia akan menyerah. Adalah hal yang memalukan bahwa anda harus melakukan ini, tapi sangat penting bagi orang-orang untuk belajar bahwa mereka tidak bisa memaksakan keyakinan atau keinginannya pada orang lain.

Ya, harus. Jika orang bertanya pada anda mengenai Buddhisme, beritahu mereka. Anda bahkan bisa memberitahu mereka mengenai ajaran Buddha tanpa harus ditanyakan lebih dulu. Tapi jika, dengan perkataan atau tindakan mereka, mereka memberitahu anda kalau mereka tidak tertarik, terimalah dan hargai keputusan mereka. Juga penting untuk mengingat bahwa jauh lebih efektif anda memberitahu orang-orang mengenai Dhamma melalui tindakan dibandingkan dengan menceramahi mereka. Tunjukkan pada orang mengenai Dhamma dengan selalu penuh perhatian, baik hati, toleran, lurus dan jujur. Buatlah Dhamma bersinar melalui ucapan dan tindakan anda. Jika masing-masing dari kita, anda dan saya, mengetahui Dhamma dengan baik, mempraktikkannya dengan sebaik-baiknya dan banyak membagikannya dengan orang lain, kita bisa mendapatkan manfaat besar bagi diri kita sendiri dan orang lain.

Kebijaksanaan dimurnikan oleh moralitas dan moralitas dimurnikan oleh kebijaksanaan. Dimana ada yang satu, disana ada yang satunya lagi. Orang yang bermoral memiliki kebijaksanaan dan orang yang bijak memiliki moralitas. Kombinasi dari kedua ini merupakan hal tertinggi di dunia. D.I,84

Pikiran memulai dari segala sesuatu, pikiran menguasai segalanya, semuanya merupakan ciptaan pikiran. Jika seseorang berbicara atau berbuat dengan pikiran yang murni maka kebahagiaan akan mengikutinya bagaikan bayangan yang tidak pernah meninggalkannya. Dp.2

Seseorang tidak seharusnya menyalahkan atau merendahkan siapapun dimanapun untuk alasan apapun. Janganlah mengharapkan penderitaan pada yang lain karena rasa kemarahan atau persaingan. Sn. 149

Sama seperti halnya laut yang luas memiliki satu rasa, rasa asin, begitu juga Dhamma memiliki satu rasa, rasa kebebasan. Ud.56

Sangat mudah untuk melihat kesalahan orang lain namun sangat sulit untuk melihat kesalahan sendiri. Sementara kita menampi kesalahan orang lain seperti sekam, kita menyembunyikan kesalahan kita sendiri seperti pemburu yang menyembunyikan dirinya di tempat persembunyian. Barang siapa yang melihat kesalahan orang lain hanya akan menjadi marah. Hal-hal negatif pada mereka berkembang dan jauh dari kehancurannya. Dp.252-3

Banyak untaian kalung bunga bisa dibuat dari setumpuk bunga. Demikian juga, banyak perbuatan baik bisa dilakukan oleh seorang manusia. Dp.53

Ketika engkau berbicara dengan orang lain, engkau mungkin berbicara pada waktu yang tepat atau tidak, berdasarkan fakta atau tidak, secara halus atau kasar, secara langsung atau tidak, dengan pikiran yang dipenuhi kebencian atau cinta kasih. Engkau harus melatih dirimu seperti ini. “Pikiran kita tidak boleh terkotori, kita juga tidak boleh berbicara kasar tetapi dengan kebaikan dan welas asih kita akan hidup dengan pikiran yang terbebas dari kebencian dan dipenuhi cinta kasih. Kita akan hidup meliputi satu orang dengan cinta kasih, dan kemudian meliputi seluruh dunia dengan cinta kasih yang meluas, menyebar dan tak terbatas dan sama sekali tanpa kebencian ataupun permusuhan.” Dengan cara inilah engkau harus melatih dirimu sendiri. M.I,126

Ada tiga hal yang dengannya orang bijaksana bisa dikenali. Apakah yang tiga itu? Ia melihat kesalahannya sebagaimana adanya, ketika melihatnya ia berusaha memperbaikinya, ketika orang lain mengakui kesalahan mereka ia memaafkannya. A.I,103

