easter-japanese

“Orang yang malas dan kendur semangatnya, meski hidup seratus tahun, tidaklah ada artinya. Kehidupan orang yang rajin dan berupaya penuh semangat, meski hanya sehari akan jauh lebih mulia”. SAHASSA VAGGA VIII : 112.

Untuk meraih kepercayaan Pimpinan, bukanlah hal yang mudah untuk diraih jika tanpa adanya dukungan pengalaman yang memadai, skill yang handal, kemauan dan semangat, produktivitas yang tinggi, loyalitas, kejujuran serta kedisiplinan. Realitanya, perusahaan yang sifatnya tradisional, umumnya (cenderung) tidak “mampu/mau” mempercayai staff atau karyawannya. Kalaupun mempercayainya, persentasenya hanya sekitar 40 % s/d 50 % atau fifty-fifty, bisa percaya atau bisa juga tidak. Dan persentasenya, tidak akan pernah (murni) sampai 100 %. Tetapi bagi perusahaan yang professional atau modern, baik staff maupun karyawannya, persentase kepercayaan yang diberikan adalah 100 % murni, yang tanpa adanya rasa curiga atau intervensi. Prinsip mereka, hanyalah satu yaitu jika “berani” memberikan kompensasi yang tinggi maka harus “berani” pula memberikan kepercayaan yang penuh. Atau, untuk apa digaji jika tidak dipercaya lagi ? Kenyataannya, ada tidaknya faktor kepercayaan ini, peranannya sangatlah vital di dalam peningkatan :

  1. Etos kerja
  2. Kwantitas dan kwalitas produksi.
  3. Loyalitas
  4. Kedisiplinan
  5. Sense Of Belongings dan lain sebagainya.

Contoh kasus yang sederhana, : Produktivitas dan kwalitas yang dihasilkan si A, jauh lebih signifikan dibandingkan si B. Sedangkan dari segi pengalaman dan “skill”, potensi si B jauh melebihi si A. Mengapa prihal ini bisa terjadi ? Faktornya, tiada lain adalah si A lebih dipercaya pimpinan daripada si B sehingga kondisi ini, mau atau tidak mau, memaksa diri si A untuk “bisa” memunculkan keinisiatifan, kekreatifan dan “the inner” pemotivasian. Atau kondisi ini, secara tidak langsung telah menyebabkan si A semakin semangat dan tertantang, untuk meningkatkan potensi diri. Umumnya, seseorang yang tidak diberi kepercayaan penuh, sikapnya akan senantiasa pasif, yang mana segala sesuatunya adalah selalu “mohon” petunjuk atau arahan dari pimpinan. Kondisi ini, yang namanya keinisiatifan, keinovasian dan kekreatifan adalah sesuatu yang mustahil atau tidak mungkin terjadi. Yang pasti terjadi, tiada lain adalah penurunan kinerja, produktivitas atau kwalitas produksi. Jadi, semakin tinggi kepercayaan yang diberikan maka akan semakin tinggi pula kinerja, produktivitas dan kwalitas yang dihasilkan. Selanjutnya, agar senantiasa dipercaya dan berkesempatan meraih sasaran yang lebih optimal dan maksimal maka :

1. APAPUN YANG TERJADI, TERIMALAH DENGAN TANGGUNG JAWAB.

Perlu disadari bahwa tidak semua planning yang baik, pasti akan memberikan hasil yang baik pula. Banyak faktor yang menentukan atau memegang peranan, berhasil tidaknya suatu planning, misalnya : SDA yang tersedia, SDM yang mendukung, sistem manajemen, kompensasi honor/gaji, pangsa pasar, kompetitor dan lain sebagainya. Kenyataannya, apapun yang dilaksanakan, dampaknya pasti akan selalu dua arah, jika tidak gagal, pasti berhasil. Menyadari akan hal ini maka sudah seyogianya kita “berani” atau mau menerima kenyataan yang terjadi serta bertanggung jawab penuh atas semuanya. Hanya “mau” menerima keberhasilan dan “menolak” kegagalan, menunjukkan bahwa : a) Kita bukanlah tipe orang yang bertanggung jawab dan sampai kapanpun juga, tidak akan “bisa” meraih kemajuan karena

  1. Sebab musabab kegagalan tidak diketahui.
  2. Strategi dan taktik jitu untuk mencegah kegagalan dan meraih keberhasilan, formulanya tidak akan diketemukan.
  3. Kita bukanlah tipe manusia yang dinamis, yang senantiasa progresif dan inovatif. Yang pasti, kondisi ini akan menyirnakan kepercayaan orang lain terhadap diri kita walaupun potensi kita, diakui kepiawaiannya.

