Bingkai Refleksi
Toni Yoyo
Dalam banyak kesempatan, saya sering ditanya apakah kriteria suatu perbuatan dikatakan baik atau bajik dalam agama Buddha ?
Sejalan dengan Ajaran Sang Buddha, kita harus aktif mencari kebenaran dengan berbagai cara. Kita perlu terus-menerus memperbaharui dan mengecek ulang apakah pemahaman kita terhadap sesuatu sudah merupakan kebenaran absolut yang berlaku universal, ataukah kebenaran yang diterima secara terbatas oleh orang-orang tertentu, dalam waktu tertentu, dalam kondisi tertentu, dan persyaratan-persyaratan tertentu lainnya. Yang ’tertentu-tertentu’ inilah yang disebut sebagai kebenaran relatif, yang bisa berbeda bagi orang, waktu, kondisi dan persyaratan yang berbeda.
Ada yang berpendapat bahwa terdapat perbedaan antara istilah ‘kebaikan’ dengan ‘kebajikan’. ’Kebaikan’ adalah sesuatu yang relatif, dapat berubah jika orang, situasi dan kondisinya berubah, sedangkan ’kebajikan’ adalah absolut, universal sehingga akan berlaku bagi siapa saja, dimana saja, dan kapan saja. Kebenaran absolut dan universal inilah yang yang menjadi ciri Dhamma, yang diajarkan oleh para Buddha. Apapun istilah yang dipakai, kebaikan atau kebajikan, seharusnya mengacu pada apakah sesuatu itu baik secara relatif ataukah universal. Yang universal-lah seharusnya yang kita terima dan praktekkan.
Suatu perbuatan, melalui pikiran, ucapan atau badan jasmani, menurut Sang Buddha dalam Dhammapada Bait 67 dan 68, dikatakan baik/bajik jika setelah dilakukan tidak menimbulkan penyesalan dan tangis, melainkan membuahkan kegembiraan dan kebahagiaan.
Kriteria perbuatan baik/bajik ini dapat dilengkapi dengan persyaratan bahwa perbuatan tersebut tidak merugikan diri sendiri dan makhluk lain, dan dipuji oleh para Bijaksana serta Orang Suci.
Kriteria tambahan lain untuk menguji apakah suatu perbuatan baik/bajik adalah jika mampu mengikis lobha (keserakahan), dosa (kebencian), dan moha (kebodohan, kegelapan batin).
Kita perlu lebih sering ‘berkaca’ dan mengevaluasi diri untuk terus melakukan perbaikan terhadap diri sendiri baik dalam tataran pemahaman maupun perbuatan langsung melalui pikiran, ucapan dan badan jasmani. Jagalah agar sebanyak mungkin perbuatan yang kita lakukan melalui ketiga sumber, bisa memenuhi kriteria-kriteria perbuatan baik/bajik tersebut. Niscaya tumpukan karma baik kita akan meninggi untuk menjadi bekal menempuh kehidupan-kehidupan selanjutnya.