easter-japanese

Saya memilih topik latihan kepemimpinan untuk bahan tulisan saya pada kesempatan sharing kali ini. Beberapa titik–titik yang cukup penting sebagai bagian dari latihan kepemimpinan yang diikuti oleh Pemuda Theravada Indonesia (Patria) dan delegasi Buddhis lainnya pada program W.F.B.Y di Singapura beberapa saat yang lalu akan saya sertai dalam tulisan ini. Mudah–mudahan bermanfaat.

Latihan–latihan kepemimpinan menjadi program unggulan Patria. Apa sesungguhnya manfaat daripada latihan–latihan kepemimpinan tersebut? Ada sebagian orang berpendapat bahwa bakat memimpin sudah dibawa sejak lahir, sebagian yang lainnya menilai apabila bakat tersebut dapat dipupuk melalui kegiatan–kegiatan seminar dan training.

Terlepas dari apa pendapat orang, saya menyetujui apabila ada hal–hal baru yang dapat diperoleh dan kita kembangkan dari latihan–latihan tersebut.

Ada seorang anak yang meminta izin orang–tuanya untuk mengikuti latihan kepemimpinan di kota lain. Orang tuanya pun bertanya, “Memangnya kamu mimpi jadi pemimpin ya, Nak?” (,”) Inilah tanggapan umum orang–orang ketika mendengar tentang “Latihan Kepemimpinan”.

Kembali kepada pertanyaan di atas. Apa saja sesungguhnya manfaat daripada latihan– latihan kepemimpinan tersebut? Mari kita lihat pendapat dari 2 personil Patria yang mengikuti latihan kepemimpinan W.F.B.Y berikut ini :

Long Long (Dragono) mengatakan : “Buat aku sendiri, aku mendapatkan banyak pandangan global bahwa dunia itu tidak selebar daun saja.. “A” dari sudut pandang kita, mungkin saja berbeda dengan “A” dari sudut pandang orang lain, yang berasal dari beda latar belakang pula…malahan, ini bisa membuat pandangan kita lebih fleksibel dalam melihat sesuatu daripada sebelumnya. Setidaknya, kita menjadi orang yang berbeda, dengan semangat baru berperilaku yang efektif. Sedangkan manfaat untuk organisasi, jelaslah untuk membuat operasional organisasi jauh lebih terarah dan terukur.”

Sukirwan Wongso mengatakan : “Saya mendapat masukan dari teman–teman lain tentang cara mereka berorganisasi di Vihara/organisasi mereka, saya jadi mengetahui cara berorganisasi dan berinteraksi dengan budaya yang berbeda, lalu satu hal yang benar–benar luar biasa yakni keakraban seluruh anggota semasa training, patut dijadikan teladan”. Manfaat yang dirasakan masing–masing individu adalah berbeda, secara pokok, latihan–latihan kepemimpinan dapat bertindak sebagai wadah dalam membina para kawula muda, mempersiapkan mereka menjadi pribadi yang mandiri.

Setidaknya, di dalam organisasinya sendiri, ia dapat memberikan input dan saran–saran. Ia yang dulunya tidak menyadari potensi–potensi dirinya, di sini, ia diberi kesempatan untuk berlatih dan berkembang, sehingga ia mampu berkarya baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang banyak.

Dr. Ong memperkenalkan SMART Goal Setting, yang terdiri dari Specific, Measurable, Accountable, Realistic dan Timeliness.

Dalam suatu kesempatan, saya bercakap–cakap dengan seorang teman, kitapun saling memberi jawaban terhadap satu pertanyaan ini, “What is your purpose of life?” Ini adalah salah satu pertanyaan yang kita diskusikan selama masa training. Tujuan dari masing–masing orang tentu berbeda, ada orang yang memiliki tujuan jadi hartawan, ada yang ingin jadi terkenal, dan sebagainya. Ada tujuan yang bersifat duniawi dan ada yang bersifat spiritual.