Berhenti melakukan kejahatan, belajar untuk berbuat kebajikan, menyucikan pikiran. Inilah ajaran para Buddha. Dp. 183

Pelajarilah ini dari air. Di celah-celah pegunungan dan jurang-jurang, air mengalir dengan deras menuju anak sungai. Namun sungai besar mengalir dengan tenang. Benda kosong selalu membuat bersuara, namun benda yang berisi selalu hening. Orang dungu adalah seperti belanga yang setengah-terisi, orang bijak seperti kolam yang dalam dan tenang. Sn. 720-1

Bahkan jika seorang penjahat rendah memotong anggota tubuh satu per satu dengan gergaji balik, jika kalian memenuhi pikiranmu dengan kebencian, kalian tidak akan mempraktikkan ajaran-Ku. M.I,126

Jika seseorang pencemburu, egois, atau tidak jujur sesungguhnya mereka tidak menarik walaupun mereka pandai berbicara dan berwajah menarik. Tetapi orang yang membuang dari hal-hal itu dan bebas dari kebencianlah yang benar-benar rupawan. Dp.262-3

Adalah tidak mungkin bagi seorang yang tidak terkendali, tidak disiplin atau tidak puas mampu mengendalikan, mendisiplinkan atau memuaskan orang lain. Tetapi sangat mungkin apabila seorang yang terkendali, disiplin dan puas mampu menolong orang lain untuk menjadi seperti itu. M.I,45

Kepuasan merupakan kekayaan paling besar. Dp.227

Jika seseorang mencela-Ku, Dhamma, atau Sangha, kalian tidak boleh marah ataupun tersinggung karena itu akan menjadi mengaburkan penilaian kalian dan kalian tidak akan tahu apakah yang mereka katakan benar atau salah. Jika orang lain melakukan hal ini, jelaskan pada mereka bahwa celaan mereka tidak benar, katakanlah, “Ini tidak tepat. Itu tidak benar. Ini bukan cara kami. Itu bukanlah apa yang kami lakukan.” Demikian juga, jika orang lain memuji-Ku, Dhamma, atau Sangha kalian tidak boleh bangga dan tinggi hati karena itu akan mengaburkan penilaian kalian dan kalian tidak akan tahu apakah yang mereka katakan benar atau salah. Jika orang lain melakukan hal ini, jelaskan pada mereka bahwa pujian mereka adalah benar, katakan, “Ini tepat. Itu benar. Ini cara kami. Itu bisa ditemukan pada kami.” D.I,3

Ucapan memiliki lima tanda yang menunjukkan bahwa tidak diucapkan dengan buruk, tetapi diucapkan dengan baik, terpuji dan disanjung oleh para bijaksana. Apakah yang lima itu? Perkataan dibicarakan pada waktu yang tepat, benar, diucapkan dengan lembut, tidak bertele-tele, dan diucapkan dengan penuh cinta kasih. A.III,243

Bagaikan danau yang dalam, jernih dan tenang, demikian pula orang bijak menjadi damai sepenuhnya ketika mendengarkan sang ajaran. Dp.82

Kehilangan kekayaan merupakan hal yang tidak penting, namun merupakan hal yang sangat buruk apabila kehilangan kebijaksanaan. Mendapat kekayaan merupakan hal yang tidak penting, namun merupakan hal yang menakjubkan apabila mendapatkan kebijaksanaan. A.I,15

Walaupun seseorang yang lalai banyak melafalkan kitab suci namun tidak mempraktikkannya, mereka layaknya gembala sapi yang menghitung sapi orang lain, mereka tidak akan menikmati buah kehidupan suci. Dp.19

Bagaikan seorang ibu yang melindungi anak tunggalnya dengan nyawanya sendiri, demikian juga, seseorang harus mengembangkan cinta kasih tanpa batas pada semua makhluk di dunia. Sn.150

