easter-japanese

Salah satu umat di vihara yang sering saya datangi, suatu ketika curhat. Sekitar tahun ’86, dia bersama suami dan tiga anaknya sedang berkendara di daerah Lampung. Dalam satu tanjakan, tiba-tiba dari arah depan muncul mobil Tronton dalam kecepatan tinggi, mengambil lajur mereka. Tabrakan super keras tidak terelakkan.

Begitu tersadar, dia berada di rumah sakit dengan sekujur tubuh luka dan kedua kakinya patah. Dua anaknya selamat. Sewaktu dia bertanya dimana suami dan anak keduanya, selalu dijawab sedang dirawat di rumah sakit berbeda. Akhirnya dia tahu suami dan anaknya tersebut tidak terselamatkan.

Langit seakan runtuh dan dia seolah kehilangan penopang hidupnya. Walaupun kemudian dia sembuh, dunianya seakan kosong dan trauma kejadian tersebut begitu dalam membekas. Seringkali dia menyetir sendirian untuk kemudian berhenti di pinggir jalan, memejamkan mata sampai lama, bahkan tertidur.

Kemudian dia memutuskan untuk pindah ke daerah Serpong, Tangerang. Dapat dibayangkan betapa pilu hatinya, ternyata mobil tetangga depan, jenisnya sama dengan mobilnya sewaktu kecelakaan.

Suatu ketika ada telepon nyasar sampai beberapa kali. Penasaran berlanjut perkenalan dengan penelpon tersebut. Begitu mendengar kisahnya yang memilukan, penelpon tersebut malah memarahinya, ”Untuk apa memikirkan yang sudah tidak ada, yang sudah berlalu. Tidak ada yang bisa engkau kembalikan dengan hidup hancur seperti sekarang. Lebih baik memikirkan dirimu dan kedua anakmu yang masih hidup.”

Seakan tersiram air dingin, dia tersadar. Semenjak itu, dia lebih sering ke vihara ikut kebaktian. Perlahan kehidupannya mulai mengalir normal. Sekarang cucunyapun sudah beranjak remaja.

Yang lalu biarkan berlalu. Itulah kata kuncinya. Betapapun keras upaya kita, bagaimanapun caranya, kita tidak akan bisa memutar waktu kembali ke masa lalu. Membenamkan diri dalam penyesalan atau terkungkung keberhasilan masa lalu, sehingga mengabaikan masa sekarang, tidak hanya merugikan diri sendiri tetapi juga orang dan makhluk lain.

Berani mengakui dan menerima masa lalu, menggunakannya sebagai batu pijakan untuk melangkah di saat sekarang menuju masa depan yang lebih baik, adalah cara terbaik.

Jangan biarkan diri kita terpenjara dalam jeruji masa lalu.