easter-japanese

Sudah larut malam. Namun, mata ini belum lelah. Sambil membaca buku, saya mendengar suara dari televisi yang saya nyalakan. Saya tetap fokus pada buku yang saya baca, sesekali saya mendengar bunyi yang keluar dari televisi. Tiba-tiba saya berhenti membaca buku karena suara dari televisi menarik perhatian saya. Ya, berita televisi membuat saya tertarik dan segera saya hentikan kesenangan membaca saya. Apa yang membuat saya tertarik untuk menonton? Berita! Ya, itu berita internasional. Sudah sering sekali saya menonton berita lokal atau nasional. Berita internasional tersebut bukan berita biasa yang mungkin sudah sering saya temui seperti perampokan maupun pembunuhan.

Berita pertama dimulai dengan berita politik dunia terutama amerika, perang irak, perang terhadap militan pakistan. Berita perang selalu saya baca di koran, namun jarang melihat langsung. Saya melihat kehancuran kota. Tiba-tiba hati saya teriris. Saya bisa membayangkan penduduk sipil yang meninggal dengan cara di bom. Bagaimana kesedihan keluarganya ketika kehilangan orang yang dicintai. Masih merasakan kepedihan mereka, berita yang tak kalah mengiris hati saya muncul. Diberitakan terjadi kerusuhan oleh sekelompok penganut agama bertindak brutal menghancurkan truk-truk dan mobil-mobil di sekitarnya hanya karena masalah kecil. Berita itu membuat saya berpikir apakah agama mengajarkan tindakan anarkis dan brutal seperti itu? Tidak! Itulah yang saya pikirkan. Lalu mengapa? Saya kemudian berpikir lebih dalam. Saya berpikir bahwa penyebabnya adalah manusia itu sendiri dan lingkungannya! Terutama lingkungannya. Tempat-tempat seperti irak, daerah timur-tengah sering terjadi kekerasan karena kondisinya sangat mendukung. Seseorang yang dibesarkan di sana sudah terbiasa dengan kekerasan dan bahkan mungkin diajari kekerasan entah demi nama agama, negara, suku, atau pun!

Lalu saya mencoba menganalisis lebih dalam ke dalam sifat manusia. Apakah pernah terpikirkan oleh kita bahwa setiap saat seseorang dipengaruhi maupun mempengaruhi lingkungan di sekitarnya? Saya memulai dengan menganalisi diri saya sendiri. Ketika saya menonton berita tersebut—terutama berita tentang peperangan mengatasnamakan agama tertentu— saya merasa kasihan sekali. Apalagi sampai membunuh anak-anak hanya karena berbeda agama, suku atau apa pun. Kemudian saya berpikir dan berusaha menempatkan diri saya seolah-olah menjadi seperti si korban maupun orang yang menghancurkan tersebut. Saya bisa merasakan seolah-olah saya ‘puas’ ketika saya menghancurkan mereka yang tidak sepaham dengan saya. Betapa mengerikan pikiran seperti itu!!! Lalu saya coba merasakan diri saya seperti orang yang keluarganya dibunuh. Ya, saya bisa merasakan kehilangan dan membuat saya sedih dan benci!!!!!!!!!! STOP! Begitu pikiran saya berusaha menahan pikiran dendam dan penuh kebencian tersebut.

Begitulah pikiran manusia. Terkadang kita tidak sadar kita telah memupuk pikiran kita dengan kebencian. Dan lebih parahnya lagi, kita tidak pernah memupuk welas asih kita. Ketika saya menonton berita perang, saya berpikir dengan rasa kasihan dan sadar atau tidak sadar itu telah membantu saya mengembangkan welas asih saya. Bisa saja ketika berita perang itu saya lihat, malah membuat saya berang dan benci dengan Amerika! Nah, itulah pikiran yang sangat berbahaya! Ketika kita berpikir berdasar kebencian, sadar atau tidak sadar, bibit kebencian dalam diri kita semakin tumbuh.

Nah, marilah saya mengajak kita semua selalu mengembangkan cinta kasih atau welas asih di mana pun. Ketika berjalan melihat pengemis, setidak-tidaknya berpikirlah bahwa sungguh kita sangat beruntung karena masih hidup berkecukupan dan lebih lanjut kita berpikir, “kasihan sekali pengemis itu, saya ingin menolongnya”. Lebih lanjut lagi kita bisa memberi dengan tulus, berharap mereka tidak menderita. Dan kita perlu sangat hati-hati mengontrol pikiran kita. Jangan sekalipun berpikir yang negatif atau buruk ( termasuk berpikir tidak suka dengan seseorang ), karena sadar atau tidak sadar kita akan menanam kebencian atau keserakahan atau iri hati. Berhati-hatilah! Ketika di manapun kita berada, kita harus berusaha selalu melihatnya dari sisi positif. Jangan biarkan bibit-bibit negatif muncul dan tertanam dalam diri kita.

Willy Yandi Wijaya 10 Agustus 2007