easter-japanese

Kisah-kisah yang tercatat dalam kitab-kitab agama Buddha seringkali mengungkapkan hal-hal yang aneh dan tidak lazim. Misalnya ketika Pangeran Siddhatta terlahir di dunia ini; bunga-bunga bermekaran tidak pada musimnya, teratai menyembul dari dalam tanah, ranting-ranting pohon merunduk dan suara merdu mengalun di ketinggian angkasa.

Juga dalam kisah perjalanan Bhiksu Ksitigarbha (Ti Cang Wang) dimana kuncup-kuncup pepohonan semuanya menghadap ke arah timur ketika Beliau pulang ke kerajaan Tang. Dalam agama Buddha, semua yang mengatur hal-hal yang menyimpang dari hukum-hukum fisis yang semestinya disebut Dhamma Niyama. Kita mungkin pernah bertanya dan bahkan masih mempertanyakan apa hubungannya menolong dan menyelamatkan makhluk hidup dengan memperoleh umur panjang dan kesehatan yang baik. Kedengarannya absurd memang. Tentu saja pada akhirnya semuanya diserahkan kembali pada diri masing-masing untuk mempercayai atau tidak.

Akan tetapi, ada satu kisah nyata yang menarik yang terjadi di Tiongkok yang dimuat dalam buku The Love of Life…


“Apakah kamu merasa lebih baik hari ini?” Fan tahu istrinya menderita penyakit TBC yang tidak mudah untuk disembuhkan, tetapi dia menjaganya dengan lembut dan sepenuh hati.

“Terimakasih….atas…perhatianmu,” istrinya berkata sambil terengah-engah kesakitan. Fan meminta dokter terbaik di Chingkou, Chen Shihying untuk mengobati istrinya. Dokter Chen memeriksa istrinya dengan hati-hati dan menyuruh Fan untuk menunggu.

“Ada satu cara untuk mengobatinya, sebab dia cukup parah,” kata dokter tersebut. “Ambil seratus kepala burung pipit, dan buat mereka menjadi obat sesuai resep ini. Kemudian hari ketiga dan ketujuh makan otak burung pipit tersebut. Ini adalah rahasia turun-temurun dari nenek moyangku, dan tidak pernah gagal. Tetapi ingat, kamu harus mempunyai seratus burung pipit. Tidak boleh kekurangan satu pun.”

Fan ingin sekali menolong istrinya, sehingga ia langsung pergi membeli seratus burung pipit. Burung-burung itu berdesakan dalam satu sangkar yang besar. Mereka menciap-ciap dan berlompatan sangat memilukan, sebab tempatnya terlalu sempit bagi mereka untuk menikmati diri mereka sendiri. Bahkan mungkin mereka tahu kalau mereka akan dibunuh.

“Apa yang kau lakukan pada burung-burung tersebut?” tanya Nyonya Fan.

“Ini adalah resep special dokter Chen! Kita akan membuat mereka menjadi obat dan kamu akan segera sembuh,” suaminya dengan gembira menjawab.

“Tidak, jangan lakukan itu!” Nyonya Fan duduk di atas ranjangnya. “Kamu tidak boleh mengambil seratus nyawa untuk menyelamatkan satu nyawa saya! Saya lebih baik mati daripada membiarkan kamu membunuh semua burung pipit itu untukku!” Fan tidak tahu apa yang harus dia lakukan.

“Jika kamu benar-benar mencintai saya,” dia melanjutkan, “Lakukan sesuai permintaan saya. Buka sangkarnya dan lepaskan semua burung pipit itu pergi. Lalu jika saya mati, maka saya akan meninggal dengan tentram.” Apa yang dapat Fan lakukan? Fan membawa sangkar itu ke hutan kemudian ia membebaskan semua seratus burung pipit itu. Mereka terbang ke dalam semak-semak dan pohon-pohon dan bernyanyi serta berciap-ciap. Mereka terlihat amat senang karena bebas.

Dalam beberapa hari, Nyonya Fan dapat bangun dari ranjang lagi, walaupun dia tidak minum obat apa-apa. Teman-teman dan saudara-saudaranya berdatangan untuk memberinya selamat karena kesembuhannya yang cepat dan relatif singkat dari penyakit mengerikan itu. Semuanya sangat bahagia.

Tahun berikutnya, keluarga Fan mendapat bayi laki-laki. Dia amat sehat dan lucu, tetapi yang lucu adalah di setiap lengannya terdapat sebuah tanda lahir berbentuk seperti burung pipit!