Bingkai Refleksi
Toni Yoyo
Hampir setiap minggu saya berceramah di vihara atau cetiya terutama di Tangerang dan Jakarta. Kadang-kadang ’panggilan’ juga datang dari Depok dan Bogor.
Di awal ’karir’ saya sebagai Dhammaduta, anak pertama saya (cowok) selalu minta ikut jika saya akan berceramah. Dalam perjalanan pulang, sering dia bertanya mengenai bagian ceramah saya yang tidak dia mengerti.
Karena satu topik ceramah saya bawakan berulang-ulang di berbagai tempat, anak saya bisa hafal dan mengulangnya. Lama-kelamaan dia bosan. Setiap kali saya akan berceramah, dia selalu bertanya apa topiknya. Jika sudah pernah didengar, batallah dia ikut.
Bosan memang sifat laten yang mengendap dalam diri kita. Bosan akan menunjukkan jati dirinya setiap ada kesempatan.
Begitu pula umumnya orang dalam belajar Dhamma. Kita mudah bosan jika hanya belajar teoriNya saja untuk kepuasan intelek semata. Apalagi jika kita sering ikut kebaktian dan mendengar satu topik yang mirip disampaikan oleh Penceramah yang berbeda dalam kesempatan berbeda. Akhirnya banyak umat yang berkomentar, ”Wah topiknya sudah pernah disampaikan. Itu lagi – itu lagi. Bosan ah. Malas dengarnya. Dst, dsb.”. Akhirnya berkurang manfaat kita dalam mengikuti kebaktian.
Berbahaya jika bosan sudah berkuasa seperti di atas. Kita tidak mendapat banyak kebaikan dari belajar dan mendengarkan Dhamma. Penting dimengerti, walaupun suatu topik sudah pernah kita dengar, penyampaian berikutnya apalagi oleh Penceramah yang berbeda, pasti memiliki perbedaan. Akan ada hal berbeda atau baru dari sebelumnya.
Berbagai ceramah dengan topik yang mirip tersebut, akan melengkapi satu sama lain. Umat bisa mendapatkan paparan yang lebih komprehensif. Ulangan topik juga menjadi pengingat dan penyegar bagi kita, yang kebanyakan mudah lupa karena hanya menghafal teori Dhamma.
Ada cara paling efektif untuk tidak bosan belajar Dhamma. Setelah kita mengkoleksi berbagai teori Dhamma dari berbagai sumber, praktekkanlah dalam kehidupan sehari-hari. Lihatlah kenyataan Dhamma dalam keseharian kita. Buktikanlah bahwa Ajaran Sang Buddha adalah Kebenaran Universal, yang berlaku bagi siapa saja, kapan saja, dan dimana saja.
Dengan pendekatan pembelajaran ’teori-praktek’ ini, niscaya bosan akan jauh dari kita.