easter-japanese

Dalam sejarah pasang surut perkembangan Buddhisme diseluruh dunia, pernah di claim tidak pernah ada setetes darah pun yang jatuh demi dan atas nama Buddhisme. Belum pernah ada perang ataupun kekerasan dalam bentuk apapun dalam penyebaran Buddhisme. Bahkan ada yang menyebutnya sebagai “The most peaceful religion in the world”. Dan sangat banyak jumlah orang yang mengaku menjadi pengikut Buddha karena alasan yang satu ini.

Menurut catatan sejarah, Buddha tidak pernah sekalipun mengajarkan ataupun menganjurkan siapapun untuk menarik seseorang agar menjadi pengikut-Nya, menganjurkan orang utk percaya pada-Nya, menjanjikan pahala apapun apabila berhasil mengajak orang lain berpindah keyakinan. Mengapa demikian ? Karena Beliau mengatakan Dhamma ada dimana-mana dan Dhamma bekerja terhadap label agama apapun, kepada siapapun yg percaya maupun tidak.

Dan masih menurut catatan sejarah, tidak pernah Buddha menjatuhkan, mencela, menjelekan guru dan ajaran agama lain. Sebaliknya justru pernah mengajukan syarat kepada seseorang yg memohon menjadi muridNya agar tetap menyokong mantan gurunya. Kemanapun Buddha pergi selama 45 tahun, Beliau selalu diterima dan disambut dengan upacara kehormatan. Meskipun beliau adalah pendobrak dan tidak setuju dengan sistem strata sosial (kasta) yang sakral dan sudah begitu mendarah daging disana, namun tidak pernah sekalipun beliau diancam karenanya. Kehidupan Beliau begitu damai. Belum pernah sekalipun beliau hidup dalam ketakutan, dikejar-kejar tentara atau bersembunyi dimana pun.

Mengapa bisa begitu ? Apakah Beliau menggunakan kekuatan adidaya dalam menghadapi setiap persoalan ? Ternyata bukan demikian cara penyelesaian masalah seorang Buddha. Tetapi dengan satu energi yang tidak ada tandingannya, yaitu Cinta Kasih. Dengannya Beliau mampu menyampaikan ide dan menerangkan kesalahan pandangan orang lain dengan dengan lembut dan tanpa disertai kemarahan. Diceritakan dalam kitab, melihat dan mendekat dengan Beliau saja, semua orang akan merasa sejuk dan padam api kemarahan. Bahkan gajah Nalagiri yang disebut monster saja, tunduk dan berlutut hanya karena pancaran cinta kasih Nya. Ternyata hanya dengan cinta kasih universal lah, kita dapat memahami dan dipahami semua makhluk, meruntuhkan tembok dan sekat-sekat pembatas dan hanya bahasa kasihlah bahasa universal yang dapat dimengerti oleh semua makhluk.

Umat Buddha dimana saja tentu boleh berbesar hati dengan “kebersihan” sejarah Buddhisme karena ajaran cinta kasih nya. Dan tentunya semua umat Buddha dijaman sekarang juga berharap gerakan perkembangan Buddhisme tetap dan akan tetap searah dengan teladan dari pendahulu kita. Berharap tidak akan pernah berlawanan arah dengan catatan sejarah untuk masa sekarang, masa yang akan datang dan selama-lamanya.

Berbahagialah orang yang tidak membalas suatu tindakan yang tidak terpuji dengan tindakan tidak terpuji lainnya, demikianlah umat Buddha diajarkan. Tidaklah pernah orang yang masih sadar akan membalas menggigit karena telah digigit oleh anjing. Harimau yang tidak melayani tantangan seeokor keledai untuk bertarung bukanlah harimau yang takut atau kalah. Ini hanya perumpamaan untuk perenungan semata dan mohon jangan dianggap saya mengatakan pihak lain sebagai anjing atau keledai.

Sudut pandang Buddhisme terhadap agama juga cukup unik. Agama untuk manusia, bukan manusia untuk agama. Pengalaman hidup juga seolah turut membenarkan pandangan tersebut dan mengajarkan bahwa berusaha menghargai dan bergandengan erat dengan pemeluk agama lain – bahkan terhadap yang memandang sebelah mata terhadap Buddhisme – memberi suatu kebebasan dan kebahagiaan tersendiri. Karena itulah Dhamma sejati, Dhamma yang teraktualisasi atau dipraktekan. Pada saat kita mampu mengatasi ego kita, disaat itu juga kita telah menjunjung tinggi Dhamma yang sesungguhnya. Mungkin ini pulalah kunci yang selama ini dipegang oleh pendahulu kita dalam mengukir sejarah perkembangan Buddha Dhamma.

Agama hanyalah alat. Agama dikatakan baik buat seseorang apabila dengan agama tersebut seseorang mampu mengikis kebencian, irihati, keserakahan dan kekotoran batin lainnya. Barangkali tidaklah berlebihan apabila ada yang mengatakan bahwa Buddhisme menuntun kita bahagia sejak diawal perjalanan, dipertengahan dan bahkan sampai diakhir perjalanan. Menunjukan jalan menuju bebas dari penderitaan dan hidup penuh dengan kebahagiaan. Hidup seperti junjungan kita, bahagia kini, bahagia nanti. Disini senang, disana pun senang.

Semoga semua makhluk bertemu Dhamma, semoga semua makhluk berbahagia.