Jika seseorang ingin menegur orang lain, hendaknya ia merenungkan seperti ini; “Apakah saya mempraktikkan kemurnian penuh dalam tubuh dan ucapan atau tidak? Apakah kualitas ini terdapat dalam diriku atau tidak?” Jika tidak, tidak akan diragukan lagi mereka akan berkata; “Ayolah, kenapa engkau tidak mempraktikkan kemurnian dalam tubuh dan ucapan lebih dulu?” Demikian pula, seseorang yang ingin menegur orang lain hendaknya merenungkan seperti ini; “Apakah saya telah membebaskan diri saya sendiri dari keinginan jahat dan mengembangkan cinta kasih pada yang lainnya? Apakah kualitas ini terdapat dalam diri saya atau tidak?” Jika tidak, maka tidak diragukan lagi mereka akan berkata; “Ayolah, kenapa engkau sendiri tidak mempraktikkan cinta kasih?” A.V,79

Barang siapa yang mempraktikkan kebajikan dipagi hari, siang hari, ataupun malam hari, maka mereka akan berbahagia pada pagi hari, siang hari, ataupun malam hari. A.I,294

Jika orang lain melukai, memukul, melempar batu atau menyerang kalian dengan tongkat atau pedang, kalian harus menyingkirkan semua nafsu dan kehendak duniawi dan berpikir. “Pikiranku tidak akan goyah. Aku tidak boleh berkata kasar. Aku tidak akan merasakan kebencian tetapi mempertahankan kebaikan dan welas asih kepada semua makhluk.” Seperti inilah kalian harus berpikir. M.I,126

Pembuat saluran air mengarahkan air, tukang panah meluruskan anak panah, tukang kayu membentuk kayu, orang bijaksana mengendalikan dirinya sendiri. Dp.80

Ada 4 jenis orang yang terdapat dalam dunia ini. Apakah yang empat itu? mereka yang tidak memperhatikan kebahagiaan diri sendiri dan orang lain, mereka memperhatikan kebahagiaan orang lain tetapi tidak pada diri sendiri, mereka yang memperhatikan kebahagiaan diri sendiri tanpa memperhatikan kebahagiaan orang lain dan mereka yang memperhatikan kebahagiaan diri sendiri dan orang lain…Dari keempat jenis orang ini, mereka yang memperhatikan kebahagiaan mereka sendiri dan orang lain merupakan terutama, tertinggi, terkemuka, dan terbaik. A.II,94

Jika mengambil perlindungan pada Buddha, Dhamma, dan Sangha, engkau akan terbebaskan dari ketakutan dan kegentaran. S.I,220

Taklukkan kebencian dengan cinta kasih, kejahatan dengan kebaikan, kekejaman dengan kemurahan hati dan kebohongan dengan kebenaran. Dp.223

Mereka yang memiliki pikiran, ucapan, dan perbuatan yang baik merupakan sahabat baik bagi diri mereka sendiri. Bahkan jika mereka berkata, “Kami tidak peduli dengan diri kami sendiri” mereka tetap sahabat baik bagi diri mereka sendiri. Mengapa? Karena mereka melakukan bagi diri mereka sendiri apa yang harusnya dilakukan seorang teman baik bagi diri mereka. S.I,71

Janganlah menganggap remeh kebaikan dengan berkata, “Aku tidak dapat menjadi seperti itu.” Setetes demi setetes air air akan memenuhi belanga dan demikian pula sedikit demi sedikit orang bijaksana memenuhi diri mereka dengan kebaikan. Dp.122

Ketika itu seorang bhikkhu menderita sakit disentri dan berbaring diatas kotorannya sendiri. Sang Bhagavā dan Ananda mengunjungi kuti-kuti dan mereka sampai di tempat bhikkhu yang sakit itu dan Sang Bhagavā menanyakannya;

“Bhikkhu, apakah yang salah denganmu?” “Saya terkena disentri, Bhagavā.” “Tidakkah ada yang menjagamu?” “Tidak Yang Mulia.” “Mengapa yang lain tidak menjagamu?” “Karena aku tidak berguna bagi mereka.”

Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada Ananda; “Pergi dan ambilkan air, kita akan memandikan bhikkhu ini.” Ananda kemudian membawa air dan Sang Bhagavā menuangkannya sementara Ananda membersihkan seluruh tubuh bhikkhu itu. Kemudian dengan mengangkat dari sisi kepala dan kakinya, mereka membawanya dan membaringkannya di tempat tidur. Kemudian Sang Bhagavā memanggil para bhikkhu dan bertanya; “Mengapa kalian tidak menjaga bhikkhu yang sakit ini?” “Karena ia tidak berguna bagi kami”

“Para bhikkhu, kalian tidak memiliki ayah dan ibu untuk menjaga kalian. Jika kalian tidak saling menjaga satu sama lain, siapa lagi yang akan melakukannya? Ia yang merawat yang sakit berarti merawat-Ku.” Vin.IV,301

Pemberian kebenaran melebihi pemberian apapun. Dp.354

Adalah baik untuk memikirkan kesalahan kalian dari waktu ke waktu. Adalah baik untuk memikirkan kesalahan orang lain dari waktu ke waktu. Adalah baik untuk memikirkan kebajikan kalian dari waktu ke waktu. Adalah baik untuk memikirkan kebajikan orang lain dari waktu ke waktu. A.V,159

Siapa yang berbuat baik akan bergembira sekarang, mereka akan bergembira nanti, mereka akan bergembira sekarang dan nanti. Mereka bergembira dan berbahagia ketika mereka memikirkan perbuatan baiknya sendiri. Dp. 16

Hentikanlah kejahatan. Itu bisa dilakukan. Jika itu tidak mungkin, Aku tidak akan memintamu melakukannya. Tetapi karena hal itu mungkin, maka Aku katakan, “Hentikanlah kejahatan.” Jika menghentikan kejahatan membuatmu menderita dan sedih, Aku tidak akan memintamu melakukannya. Tetapi hal itu adalah untuk kesejahteraan dan kebahagiaanmu, maka Aku katakan, “Hentikanlah kejahatan.” Peliharalah kebajikan. Itu bisa dilakukan. Jika itu tidak mungkin, Aku tidak akan memintamu melakukannya. Tetapi karena hal itu mungkin, maka Aku katakan “Peliharalah kebajikan.” Jika memelihara kebajikan membawamu pada kehilangan dan kesedihan, Aku tidak akan memintamu melakukannya. Tetapi itu akan meningkatkan kesejahteraan dan kebahagiaanmu maka Aku berkata “Peliharalah kebajikan.” A.I,58

Semua orang gentar akan hukuman, semua orang menginginkan kehidupan. Oleh karena itu, tempatkan dirimu di posisi orang lain dan tidak membunuh ataupun membenarkan pembunuhan. Dp. 130

Seperti pegunungan Himalaya, perbuatan baik bersinar dari jauh. Seperti sebuah panah yang ditembakkan di malam hari, perbuatan buruk tidak terlihat jelas. Dp.304

Sang Bhagava berkata; “Bagaimana menurutmu mengenai hal ini? Apakah gunanya cermin?”

“Cermin berguna untuk untuk memantulkan bayangan,” jawab Rahula Kemudian Sang Bhagava berkata; “Demikian pula, suatu perbuatan melalui dengan tubuh, ucapan, atau pikiran seharusnya dilakukan setelah direnungkan.” M.I,415.

Seperti halnya sungai Gangga mengalir, mengarah, bergerak menuju timur, demikian pula, orang yang berlatih dan mengembangkan Jalan Mulia Berunsur Delapan mengalir, mengarah, bergerak menuju Nirvana. S.V, 40

Mereka yang terus berpikir, “Ia melukaiku!” “Ia memukulku!” “Ia menindasku!” “Ia merampasku!” tidak akan menghentikan kebenciannya. Tetapi mereka yang melepaskan pikiran seperti itu akan menghentikan kebenciannya. Di dunia ini kebencian tidak akan dihentikan oleh kebencian. Cinta kasih yang menghentikan kebencian, inilah kebenaran abadi. Dp.3-5

Singkatan. A, Anguttara Nikaya; D, Digha Nikaya; Dp, Dhammapada; M, Majjhima Nikaya; S, Samyutta Nikaya; Sn, Sutta Nipata; Ud, Udana; Vin, Vinaya

