easter-japanese

“Patirupakari dhurava–utthata vindate dhanam : kekayaan dapat dicari dengan modal rajin, mau bekerja dan tepat pada saatnya.” SAMYUTTA NIKAYA, SAGATHAVAGGA 845.

Setiap manusia yang terlahirkan normal, pasti telah memiliki ambisi. Dan ambisi yang dimiliki oleh setiap orang, tidaklah sama. Si A bisa saja berambisi ingin menjadi seorang pejabat yang membawahi sejumlah orang. Sedangkan si B berambisi ingin menjadi seorang pengusaha yang sukses dengan sejumlah perusahaan yang besar-besar. Dan si C berambisi ingin menjadi seorang dokter spesialis dan begitu juga dengan si D yang berambisi ingin menjadi seorang pilot.

Dari contoh-contoh yang diatas, maka akan bisa ditarik suatu kesimpulan bahwa yang namanya manusia, bisa saja rambutnya sama hitamnya tetapi ambisinya tidaklah akan bisa sama. Pada kenyataannya, yang juga dikarenakan oleh ketidakmampuan untuk menerima kerealitaan yang terjadi, adakalanya seseorang menghalalkan segala cara untuk memenuhi ambisinya atau mengalami kelainan jiwa. Semuanya ini bisa terjadi, tidaklah terlepas karena :

  • Lemahnya kadar keyakinan terhadap ajaran agama yang dianut.
  • Kuatnya belenggu duniawi menggari bathin.
  • Penakut karena tidak mau (berani) menerima tanggung jawab.
  • Tidak mampu menerima konsep ke“anicca : tidak kekal”an yang pasti terjadi.

Adakalanya bagi segelintir orang-orang yang berpandangan sempit atau bercakrawala kerdil akan mengatakan bahwa si A, B, C dan D, hidup dengan sangat bahagia, walaupun menghalalkan segala cara untuk memenuhi ambisi-ambisi mereka. Dan oleh karena itu, untuk apa (harus) ditempuh jalur yang lurus untuk meraih ambisi yang diidamkan?

Sekilas pintas, bisa saja mereka terlihat bahagia tetapi bagaimana dengan bathin mereka? Dalam hal ini, dapatkah mereka tertidur lelap, yang tanpa dihantui oleh perasaan bersalah, cemas, curiga atau gelisah? Dan sudah merupakan hukum alamnya bahwa sebagai hasil/akibat dari perbuatan tercela adalah kekecewaan, kefrustasian, ketakutan, kecemasan dan kesedihan. Dan oleh karena itu, akan bermanfaatkah ambisi yang telah berhasil direalisasikan jika bathin kita masih dibelenggu oleh ketidaktenangan, ketidakdamaian dan ketidakbahagiaan?

Di dalam konsep Buddhis dikatakan bahwa :

  • Bagi anggota sangha (Bhikkhu/ni), ambisi utama mereka adalah merealisir Nibbana, yang telah terbebaskan dari proses kelahiran, ketuaan, kesakitan dan kematian. Ambisi ini hanya akan bisa direalisasikan jika mereka senantiasa bergerak dijalur yang benar, yang bebas dari ikatan-ikatan duniawi, tidak banyak menuntut, menerima apa adanya dan puas dengan apa yang telah dimiliki. Dan diakhirnya, berhasil memusnahkan “dasa samyojana : 10 belenggu bathin”, yang bebas dari ikatan-ikatan “dosa : kebencian”, “lobha : keserakahan” dan “moha : kebodohan”.

  • Bagi yang non anggota sangha atau umat perumah tangga biasanya ambisi mereka adalah meraih kekayaan. Tetapi haruslah dengan jalur legal (sesuai hukum), yang tidak menyusahkan siapapun juga.

Setelah itu, dengan kekayaan yang telah dimiliki, selain dimanfaatkan untuk kepentingan diri sendiri dan orang-orang yang dicintai tetapi juga untuk orang-orang yang tidak dikenal dan bahkan kepada musuh. “

Kebebasan dari nafsu merupakan kebahagiaan di dunia, suatu keadaan yang mengatasi semua nafsu keinginan inderawi. Tetapi penghancuran kesombongan yang menganggap “inilah Aku”, ini adalah kebahagiaan yang tertinggi.” Udana 10. Jadi, bisa disimpulkan bahwa ambisi dalam bentuk apapun, tidaklah bertentangan dengan konsep Buddhis jika diraih :

  • Dengan jalur yang benar dan tidak merugikan siapapun juga.
  • Dengan jalur yang benar dan dimanfaatkan untuk ketenangan, kedamaian dan kebahagiaan semua makhluk hidup.
  • Dengan jalur yang benar dan tidak bertentangan dengan hukum serta adat istiadat setempat.
  • Dengan jalur yang benar dan bisa menekan atau mensirnakan segala bentuk kejahatan.