Teman saya mengatakan apabila tujuan hidupnya adalah menjadi seorang Arahat. Nah, jika kita telah memiliki suatu tujuan, tentunya harus dibarengi dengan misi yang mendukung pada pencapaian tujuan tersebut. Bukankah demikian? Jadi saya tanyakan pada teman saya, sebagaimana tujuannya menjadi Arahat, tujuan spiritual tertinggi, apakah benar apabila misi pertama yang ingin dilakukannya adalah ‘Melepaskan keduniawian’. Namun dia jawab, “Tidak, Tidak, saya belum bisa jadi bhikkhu, masih banyak keinginannya. Hahahaha. Inilah contohnya “Tidak Spesifik”. Apabila dia lanjut mengatakan kalau dia boleh saja menetapkan tujuan untuk masa–masa kehidupan mendatang, ini contoh lainnya yang tidak realistis. Ketika ditanyai apa tujuan hidup anda, jelaslah pertanyaan ini merujuk pada tujuan hidup anda untuk saat sekarang ini. Here and Now. Anda hidup pada saat ini. Inilah realitasnya.

Kembali pada visi dan misi. Sebagai bagian dari organisasi, sudahkah masing–masing dari kita mengetahui visi dari organisasi kita? Bagaimana mungkin kita dapat berkarya lebih baik ketika kita bahkan tidak mengetahui visi dari organisasi kita sendiri. Mari kita simak kembali visi Patria berikut ini.

“Menjadi organisasi pemuda Indonesia dengan anggota yang berkwalitas, mandiri, sejahtera dan mampu menyerap aspirasi masyarakat, serta bersama–sama mewartakan Dhamma melalui pengabdian tanpa pamrih.”

Ketika kita telah mengetahui visi dari organisasi kita, maka kita dapat membuat perencanaan yang lebih baik, yang mendukung pada pencapaian visi tersebut. Dengan kata lain, visi adalah sesuatu yang ingin dicapai, dan misi adalah langkah–langkah yang ditempuh dalam menyukseskan visi.

Titik selanjutnya adalah berkenaan dengan “Prinsip hidup dengan 7 kebiasaan” yang antara lain sebagai berikut : “Belajar tiada henti, terus mendidik ; Berdedikasi, melayani dan membantu yang lain untuk sukses ; Bersikap positif, Optimis, Semangat dan menghindari 4 emosi yang merugikan (Critics, Complain, Compare, Compete) ; Mengenali hasil kerja orang lain ; Ketenang–seimbangan ; Kewaspadaan diri ; Dan keselarasan antara fisik, mental, spiritual dan sosial.

4C di atas sangat menarik perhatian. Seringkali kita berasumsi bahwa kita melakukan hal–hal tersebut (4C) untuk kebaikan orang. Namun sesungguhnya, tanpa kita sadari, kita mengkritik, mengeluh, membanding–bandingkan diri, berusaha menandingi karena suatu alasan yang kurang bajik, semisalnya ego pribadi, iri hati, cemburu, tidak bersimpati dengan hasil karya orang lain. Pemikiran–pemikiran seperti ‘Siapalah dia itu yang merasa dirinya senior? Mengapa hasil kerjanya yang lebih dikenal orang?’ Dstnya haruslah dihindari. Inilah yang disebut sebagai emosi–emosi yang tidak bajik. Bukan berarti kita tidak boleh mengkritik dan mengeluh tentang orang lain. Hendaknya kita mengawasi perasaan dari dalam yang muncul. Apakah karena ego atau karena kasih. kitalah yang paling mengetahuinya. Atau bisa juga kita berpikir, ‘Andaikan saja saya tidak dikritik, tidak dibandingi, bagaimana saya bisa maju? Bisa saja benar. Tapi apabila anda terus berpikiran supaya dikritik oleh orang lain, ini namanya “Dungu” . Hahaha.

Titik lainnya yang menurutku tak kalah penting adalah Manajemen Waktu. Mungkin kosa-kata “Saya Sibuk” adalah kosa-kata yang wajib pakai, entah itu untuk suatu alasan penolakan atau penghindaran. Memang ada saatnya kita benar–benar sibuk. Kenyataannya, kita tidak dapat menambah waktu yang sudah pas 24 jam dalam sehari. Tapi kiranya, kita dapat mengatur jadwal-jadwal kita dengan memberikan urutan paling penting untuk dilakukan sampai yang biasa saja. “Time management is also part of self management”. Ini penting untuk dipahami. Ada orang yang sibuk karena dia benar-benar sibuk, tapi sebagian orang sibuk karena mereka menyibukkan diri sendiri (,”). Haha. Jadi, jangan hanya menyalahkan waktu yang cuma 24 jam sehari, ada saatnya kita patut belajar untuk mendisiplinkan diri.

