easter-japanese

Belajar, membaca, dan mendengar dharma demi untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, tentu saja suatu perubahan yang kita inginkan. Dari dulu hingga detik ini, kita selalu dikendalikan oleh batin, dan demikian pula batin kita dikendalikan oleh emosi-emosi pengganggu (Tib. Nyon Mongs, Skt. Kle?a, EEP), seperti nafsu keinginan, kemelekatan, aversi, amarah, dan kehilangan akal, semua EEP inilah yang menggiring kita melakukan perbuatan-perbuatan negatif, ujung-ujungnya perbuatan itulah yang membawa dampak buruk bagi diri kita sendiri dan orang lain; oleh karena itu kita ingin merubah keadaan ini.

Lalu, apa yang akan kita lakukan untuk merubah keadaan tersebut? Kita belajar, berlatih, dan meditasi; semua tindakan ditujukan kepada pengendalian batin, dengan keadaan batin terkendali, kita bisa mengarahkan batin kita ke arah yang diinginkan, demikian pula ketika batin terkendali, kita bisa mengganti objek konsentrasi sesuai keinginan kita, dengan demikian kita menginginkan suatu keadaan mental yang terkendali.

Tugas ini merupakan tugas berkesinambungan, kita perlu berupaya untuk merubah EEP, jangan membiarkan EEP mendominasi batin kita, sangat penting untuk bertindak tanpa didominasi oleh EEP, kita perlu menyetir batin kita ke arah kebajikan, dan bertindak sesuai dengan sikap kebajikan, dengan demikian kita bisa menciptakan kondisi yang mana tiga pintu terjaga dengan baik, ketika kita sudah dapat mengendalikan batin maka, mental pun bisa dikendalikan, dan kemudian badan jasmani dan ucapan juga mulai pelan-pelan bisa dikendalikan, dengan demikian kita bisa semakin bahagia dan juga mereka yang berada di sekeliling kita.

Inilah seharusnya alasan paling tepat di balik melakukan meditasi.

Ketika memulai meditasi, banyak hal penting yang perlu diperhatikan, seperti persiapan, meditasi, dan penutupan.

Ketika ingin memulai meditasi, sungguh penting untuk memulai dari suatu keinginan yang luhur, kemudian duduk dalam posisi atau postur meditasi yang tepat, demikian pula kita perlu meletakkan batin kita pada posisi yang tepat pula.

Sebelum mulai meditasi, penting untuk mempersiapkan tempat terlebih dahulu, membersihkan tempat meditasi, kemudian mempersiapkan simbol-simbol ucapan, badan jasmani, dan batin dari Buddha (Tib. sKu gSung Thugs) di atas altar, meletakkan persembahan dengan rapi, kemudian kita duduk di bantal duduk yang nyaman dan mulai meletakkan batin pada posisi yang tepat.

Ada sebuah tradisi yang menyebutkan untuk melukiskan sebuah swastika yang searah dengan jarum jam di bawah tempat duduk meditasi, bisa menggunakan kapur, swastika sebagai simbol stabilitas.

Kemudian, di atas swastika itu boleh diletakkan rumput kusa, sebelum Siddharta merealisasi pencerahan sempurna di Bodhgaya, beliau mempersiapkan sendiri tempat duduk meditasinya, yang ditemukan disekeliling hanya rumput kusa, dan tempat duduk inilah yang menjadi penyokong beliau menuju pencerahan sempurna.

Rumput kusa juga memiliki makna lain, kalau kita perhatikan rumput kusa baik-baik, maka ketahuan bahwa rumput kusa tidak mudah kusut, dengan demikian kita juga menginginkan batin kita tidak mudah kusut, kemudian boleh meletakkan rumput yang panjang dengan membentuk lingkaran sebagai simbol umur panjang, kita perlu umur panjang untuk berlatih dalam kurun waktu lama.

Makna lain dari rumput secara umum adalah kesederhanaan, jadi kita perlu mengingatkan diri atas kesederhanaan dalam hidup.