2. MENGKAMBINGHITAMKAN ORANG LAIN.

Mengkambinghitamkan orang lain atas kegagalan yang dialami, menunjukan bahwa kita adalah orang yang lemah, tidak mampu atau pengecut yang selalu berlindung di balik kekkuasaan. Seyogianya, apapun yang terjadi dan bagaimanapun fatalnya, diterima dengan kelapangan dada sambil mencari tahu “sebab” serta “way out” nya. Sekali saja mengelak dari kondisi ini maka hilanglah kepercayaan yang telah diberikan.

3. DO THE BEST.

Apapun pekerjaan yang dipercayakan, lakukanlah yang terbaik atau “do the best”. Di kondisi ini, “do the best” dijadikan sebagai satu satunya standard atau harga diri, yang tidak bisa ditawar tawar.

4. PEKERJAAN APAPUN, KERJAKAN SETEPAT/SEPERINCI MUNGKIN.

Melalui prinsip ini maka celah atau peluang untuk diserang, akan tertutup sama sekali. Realitanya, apapun pekerjaan jika dikerjakan setepat/seperinci mungkin, hasilnya akan jauh lebih berkwalitas atau lebih mendekati ke standard yang didambakan.

5.- SENANTIASA “ON TIME” DI SETIAP PEKERJAAN.

Menunda pekerjaan yang seharusnya “on time” tuntas di hari ini, menunjukkan bahwa efisiensi dan efektivitas kerja tidak berjalan optimal. Kondisi ini bisa terjadi, bisa saja dikarenakan oleh :

  • Perencaaan yang tidak terorganisir dengan baik.
  • Koordinasi hak dan wewenang yang tidak ter-arah.
  • Misi dan visi masih kabur atau tidak relevan.
  • SDM yang dimiliki “amatir” atau masih lemah.

6.- SELALU BERSEMANGAT.

Biasanya, di setiap mengawali suatu aktivitas, peranan semangat sangatlah besar kontribusinya agar “bisa” meraih hasil yang maksimal. Semangat, sama ibaratnya dengan api penghangat, yang senantiasa memacu kemauan dan kemampuan kita agar “bisa dan mau” maju terus menerus, baik dikala gagal maupun sukses. Didasarkan oleh hal ini, betapapun bagusnya suatu ide dan betapapun perfectnya suatu perencanaan jika tanpa adanya semangat maka hasilnya akan menjadi biasa biasa saja, diluar dari standard atau tidak memuaskan.

Kesimpulan :

Apapun yang dialami dan apapun yang terjadi, semuanya tidaklah terlepas sebagai hasil dari apa yang telah diperbuat. Untuk mendapatkan yang terbaik maka buatlah yang terbaik dan begitu juga sebaliknya. Lari dari kenyataan dan mengkambinghitamkan orang lain atas kemalangan yang dialami, sama halnya dengan menggali liang kubur. Karena semua kelemahan yang dimiliki akan semakin bertambah dengan bertambahnya waktu. Logikanya, dengan adanya introspeksi atas kemalangan yang dialami maka “way out” nya akan dijumpai dan disamping itu, kiat kiat jitu juga akan didapatkan agar dimasa mendatang lebih sukses lagi. Semoga dengan diraihnya kesuksesan ini, selain bermanfaat bagi diri sendiri tetapi juga bagi makhluk-makhluk hidup lainnya. Sabbe satta sabba dukkha pamuccantu – sabbe satta bhavantu sukhitata : Semoga semua makhluk hidup terbebas dari derita dan semoga semuanya senantiasa berbahagia, sadhu,….sadhu,…….sadhu,……….