easter-japanese

Di dalam kehidupan kita saat ini, sering kali kita bertemu dengan orang-orang yang tidak memakan hewan (herbivora gitu lho). Kalau dulu, banyak orang tidak makan hewan mungkin karena terpaksa, misalnya dengan alasan ekonomi. Tapi zaman sekarang, trendnya beda lagi. Bukan karena tidak mampu membeli, tapi karena keinginan sendiri. Tentu saja di luar faktor dengan alasan kesehatan, misalnya.

Bilamana saya ketemu dengan orang-orang seperti ini, muncul rasa kagum yang mendalam dari lubuk hati dan sayapun mencari kesempatan untuk bertanya-tanya. Koq bisa sich menempuh jalan ini? Apakah sanggup menahan godaan dengan makanan-makanan yang sangat merangsang? Ada ikan bakar, udang goreng, kepiting saos tiram, ayam panggang, dan lain-lain, apa yakin tidak tergoda? Saya jadi penasaran, apalagi kalau mereka masih muda. Dengan asumsi, jangka waktu makan hewannya belum habis, koq sudah di-cut.

Akhirnya, saya pun mulai mencoba, sebulan hanya 2 kali yakni setiap penanggalan Cina tgl 1 dan 15. Wah! Sungguh, susahnya minta ampun. Rasa-rasanya selera makan langsung down. Terasa hari-hari penyiksaan (nafsu makan) datang. Alangkah senangnya, bila hari-hari tersebut segera berlalu. Dan kesempatan makan apapun terbuka lebar.

Sampai suatu hari, saya berkenalan dengan seseorang, dia menawarkan saya VCD tentang penjagalan hewan, bagaimana sengsaranya hewan-hewan tersebut menjelang pembunuhan masal. Mereka menangis, merintih, menahan rasa sakit, menahan penyiksaan yang dilakukan manusia-manusia yang dengan nafsu membunuh yang sangat dahsyat. Sehingga pengampunan dan permohonan mereka tak digubris sama sekali. Mereka benar-benar tidak diberi kesempatan untuk hidup. Mereka tak punya pilihan lain, selain kata ‘MATI’ yang sudah menanti di depan mata. Saya sendiri sungguh terharu melihat keadaan tersebut. Memang selama ini, kita berpikir, toch hewan yang kita beli di pasar sudah mati, sudah tak bernyawa. Tapi, pernahkah kita berpikir, itu bukan pilihan mereka. Tapi kitalah yang telah memaksanya untuk mati hanya untuk memuaskan nafsu kita.

Setelah menonton adegan tersebut, keesokan harinya saya mencoba tidak makan daging (apapun hewannya). Ternyata hari pertama saya lolos. Kemudian saya lanjutkan di keesokan harinya, lolos lagi. Tidak terasa, sudah seminggu nich… Wah! Ternyata ada hikmah baru, tidak sesudah dan sesulit yang saya bayangkan.

Suatu hari ada undangan dari saudara yang ulang tahun, makanannya ‘all u can eat’. Makanan di sana sangat merangsang, dari babi panggang, bebek peking, ikan asam manis, kepiting saos tiram, udang mayonais, ayam goreng, cumi goreng tepung dan masih banyak lagi. Gimana nich? Semua undangan sibuk mengisi piringnya dengan aneka macam masakan, saya cuma mengisi dengan bubur dan sayur kailan. Wah! Yang undang benar-benar rugi dech, bayar mahal-mahal cuma makan itu, tapi tentunya ada yang merasa untung dengan ulah saya, yakni si pemilik restaurant. Inilah cobaan, tapi sungguh, saya sama sekali tidak tergoda dan tidak ada rasa ingin menyantap makanan-makanan tersebut. Semua berjalan apa adanya tanpa paksaan dan tanpa tekanan. Kini, saya sudah menjalaninya beberapa bulan. Semoga keadaan ini akan terus dan terus berlanjut.

Berbahagialah bagi anda yang sudah vegetarian, selamat! Bagi anda yang belum, silakan mencoba sekali-kali, ternyata nikmat lho! Selain lebih irit, hati dan pikiran juga lebih tenang. Selamat mencoba! Semoga bermanfaat!