Mempersiapkan tempat duduk, meletakkan rumput, mengingatkan kita atas persiapan yang dilakukan oleh Siddharta.

Terus terang, ketika kita memutuskan untuk melakukan meditasi, penting sekali untuk menjauhkan diri dari kesibukan, terutama kesibukan secara fisik, dan kita juga perlu mengisolasikan batin dari kesibukan mental. Apabila kita tidak pernah merasa puas, punya banyak keinginan, ingin ini dan itu; tentu saja itu akan membuat batin kita sangat sibuk, kemudian secara alami membuat badan jasmani juga ikutan sibuk, akhirnya kita tidak bisa melakukan meditasi dengan baik.

Kita tidak akan bisa melakukan meditasi dengan baik, kecuali kita meletakkan semua kesibukan mental dan kesibukan badan jasmani, semua aliran buddhis memiliki pendapat sama atas hal demikian.

Ada tradisi buddhis yang menyatakan untuk meletakkan bantalan duduk secukupnya, dan bantalan duduk juga punya aturan meletakkannya yang disebut bantalan duduk konsetrasi jadi, dalam kondisi apapun bantalan duduknya, ada baiknya bagian belakang sedikit lebih tinggi daripada bagian depan.

Mengapa bagian bantalan belakang perlu lebih tinggi? Karena membantu meluruskan tulang bagian belakang, ketika tulang bagian belakang kita lurus maka, energi bisa mengalir dengan lancar, ketika energi bisa mengalir dengan lancar maka, memberi efek selaras kepada batin.

Berbagai latihan meditasi berbicara tentang tiga saluran, ketika tulang belakang lurus, maka saluran sentral dan dua saluran lainnya juga berada dalam posisi optimum, dan energi mengalir lancar, dan ini memberi efek damai kepada batin, mengurangi gangguan lain, kita tahu bahwa terdapat koneksi sangat dekat antara badan jasmani dan batin.

Disebutkan bahwa mereka yang memiliki banyak lung (Tib. rLung, Skt. Pr??a) energi berlebihan sehingga menimbulkan gangguan, ada baiknya mereka jangan berhadapan dengan objek-objek yang terang, namun sebaiknya berhadapan dengan objek yang rada gelap, sebaliknya mereka boleh berhadapan dengan objek-objek yang terang.

Tubuh bagian atas mengandung elemen udara, maka bersifat panas, jika tubuh bagian atas tegang maka, elemen itu menjadi tidak seimbang, jadi perlu menjaga agar tubuh bagian atas tidak tegang dan pertahankan posisi rileks; tubuh bagian bawah mengandung elemen air, maka bersifat dingin, maka penting untuk mempertahankan tubuh bagian bawah tetap rapat, maka itu dianjurkan untuk duduk dalam posisi teratai penuh. Jadi tubuh bagian atas dan bawah membantu batin menjadi semakin tenang.

Seseorang bisa merasakan efeknya sendiri dikemudian hari, jadi terdapat tujuh postur meditasi yang disebut postur meditasi Buddha Vairocana (Tib. rNam Par sNang mDzad), yaitu posisi teratai (lotus) penuh (Tib. rDo rJe sKyil Krung), atau setengah teratai. Untuk memulai dengan posisi ini memang sulit, namun pelan-pelan kita akan terbiasa dengan posisi seperti ini, dan tubuh kita juga menjadi semakin lentur, dan memberi efek lentur kepada batin juga.

Jadi posisi itu sangat ideal, ketika seseorang sudah mulai terbiasa dengan postur itu dalam kurun waktu lama maka, ini akan memberi dukungan kepada batin. Duduk dalam postur teratai penuh maupun setengah teratai memberikan posisi duduk stabil, postur ini juga yang praktikkan oleh para Arahat dan Buddha, merupakan posisi yang sempurna.

Jadi itu postur pertama, yaitu duduk dalam postur teratai penuh atau setengah teratai, dalam tradisi tibetan disebut sebagai postur vajra. kemudian postur kedua meletakkan tangan kanan di atas telapak tangan kiri, mempertemukan dua ibu jari membentuk segitiga dan diletakkan tepat di pusar.

