easter-japanese

Suatu ketika brahmana Janussoni menghampiri Sang Buddha… dan berkata kepada Beliau demikian:

“Telah dikatakan, Guru Gotama,’Nibbana dapat dilihat secara langsung’. guru Gotama, dengan cara apakah nibbana dapat dilihat secara langsung, segera, mengundang orang untuk datang dan melihat, berharga untuk dilaksanakan, untuk dialami sendiri oleh para bijaksana?”

“Brahmana, bila seseorang dipenuhi nafsu… buruk akhlaknya karena kebencian… bingung karena kebodohan batin, maka dia merencanakan kerugian bagi dirinya sendiri, kerugian bagi yang lain, kerugian bagi keduanya; dan dipikirannya dia mengalami penderitaan dan kesedihan. Tetapi, bila nafsu, kebencian dan kebodohan batin telah ditinggalkan, dia tidak lagi merencanakan kerugian bagi dirinya sendiri, tidak juga kerugian bagi yang lain, tidak juga kerugian bagi keduanya; dan dipikirannya dia tidak mengalami penderitaan dan kesedihan. Dengan cara inilah, brahmana, nibbana dapat dilihat secara langsung, segera, mengundang orang untuk datang dan melihat, berharga untuk dilaksanakan, untuk dialami sendiri oleh para bijaksana.

Karena dia mengalami hancur totalnya nafsu, kebencian dan kebodohan batin, dengan cara ini, brahmana, nibbana dapat dilihat secara langsung, segera, mengundang orang untuk datang dan melihat, berharga untuk dilaksanakan, untuk dialami sendiri oleh para bijaksana.”

(Anggutara Nikaya III, 55)

Jika kita meneliti dan menganalisis sutta ini dengan seksama, nibbana digambarkan dapat dicapai saat ini juga (ditandai dengan huruf tebal dan miring)!!

Nibbana yang dimaksud bukan sesuatu yang di luar konsep pemikiran manusia. Namun, sangat dekat dengan kita yaitu dalam pikiran kita. Jadi pengertian nibbana digambarkan oleh Buddha Gotama sebagai suatu kondisi batin (pikiran sadar & bawah-sadar, kesadaran, perasaan)!

Sangat menarik bukan?!

Kita cermati kata-kata Sang Buddha (ditandai dengan huruf tebal)!

Dikatakan bahwa nibbana memenuhi syarat berikut:

  1. Nafsu ditinggalkan

    Keserakahan juga dimaksud. Ini tak lain merupakan kehancuran bagi keserakahan (lobha) atau kemelekatan.

  2. Kebencian ditinggalkan

    Ini berarti kebencian (dosa) telah dilenyapkan.

  3. Kebodohan batin ditinggalkan

    Ini berarti pikiran, kesadaran, perasaan, persepsi atau batin telah terbebas dari ketidakpahaman terhadap realita dunia atau dengan kata lain telah mencapai kebijaksanaan sejati.

Jadi nibbana dapat dikatakan sebagai musnahnya nafsu keserakahan, kebencian dan kebodohan batin.

Selanjutnya cermati kata-kata yang cetak miring. Itu adalah akibat dari lenyapnya nafsu, kebencian, dan kebodohan batin. Jadi ketika seseorang telah melenyapkan ketiga akar penderitaan, maka:

  1. Tidak mungkin ia akan merencanakan (berkehendak) melakukan sesuatu yang merugikan diri sendiri. Contohnya bunuh diri, menyiksa diri sendiri, minum-minuman keras, menggunakan narkoba.
  2. Tidak mungkin ia akan merencanakan atau berniat melakukan sesuatu yang merugikan orang lain. Contohnya bergosip, memfitnah, menyiksa orang lain atau hewan, korupsi, mencuri, membunuh.
  3. Juga tidak mungkin merencanakan atau ada niat yang merugikan diri sendiri sekaligus orang lain. Contohnya saling berperang, saling memukul, merusak lingkungan.
  4. Pikirannya tidak mengalami penderitaan dan kesedihan. Ini jelas karena tindakan seseorang tidak pernah negatif atau yang buruk sehingga tidak ada tekanan bagi pikiran. Jika seseorang masih diliputi kebencian misalnya, maka tindakannya akan merugikan orang lain atau diri sendiri atau kedua-keduanya sehingga pikirannya tidak akan tenang karena takut, cemas, malu ketika berbuat salah.

Orang yang telah terbebas tersebut akan membuat orang lain tertarik untuk mengetahui dan ikut berusaha melenyapkan kekotoran batin juga. Hal ini karena orang yang telah terbebas atau setidak-tidaknya orang yang melatih terus akan terlihat damai, tenang, dan selalu riang di mana pun ia berada sehingga akan menarik banyak orang untuk berlatih juga. Contohnya Sang Buddha sendiri.