Bingkai Refleksi
Toni Yoyo
Tangerang banyak memiliki Dhammaduta. Mereka sebagai ’rekan seprofesi’ sekaligus pesaing (competitor) saya.
Karena aktifnya Tangerang ’mencetak’ Dhammaduta baru melalui program Kursus Dhammaduta dan Kursus Pandita, daftar Penceramah makin panjang. Alhasil undangan bagi saya untuk mengisi ceramah sedikit menurun. Kecewa ? Iri ? Marah ? Tidak ada dalam kamus saya. Malahan bersyukur karena lebih banyak buddhis ingin mengabdi. Lebih banyak orang berani tampil ke muka mengulang Sabda Sang Buddha. Lebih banyak orang berusaha berbuat kebajikan melalui penyebaran Dhamma.
Kondisi ini mendorong saya untuk berpikir, jika frekuensi berceramah (= frekuensi berbuat baik) saya berkurang, cara apa lagi yang dapat saya lakukan untuk memupuk banyak karma baik dalam waktu cepat ? Hobi membaca memungkinkan saya mengenal banyak gaya dan tata bahasa berbagai pengarang. Jika saya menulis artikel atau buku Dhamma, tentu bisa didistribusikan lebih luas dan menjangkau lebih banyak orang.
Mulailah saya menuliskan berbagai topik ceramah yang tadinya disampaikan secara lisan, sekarang dituangkan dalam bentuk tulisan. Mudah ? Tentu tidak. Tetapi dengan tujuan yang jelas, motivasi yang kuat, dan upaya terus-menerus, akhirnya buku Dhamma pertama saya beredar dengan sambutan yang cukup baik.
Tujuan yang jelas itu adalah berdana Dhamma melalui tulisan yang bisa dibaca orang, walaupun tidak saling mengenal dan tidak bertatap muka secara langsung. Motivasi yang kuat adalah berdana Dhamma sebanyak dan sesering mungkin karena dana Dhamma adalah bentuk dana yang tertinggi, yang sangat besar nilainya. Upaya perbaikan terus menerus dalam kemampuan menulis, juga saya lakukan dengan berbagai cara.
Alhasil saya tetap bisa mempertahankan laju dalam memupuk perbuatan baik. Cara yang satu (ceramah) berkurang, cara yang lain (menulis) muncul. Satu menyusut, satu berkembang. Laiknya aliran sungai yang menurun, walaupun ada batang pohon di tengah, arus air akan menyamping, menghindari batang pohon, dan meneruskan alirannya.
Prinsip yang sama sudah dicontohkan oleh Buddha Gautama. Siddharta memiliki tujuan yang jelas sewaktu meninggalkan kehidupan gemerlap sebagai seorang Pangeran, yaitu mencari obat tua, sakit, dan mati. Motivasinya adalah, dengan mendapatkan obat bagi ketiga kondisi di atas, bisa membantu banyak orang untuk bisa terhindar dari penderitaan. Beliau berupaya sangat keras selama enam tahun bertapa menyiksa diri, kemudian tercerahkan, dan akhirnya mengajar Dhamma selama 45 tahun.
Anda dapat mengakomodir pendekatan di atas untuk menjalani kehidupan yang lebih berarti. Tentukan berbagai tujuan baik dalam kehidupan Anda. Munculkan motivasi yang kuat dengan mengingat apa kebaikan yang didapat jika tujuan-tujuan itu terealisir. Setelah itu berupayalah pantang menyerah. Niscaya tujuan Anda dapat tercapai, keberhasilan duniawi maupun spiritual.