easter-japanese

Angin musim gugur sudah mulai terasa dingin menggigit kulit. Beberapa pohon sejenis ginko mulai berubah warna kekuningan; beberapa bahkan telah menggugurkan banyak daunnya dan tersisa batang dan ranting…

Hampir tiap hari saya menghabiskan dua jam pp perjalanan dari asrama di Yokohama ke kampus di Tokyo. Awalnya yach menggairahkan sekali bisa merasakan sistem jaringan kereta api Tokyo yang sangat kompleks dan konon paling efisien se-dunia. Jaringan kereta api menghubungkan hampir semua wilayah Tokyo sekitarnya (mirip Jabotabek gitu lah); bahkan hingga distrik-distrik di Yokohama, Kawasaki, Prefektur Kanagawa dan berbagai wilayah lainnya.

Lama kelamaan, jadi terbiasa juga. Parahnya, pada jam-jam padat seperti pagi jam 7-9 dan sore/malam jam 5-8; densha (istilah bahasa Jepang untuk “kereta api”) selalu penuh sesak, seringkali ga dapat tempat duduk; dan mesti berdiri berdempetan bak ikan asin.

Dapat dibayangkan rasanya setelah rutin setiap hari kerja (Senin-Jumat) lelah di kantor, lab, dsb seharian; mesti merasakan lagi lelah di perjalanan. Yach, dan juga orang Jepang kadangkala sangat “gila”, bekerja dari pagi hingga malam.

Suatu momen, dalam kondisi lelah dan sedikit “depressed” dalam rutinitas perjalanan pulang ke asrama; sambil menerawang dalam desakan orang-orang di densha; teringat kembali di benak saya suatu cerita Jataka yang akhir ceritanya “menggantung”.

Suatu masa, ada seseorang yang dikejar-kejar macan. Ia berusaha lari dan akhirnya menemukan suatu sumur tua dengan sulur tanaman. Spontan ia melompat ke dalam sumur dan menggelantung pada sulur tanaman. Ups, ketika hendak turun ke dasar sumur; seekor ular raksasa bersemayam menunggu. Tidak ada yang dapat ia lakukan sekarang, maju-mundur kena! Ia hanya bisa menggantung di sulur di tengah kedalaman sumur. Pada saat itu juga ia melihat beberapa buah anggur yang tumbuh di sulur. Ia memetik dan memakannya. Hmm, manis dan harum sekali. Yah, ceritanya berakhir sampai di sini. Bagaimana nasib orang tersebut? Koq ceritanya menggantung? Apa maksud cerita ini?

Awalnya sulit sekali menangkap esensi dari cerita ini. Tapi seketika itu di dalam densha; dalam keadaan lelah dan “stres”, tiba-tiba secara refleks; secercah senyum mengembang di wajah saya ketika teringat kisah ini. Yah, dalam momen-momen sulit dan penuh tekanan pun, sebenarnya kita bisa tetap merasakan manisnya “anggur” sebagaimana dalam kisah di atas. Dalam kekacauan/ kekalutan pikiran, ambillah satu kejap momen untuk menertawakan diri sendiri; menertawakan diri yang begitu bodoh berlarut-larut dalam tekanan, masalah dan suka mengeluh.

Ketika sekejap momen Anda berhasil meredakan/ membuat denyut otak longgar dengan menertawakan sesuatu; momen itu pula Anda menikmati anggur manis sebagaimana kisah di atas…

Anda lapar? Ingin menyantap buah anggur manis?