Bila ada waktu luang, lakukanlah experimen berikut untuk diri anda, ambillah seutas tali, asumsi usia hidup anda, misalnya 80 tahun (80 cm) Lalu potonglah tali tersebut sesuai dengan banyaknya waktu yang anda habiskan untuk tidur, kerja, bersantai, liburan dll. lalu ukurlah panjangnya sisa tali tersebut. Anggaplah sisa tali tersebut adalah waktu yang benar–benar atau khusus anda habiskan untuk kegiatan amal atau organisasi. Sangat singkat barangkali. Karena itulah kita harus memanfaatkan waktu yang sesingkat itu dengan baik. Bagaimana pula untuk waktu yang sesingkat itu, kita masih saja terus berkata “Saya sibuk”, “Saya belum punya waktu untuk berbuat baik”, “Saya masih muda toh, ntar kalau sudah pensiun lah.” Kalau harus nunggu pensiun dulu, berapa pula sisa tali kita. Renungkanlah sendiri.

Yang selanjutnya adalah tentang delegasi pekerjaan. Banyak orang yang menolak untuk mendelegasikan tanggung-jawabnya pada orang lain. Mereka berpikir mereka dapat melakukan pekerjaan yang lebih baik bila mereka sendiri yang melakukannya. Ingatlah, kita bukanlah makhluk luar biasa yang dapat mengerjakan segala hal secara sendirian. Itulah sebabnya kita butuh pegawai, karyawan, sahabat dan tetangga.

Delegasi membutuhkan rasa kepercayaan. Bila kita tidak mempercayai orang, maka susah bagi kita untuk dapat mendelegasikan tanggung-jawab. Delegasi harus di follow–up. Kurang benar apabila setelah memberikan tugas, kita tak lagi peduli. Sama halnya seperti kita yang bekerja untuk orang lain, boss menaruh kepercayaan pada kita untuk suatu posisi di perusahaan, hasil kerja kita dipantau.

Disisi lain, orang yang diberikan kepercayaan dan menerima tanggung jawab mungkin saja berpikir “Siapalah dia yang memberiku tugas ini?, “Posisi dia lebih senior maka sudah sepantasnya dia lebih banyak berbuat,” “Ide ini dari si X, kenapa tidak si X saja yang mengerjakannya”. Ini tidak bagus.

Sedikit ulasan tentang empathic & non-violence communications dari Dhammacari Kumarjeev. Dhammacari mengatakan bahwa kebanyakan orang tidak mendengarkan dengan niat untuk memahami tetapi mereka mendengarkan dengan niat untuk membalas saja. Ketika ditanya A, yang dijawab B. Ucapan adalah belati yang paling tajam. Kata–kata yang tidak pantas mampu membuat orang tersinggung, sakit hati dan menjadi rendah diri.

Sang Buddha mengajari kita tentang lima tanda dari ucapan yang disampaikan dengan baik, tidak ternoda, tidak tercela, yakni apabila ucapan tersebut disampaikan dengan tepat waktu, benar, lembut, bermanfaat dan disampaikan dengan pikiran yang dipenuhi cinta kasih. Kita layak berlatih sesuai dengan nasehat Beliau, yang mengajari kita untuk lebih waspada dalam ucapan–ucapan kita.

Selanjutnya dari Bhikshu Thitadhammo yang membahas masalah Peluang dan ancaman dalam perkembangan Buddhisme terhadap kawula Muda di Asia. Sebagai seorang pemuda Buddhis, apa yang sudah anda lakukan untuk perkembangan Buddhisme?

Saya cuma bisa memberikan saran untuk membekali diri anda dengan pengetahuan Dhamma. Ketika anda telah sampai pada suatu pemahaman tertentu, Buddhisme akan menjadi bagian dari diri anda dengan sendirinya. Seperti pepatah yang mengatakan, “The best way to preserve the Dhamma is to learn and understand it by heart”. Kita bisa melaksanakannya. Ini adalah kekuatan kita yang sebenarnya. Dan pilihan ini ada di tangan anda.

Inilah akhir daripada sharing kali ini. Mudah–mudahan ada manfaatnya…..

Sadhu… Sadhu… Sadhu…