Bingkai Refleksi
Toni Yoyo
Tanpa malu saya mengakui sering diterpa kecemasan, entah terkait pekerjaan, rumah tangga, keluarga, sosial lingkungan, hubungan dan komunikasi dengan orang lain, serta berbagai macam lainnya. Wajar setiap manusia cemas. Yang kurang wajar, orang yang tidak pernah cemas. Yang pantas adalah jarang-jarang cemas.
Tidak satu tahapanpun dalam kehidupan dimana kita bebas dari cemas. Sewaktu masih anak-anak, beranjak remaja, menjadi dewasa, berubah tua, kecemasan selalu mewarnai kehidupan dalam warna-warni dan ketebalan warna yang berbeda. Kita perlu menyadari dan mengelola berbagai kecemasan ini sehingga tidak membebani dan menghabiskan waktu serta energi kita setiap waktu.
Salah satu kilesa (kekotoran batin) adalah uddhacca-kukkucca, yaitu kegelisahan, kekhawatiran, atau kecemasan. Kilesa ini merupakan debu yang menutupi batin seseorang dan menghalangi kemajuannya untuk mengembangkan kesadaran yang lebih luas.
Penyebab dari uddhacca-kukkucca adalah masih tebalnya lobha (keserakahan) dan masih dominannya konsep ‘aku’, ‘diriku’, ‘milikku’.
Seseorang yang dihinggapi oleh kuatnya lobha, akan selalu kuatir terhadap berkurangnya atau hilangnya apa-apa yang enak dan baik, yang sudah dimiliki saat ini. Demikian pula orang tersebut akan selalu cemas apakah di waktu-waktu mendatang dia bisa mendapatkan hal-hal yang lebih enak atau lebih baik dari yang sekarang.
’Sabbe Dhamma Anatt?’ (’segala sesuatu adalah tanpa inti atau aku’) memiliki pengertian bahwa segala sesuatu yang berkondisi atau merupakan gabungan dari berbagai unsur, adalah tidak memuaskan dan sebenarnya tanpa ‘inti’ atau ‘aku’ yang tunggal. Yang manakah sebenarnya diri kita ini ? Apakah perasaan, pikiran, kepala, badan, tangan, kaki, atau bagian-bagian tubuh lainnya yang disebut diri kita ? Bukankah yang benar adalah gabungan dari berbagai hal itulah yang membuat orang-orang lain mengenal dan bisa mengidentifikasi kita.
Mengembangkan keseimbangan batin (upekkh?) adalah pilihan sikap dan tindakan yang paling tepat dalam menghadapi berbagai kecemasan hidup terutama terkait kondisi atau fenomena duniawi yang kurang menyenangkan, yaitu rugi, nama buruk, celaan, dan penderitaan. Kondisi-kondisi ini akan ditemui oleh setiap orang dalam kehidupannya.
Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi ‘kekuasaan’ cemas adalah mempraktekkan hidup saat ini (kekinian), menyadari dan menjalankan sepenuhnya Hukum Karma, berlatih meditasi secara rutin, mengendalikan perasaan dan pikiran negatif (marah, jengkel, iri, dengki, dendam, dan lain-lain), mengembangkan perasaan puas dan rela, hadapi dan tidak menghindar dari masalah, dan lebih sering memberi serta berbuat untuk orang lain.