easter-japanese

Saya punya buku biografi Michael Jordan (MJ), yang ditulis setelah dilakukan sekitar lima belas ribu wawancara kepada seribu lima ratus orang. Dari jumlah tersebut, ada empat wawancara berisi tanggapan negatif terhadap MJ. Lainnya adalah pujian setinggi langit. Yang mengagumkan, pujian tidak hanya datang dari keluarga, teman, pelatih maupun kenalan baik MJ lainnya, melainkan juga dari bekas lawan-lawannya. Tak pelak, MJ adalah salah satu sosok atlet terbesar sepanjang sejarah. Dia tampil hampir sempurna di dalam maupun luar lapangan basket.

Walaupun hanya empat dari lima belas ribu, kenyataannya ada juga yang mencela MJ. Apalagi kita sebagai orang biasa. Jangan-jangan celaan lebih banyak ditujukan kepada kita dibanding pujian.

Dalam Dhammapada bait 228, Sang Buddha mengatakan, ”Tidak pernah ada sebelumnya, sekarang maupun di masa mendatang, orang yang selalu dicela atau selalu dipuji”. Alangkah bijaksananya Beliau. Dua ribu lima ratus tahun yang lalu sudah menyatakan kebenaran akan celaan dan pujian ini. Keduanya menjadi bagian dari delapan faktor atau fenomena kehidupan (Attha Loka Dhamma), yang akan dialami setiap manusia silih berganti sepanjang kehidupannya.

Karena itu tidak perlu berkecil hati saat kita mendapatkan celaan dari orang lain. Akan selalu ada pro dan kontra terhadap diri dan tindakan kita, baik di lingkungan kerja maupun kehidupan sosial bermasyarakat. Yang terpenting adalah memulai dengan niat baik yang didasari oleh pengertian yang benar, kemudian wujudkan melalui pikiran-ucapan-perbuatan yang baik. Apapun hasilnya dan respon orang lain, kita tabah menerimanya.

Bukan berarti kita tidak perduli dan cuek bebek dengan celaan atau kritikan yang diarahkan ke kita. Setiap kontra yang datang, apalagi yang berdasar dan memiliki kebenaran walaupun setitik, gunakan sebagai bahan koreksi menuju pribadi yang lebih baik (continuous personal improvements).

Prinsip Upekkha (keseimbangan batin) perlu diterapkan dalam menghadapi fenomena kehidupan berbentuk celaan dan pujian. Tidak terlalu melunjak sewaktu menerima pujian dan tidak pula bermuram durja sewaktu diterpa celaan. Itulah cerminan seorang buddhis yang baik.