easter-japanese

Banyak diantara kita yang ingin meninggalkan kebiasaan buruk yang telah dipupuk dari masa lalu. Yang namanya kebiasaan buruk ini, pada umumnya sangatlah sulit untuk dihilangkan begitu saja. Kebiasaan buruk merupakan hasil akumulasi pikiran dan perbuatan kita yg telah ‘berkarat’ sampai kedasar.

Apa saja kebiasaan buruk itu? Bermacam-macam: Kebiasaan mengutil (mencuri), kebiasaan berbohong, kebiasaan memaki, kebiasaan pikiran yang tidak senonoh, kebiasaan minum bir, kebiasaan ngerumpi, kebiasaan untuk memaksakan kehendak kita kepada yang lain dan sebagainya.

Bagi kita yang telah mengenal Dhamma, tentu mengetahui bahwa kebiasaan buruk adalah merugikan -setidaknya tidak bermanfaat- bagi perkembangan batin kita sendiri dan bagi orang-orang disekitar kita. Kita yang telah mengenal dhamma menyadari kebiasaan buruk kita masing-masing dan berkeinginan untuk meninggalkannya. Namun, seperti biasa, praktek tidaklah semudah teorinya.

Apa itu teorinya? Teorinya adalah: Menjaga Moral (Sila), melatih kesadaran/pikiran (Samadhi) dan meningkatkan pengertian benar/kebijaksanaan (Panna). Menjaga moral adalah dengan menghindari pembunuhan, pencurian, tindakan asusila, berbohong dan minuman keras serta narkoba. Melatih kesadaran adalah untuk menguatkan pikiran kita sehingga tidak gampang terpengaruh, hal ini akan didapat dengan melakukan meditasi. Meningkatkan kebijaksanaan dapat dilakukan dengan membaca buku-buku para ahli filsafat / psikologi serta buku-buku keagamaan.

Sebenarnya, hal yang paling mendasar yang harus kita lakukan adalah dengan menjaga moral kita dengan menghindari kelima pantangan tersebut. Banyak diantara kita yang memandang remeh kelima moral (sila) ini. Banyak diantara kita yang berpikir, tidak apa-apa untuk melakukan sedikit pelanggaran ini dan sedikit pelanggaran itu, kita hidup ditengah masyarakat awam, manalah mungkin untuk menjaga moral kita seperti para orang suci…. Bagi yang benar-benar berkeinginan meninggalkan kebiasaan buruknya, mempunyai pandangan seperti itu sebenarnya telah mengakui kekalahannya sebelum berperang. Hal yang mendasar saja tidak bisa dilakukan, bagaimana bisa melakukan hal-hal lainnya, yang sesungguhya lebih berat dan tidak akan bisa dicapai jika moral belum bersih.

Satu pelanggaran terhadap salah satu dari kelima sila ini, akan cenderung menimbulkan pelanggaran terhadap sila-sila yang lainnya. Sebagai contoh: sila ke tiga, jika kita melakukan tindakan asusila, kita harus berbohong untuk menutupinya, terkadang bahkan bisa menimbulkan pembunuhan untuk menutupi tindakan itu. Juga meminum minuman keras sampai mabuk akan timbul kata-kata kasar, selanjutnya timbul perkelahian atau tindakan asusila dan kebohongan2 lainnya.

Bagi yang ingin meningkatkan kesadarannya, yaitu dengan bermeditasi, pelanggaran-pelanggaran moral yang dilakukan pada siang harinya, pasti akan berpengaruh terhadap kegiatan meditasi malam harinya. Meditasi tidak akan bisa berhasil dengan baik jika pada siang harinya telah melakukan kegiatan2 pelanggaran kelima moral tsb.

Sila, Samadhi dan Panna sesunguhnya dapat diibaratkan tiga kaki tripod. Satu saling mendukung yang lainnya. Kelemahan satu akan melemahkan yang lainnya.

Menyadari hal ini, tentu akan menyadarkan kita; jika ingin meninggalkan kebiasaan-kebiasaan buruk kita, maka tidak ada lagi tawar menawar dalam menjaga moral kita. Idealnya, kita harus kuat dalam menjaga sila-sila ini. Jika pada prakteknya tidak dapat kita hindari, maka hal ini harus disadari penuh sebagai “keterpaksaan dan pelanggaran” alih-alih mencari “pembenaran”.

Hanya dengan disiplin menjaga hal-hal yang mendasar inilah, kebiasaan buruk akan dapat kita hilangkan dan kita dapat maju ketahapan kesadaran yang lebih tinggi.