easter-japanese

Sejak kecil kita tahu bahwa olah raga itu menyehatkan tubuh. Jika dilakukan secara rutin, dengan dosis yang tepat sesuai kebutuhan, maka tubuh akan menjadi sehat dan bugar. Dalam tubuh yang prima, bersemayam pikiran yang jernih pula, demikian harapannya.

Pemahaman dan pikiran tentang kebaikan olah raga ini lebih mudah sejalan dengan ucapan. Sewaktu menasihati anggota keluarga, kerabat, teman, dengan mudah kita menjelaskan pentingnya berolah raga secara teratur. Tetapi sewaktu diri sendiri harus praktek langsung, banyak di antara kita akan memunculkan berbagai alasan dan pembenaran mengapa diri kita jarang atau bahkan sama sekali tidak berolah raga. Mulai dari alasan sibuk bekerja, waktunya belum tepat, tidak ada sarana, dan lain sebagainya.

Contoh lain adalah helm, untuk mengurangi resiko berkendara jika terjadi kecelakaan. Kita masih konsisten terhadap pemahaman dan pentingnya helm ini sewaktu memberikan nasihat kepada adik kita, teman, atau kenalan lainnya. Artinya antara pemahaman, pikiran, dan ucapan masih konsisten.

Tetapi sewaktu kita yang harus menggunakan helm, kita mungkin celingak-celinguk dulu memantau ada polisi di jalur yang akan dilalui atau tidak, atau syarat-syarat lain harus terpenuhi dulu barulah helm tersebut boleh ‘nongkrong’ di kepala kita. Apalagi jika kita baru keluar dari salon dengan potongan rambut terbaru. Rasanya tidak tega membiarkan rambut kita ‘tertimpa’ oleh helm yang biasanya jarang dicuci sehingga menjadi sumber berbagai bau.

Sama halnya dengan pemahaman kita terhadap kebaikan dan ketidakbaikan. Belum tentu pikiran seseorang mampu diarahkan terus-menerus terhadap kebaikan. Walaupun seandainya pikiran seseorang sudah didominasi oleh kebaikan, belum menjamin bahwa ucapannya selalu sejalan dengan pikiran baik ini. Demikian pula tidak ada garansi bahwa perbuatannya secara fisik merefleksikan sepenuhnya pikiran yang baik ini.

Kebanyakan kita hanya bermain sampai tataran pemahaman dan pikiran saja. Atau paling banter sampai level ucapan. Begitu harus menerapkannya dalam kehidupan kita sehari-hari secara disiplin, kita memberikan banyak maaf kepada diri sendiri untuk menunda atau tidak melakukannya.

Seharusnya yang benar adalah :

Pemahaman/pengertian benar -> pikiran benar -> ucapan benar -> perbuatan benar.

Selamat menjadi orang benar yang memiliki pemahaman-pikiran-ucapan-perbuatan benar.