  • Praised by the Wise, 1987
  • Good Question Good Answer, 1987 (tersedia dalam bahasa Arab, Assam, Burma, Bahasa Indonesia, China, Hindi, Kanada, Ladakh, Newari, Sinhala, Spanyol, Tamang, Tamil, dan bahasa Vietnam)
  • Gemstones of the Good Dhamma, 1987 (tersedia dalam bahasa Hindi dan Newari)
  • Encounters with Buddhism, 1989 (tersedia dalam Bahasa Indonesia dan Sinhala(Sri Lanka)
  • Matreceta’s Hymn to the Buddha, 1989
  • Buddha Vacana-Daily Readings from the Sacred Literature of Buddhism, 1989 (tersedia dalam Bahasa Indonesia, Belanda, Cina dan Tamil)
  • All About Buddhism-A Modern Introduction to an Ancient Spiritual Tradition, 1990 (tersedia dalam Bahasa Indonesia dan Sinhala)
  • Middle Land Middle Way-A Pilgrim’s Guide to the Buddha’s India, 1991 (tersedia dalam bahasa Burma, Korea, Sinhala, dan Tibetan)
  • The Sayings of the Buddha, 1991
  • The Buddha and His Disciples, 1992
  • The Edicts of King Asoka, 1993 (tersedia dalam bahasa Bengali)
  • How to Protect Yourself from Cults, 1993
  • Navel of the Earth-The History and Significance of Bodh Gaya, 1996 (tersedia dalam bahasa Burma)
  • Mahakarunika Katha, 2000 (hanya dalam bahasa Sinhala)
  • Yellow Robe Red Flag-A Biography of Rahul Sankrityayan, 2000
  • Sacred Island- A Buddhist Pilgrim’s Guide to Sri Lanka, 2005
  • The Golden Goose and Other Jataka Stories, 2005 (tersedia dalam bahasa Sinhala)
  • A Little Book of Buddhist Names, (akan datang)
  • Dhamma Data, A Guide to Buddhism, A to Z, (akan datang)
  • A Dictionary of Flora and Fauna in the Pali Tipitaka, (akan datang)
  • Children’s books in collaboration with Susan Harmer
  • Rahula Leads the Way, 1990
  • The Buddha and His Friends, 1997
  • Anathapindaka and Other Stories, 1998
  • Stories the Buddha Told, 2001
  • Stories from Buddhist Lands, 2005

Shravasti Dhammika dilahirkan di Australia pada tahun 1951 dalam keluarga Kristen dan beralih menjadi Buddhis pada umur delapan belas. Pada tahun 1973 beliau pergi ke Thailand dengan tujuan untuk menjadi Bhikkhu, tetapi tidak puas dengan apa yang beliau lihat di vihara-vihara disana, beliau pergi menuju Laos, Burma, dan India. Selama tiga tahun kedepan beliau bepergian ke seluruh India untuk mempelajari yoga dan meditasi, hingga akhirnya ditahbiskan menjadi bhikkhu oleh Yang Mulia Matiwella Sangharatana, murid terakhir dari Anagarika Dharmapala. Pada tahun 1976 beliau pergi ke Sri Lanka dimana ia belajar bahasa pali di Sri Lanka Vidyalaya dan kemudian menjadi salah satu pendiri dan guru dari Nilambe Meditation Centre di Kandy. Sejak saat itu beliau menghabiskan kebanyakan waktunya di Sri Lanka dan Singapura. Bhante Dhammika, seperti yang dikenal oleh murid-murid dan teman-temannya, telah menulis lebih dari dua puluh lima buku dan artikel mengenai Buddhisme dan topik sehubungannya. Beliau juga terkenal akan ceramah-ceramah publiknya dan mewakili Buddhisme Theravada di European Buddhist Millennium Conference di Berlin pada tahun 2000. Terlepas dari filosofi Buddhis dan meditasi, Bhante Dhammika memiliki ketertarikan yang dalam pada sejarah topografi Buddhisme dan fenomena ziarah dan telah bepergian luas ke India dan negeri-negeri Buddhis lainnya. Ketertarikan lainnya meliputi sejarah India, seni, dan botani. Good-question-good-answer@yahoo.com


Catatan Kaki
  1. Lihat Twenty Cases Suggestive of Reincarnation and Cases of Reincarnation Type, University Press of Virginia, Charlotteville, 1975. ↩︎