Selanjutnya, di dalam kitab suci Vibhanga 216 – 413, Sang Buddha menyabdakan bahwa ambisi akan bisa diraih dengan jalur benar jika kita telah memiliki kwalitas diri dan positive mental attitude, yang terdiri dari:

A.- CHANDA : Mencintai pekerjaan yang dikerjakan dan puas serta gembira melaksanakannya. Ini sama ibaratnya dengan berpacaran atau mencintai seseorang. Jika kita mencintai dan menyukai seseorang maka apapun yang akan dikerjakan untuknya, semuanya akan semakin ringan dan senang serta suka dilaksanakan. Demikian juga dalam bekerja, jika kita mencintai pekerjaan yang kita kerjakan maka semuanya akan semakin ringan, mudah dan senang dilakukan. Dan pada akhirnya, tiada lain yang diraih selain hasil yang optimal.

B.- VIRIYA : Semangat di setiap aktivitas yang akan dilakukan. Semangat ini, sama ibaratnya dengan api yang memacu timbulnya energi/tenaga. Dan yang pasti, di setiap hal apapun yang akan diperbuat jika tanpa adanya semangat maka hasilnya tidak akan optimal atau biasa-biasa saja. Sang Buddha adalah salah satu contoh dari seorang pekerja yang terkemuka, yang selalu gigih dan bersemangat membabarkan “dharma : kebenaran”, tak peduli apakah dicela maupun dipuji atau disakiti maupun dihormati. “Bekerjalah terus, pantang mundur; hasil yang diinginkan niscaya akan terwujud sesuai dengan cita-cita.” Khuddaka Nikaya I : 2444.

C.- CITTA : Memperhatikan dengan sungguh-sungguh apa yang dikerjakan. Walaupun kita menyintai dan bersemangat mengerjakan pekerjaan yang akan dikerjakan tetapi jika tidak sungguh-sungguh memperhatikannya maka hasilnya akan mengecewakan atau tidak optimal. Oleh karena itu, apapun yang akan dikerjakan, hendaknya diperhatikan sungguh-sungguh. Dengan dimilikinya citta ini maka :

  • Kealpaan akan bisa disirnakan.
  • Kesilapan akan bisa dihindari.
  • Keinginan yang didambakan akan semakin mudah direalisasikan.

D.- VIMAMSA : Merenungkan dan menyelidiki alasan-alasan di dalam hal-hal yang sedang dikerjakan. Dengan dimilikinya vimamsa maka akan :

  • Diketahui pekerjaan ini, sudah benar atau belum.
  • Diketahui apakah pekerjaan ini, pantas atau tidak dikerjakan.
  • Diketahui dimana kelemahan dan kekurangn dari pekerjaan yang sudah dikerjakan. Di kondisi ini, yang namanya efisiensi dan efektivitas kerja, sudah jelas diketahui.
  • Diketahui kiat-kiat untuk meningkatkan atau mengembangkan produktivitas kerja.

Kesimpulan :

Marilah kita berambisi secara positif, yang selain tidak merugikan atau menyusahkan pihak-pihak lain, tetapi juga sebagai motivasi awal untuk pengembangan rasa tentram, damai dan bahagia. Agar kita senantiasa di jalur yang benar, yang selain menentramkan, menenangkan dan membahagiakan diri kita dan makhluk-makhluk hidup lainnya maka :

  • Cintailah pekerjaan yang dikerjakan dan senang serta bahagia mengerjakannya.
  • Milikilah semangat dalam setiap detik dalam mengerjakan pekerjaan.
  • Senantiasalah memiliki perhatian yang baik, pada saat akan, sedang dan setelah mengerjakan pekerjaan.
  • Renungkan, selidiki dan evaluasilah setiap pekerjaan yang telah dikerjakan.

Semoga dengan dimilikinya ambisi yang positif ini, hendaknya keberadaan / kelahiran kita di momentum yang tepat ini senantiasa membahagiakan semua makhluk hidup. Sabbe satta sabba dukkha pamuccantu – Sabbe satta bhavantu sukhitata : Semoga semua makhluk terbebaskan dari derita dan semoga semuanya senantiasa berbahagia, Sadhu…Sadhu…Sadhu…