Cahaya Kebahagiaan
Pdt. D.M. Peter Lim, S.Ag, MBA, M.Sc
“Orang suci selalu berbahagia, yang bathinnya telah bebas sepenuhnya, yang tidak dikotori oleh keinginan inderawi. Ia senantiasa tenang dan bebas dari kemelekatan” Samyutta Nikaya I : 212.
Bagi segelintir orang-orang yang masih dibelenggu oleh keduniawian maka apapn yang telah dimiliki, tidaklah akan membuatnya bahagia. Di kondisi ini, jika dia telah memiliki
Berkenaan dengan kondisi-kondisi yang di atas ini, Sang Buddha menyabdakan : “Kebahagiaan dari nafsu kesenangan inderawi dan kebahagiaan dari berkah surgawi, belumlah sama dengan seperenambelas bagian daripada kebahagiaan karena lenyapnya nafsu keinginan”. Dan didasarkan oleh sabda Sang Buddha ini, maka akan dapat disimpulkan bahwa apapun yang berhasil dimiliki, apakah itu istri/suami yang rupawan, villa idaman, kekayaan atau kekuasaan, jika tidak (bisa) puas maka sampai kapanpun juga, tidak akan bahagia. Dan di kondisi ini, tidak tertutup kemungkinan kemungkinannya bahwa penderitaanlah yang akan lebih dominan dirasakan, sebagai akibat dari ketidakpuasan ini. Jadi, agar terbebaskan dari derita yang tidak seyogianya dialami dan senantiasa (berhasil) meraih kebahagiaan yang hakiki, maka milikilah sedini mungkin rasa puas akan apapun yang telah dimiliki. Di dalam kitab suci Digha Nikaya III : 224, Sang Buddha menyabdakan bahwa terdapat Ariyavamsa 4 (4 macam praktek mulia), yang mana akan bisa (mampu) menimbulkan rasa puas atas apa yang telah dimiliki. Adapun bagian-bagian dari Ariyavamsa 4 (4 macam praktek mulia) ini adalah:
A. Civara Santosa : puas dengan jubah-jubah apapun yang diperoleh
Pada hakekatnya, fungsi utama dipakainya pakaian adalah untuk melindungi diri kita dari cuaca/iklim yang kurang bersahabat atau menutupi organ organ tubuh yang tidak sepantasnya ditampilkan (melanggar etika). “Kurus dalam jasmani, sederhana dalam makanan, puas dengan yang sedikit dan tidak terganggu maka angan-angan yang sia-sia akan hilang dan nafsu keinginan mereda. Demikianlah orang yang tiada keinginan akan mencapai Nibbana” Sutta Nipata 707. Dan didasarkan oleh kegunaan dan fungsinya, maka milikilah rasa puas atas pakaian (apapun) yang telah dimiliki.
B. Pindapata Santosa : puas dengan makanan apapun yang dapat diperoleh
Apapun yang dimakan, kenikmatannya hanya akan terasa jika masih berada di dalam mulut atau belum kenyang. Tetapi jika makanan tersebut telah memasuki kerongkongan atau perut sudah kenyang, maka semuanya akan menjadi hambar dan memuakkan. Itulah realitanya. Berkenaan dengan fakta kebenaran ini, maka :
Maknanya adalah makanlah yang sesuai dengan kebutuhan serta tidak mempengaruhi atau merusak kondisi bathin, misalnya dengan menghindari meminum/memakan makanan yang mana (bisa) menyebabkan hilangnya kesadaran (narkoba). “Upaya untuk menghindarkan diri dari hal-hal yang buruk yang belum timbul, upaya untuk meninggalkan hal-hal buruk yang telah timbul dalam bathin, upaya untuk menimbulkan hal-hal baik yang belum timbul dan upaya untuk memelihara hal-hal baik yang telah timbul; ini adalah empat daya upaya yang diajarkan oleh kerabat Sang Mentari” Anguttara Nikaya II : 17.
C. Senasana Santosa : puas dengan tempat tinggal apapun yang dapt diketemukan
Dalam hal ini (tempat tinggal yang memadai), hanyalah dimanfaatkan pada hal hal yang yang sesuai dengan keguanaan dan fungsinya. Kalau kondisi ini bisa dipenuhi maka rasa puas akan apa yang telah dimiliki akan bisa diraih. Dan di akhir dari ini maka kebahagiaanlah buahnya.
“Dibelenggu oleh nafsu keinginan, diikat untuk bertumimbal lahir; ketat terkungkung oleh pandangan salah, terkekang oleh ketidaktahuan, berpusar kian kemari, demikianlah manusia mengembara dalam Samsara, mati hanya untuk lahir kembali” Anguttara Nikaya II : 10.
D. Bhavanapahanaramata : selalu bergembira (bukan puas) dalam mengembangkan kebaikan dan meninggalkan kejahatan
“Tidak mencelakai makhluk hidup, tidak berbohong, tidak mengambil apapun yang diberikan di seluruh dunia, juga tidak menggoda istri pria lain. Dan tidak pernah meminum minuman keras. Ia yang menghentikan lima perbuatan buruk ini dan tidak melakukan hal-hal tersebut adalah benar-benar disebut seorang yang berbudi/bajik” Anguttara Nikaya III : 205-206.
Di dalam konsep Buddhis, ditegaskan bahwa perbuatan apapun yang diperbuat, itulah yang nantinya menentukan corak bahagia tidaknya, kehidupan seseorang. Jika seseorang itu, selalu bergembira di dalam penimbunan kebajikan dan enggan (tidak mau) menyemai kejahatan maka kebahagianlah akibatnya. Dan begitu pula sebaliknya, si penimbun kejahatan, pasti akan menderita, baik di kehidupan ini maupun mendatang.
Kesimpulan:
Puas atas apa yang telah dimiliki, itulah kebahagiaan yang sesungguhnya. Dan oleh karena itu, milikilah sedini mungkin akan rasa puas dengan pasangan (suami/istri), kedudukan, kekayaan yang telah dimiliki. Sang Buddha menyabdakan : “Kekayaan keyakinan dan kekayaan “sila : moral”, kekayaan hati nurani (malu berbuat jahat), takut akan celaan, kekayaan berpengetahuan dan juga kedermawanan serta yang ke-tujuh; kekayaan kebijaksanaan. Mereka yang memiliki tujuh kekayaan sejati ini, apakah mereka wanita atau pria, tidaklah miskin atau papa, tidak pula kehidupan mereka telah dijalani dengan sia-sia.” Semoga dengan dimilikinya sifat mulia yang puas atas apa yang telah dimiliki, hendaknya kehadiran kita senantiasa bermanfaat bagi kedamaian, ketentraman dan kebahagiaan semua makhluk hidup! Sabbe satta sabba dukkha pamuccantu – sabbe satta bhavantu sukhitata : semoga semua makhluk terbebaskan dari derita & semoga semuanya senantiasa berbahagia….sadhu,….sadhu,….sadhu,…