Jadi segitiga itu berada di chakra pusar untuk mengumpulkan semua energi dari saluran pinggir kiri dan kanan, juga semua saluran dari badan jasmani, mengumpulkan semua energi ke bagian sentral itu.

Aktivitas mental digambarkan sebagai seorang joki, dan energi bagaikan kuda, semua pikiran kita dibawa oleh saluran pinggir, apabila mengumpulkan energi dari pinggir menuju sentral maka, batin kita bisa menjadi stabil, sehingga energi itu bisa ditransformasi menjadi energi panas yang bisa menjadi kebahagiaan.

Ketika kita menanamkan benih, kita belum bisa melihat secara langsung hasil tumbuhannya apalagi panennya, namun ketika kita menanamkan benih, kita sudah bisa memikirkan tentang panen yang akan datang.

Ketiga adalah mempertahankan tulang belakang tetap tegak, bayangkan koin yang ditumpukkan, keempat adalah tentang posisi mulut dan lidah, jadi mulut jangan terbuka lebar atau tertutup rapat, jadi mulut tertutup rilek dan ujung lidah menyentuh langit-langit tepat pada bagian belakang dari barisan gigi depan (gigi seri) dengan demikian bisa mencegah kehausan, jadi kalau meditasi dalam kurun waktu lama maka perlu menjaga agar jangan kehausan.

Jika seseorang bisa bertahan dalam meditasi konsentrasi dalam kurun waktu lama, namun mulut terbuka lebar, bisa saja ada binatang yang terbang dan masuk ke dalam mulut, atau juga cepat merasa haus.

Postur kelima adalah kepala sedikit menunduk dan dagu sedikit masuk ke dalam, namun posisi kepala tetap tegak.

Keenam adalah tentang mata, jangan terbuka lebar atau tertutup rapat, menurut vinaya, mata sebaiknya jangan dibiarkan melihat ke semua tempat dengan sekehendak hati, oleh karena itu mata tidak tertutup rapat untuk menghindari ngantuk, dan juga tidak terbuka lebar untuk melihat lingkungan sekitar sehingga membawa pengganggu eksternal. walaupun pada awalnya cukup sulit meletakkan mata rilek dengan membiarkan terbuka sedikit, namun perlu waktu untuk membiasakan diri.

Pada permulaan meditasi, banyak orang merasa lebih gampang tutup mata sepenuhnya, namun mata tertutup sepenuhnya mendukung kemalasan dan kekaburan mental. Apabila seseorang sudah sanggup konsentrasi pada obyek mental, maka membuka mata sudah tidak menjadi penghalang eksternal.

Ketujuh adalah lengan terbuka dan sedikit menjauh dari badan sehingga memberikan rongga kepada udara untuk mengalir bebas, jadi seperti ventilasi udara untuk mencegah rasa kantuk dan malas.

Jadi tujuh posisi ini disebutkan sebagai posisi atau postur duduk Buddha Vairocana.

Jadi, kita memiliki lima skandha (Tib. Phung Po), fisik, perasaan, kemampuan membeda-bedakan, faktor komposisi, dan enam jenis kesadaran. Ketika semua ini sudah dipurifikasi maka, kita menjadi Buddha Vairocana, kita menjadi wujud nyata dari Lima Keluarga Buddha, karena setiap satu keluarga Buddha itu mewakili dari purifikasi dari setiap skandha kita.

Kita semua memiliki sifat Buddha, kita memiliki potensi dan landasan untuk merealisasi Buddha, demikian juga kita memiliki potensi dan landasan untuk mempurifikasikan diri dan merealisasi Lima Keluarga Buddha.

Kita memiliki elemen tanah yaitu segala sesuatu yang solid, elemen panas, air, udara, ketika elemen-elemen sudah dipurifikasi, apa yang akan terjadi? Ini yang perlu kita investigasi. Kita orang berpendidikan, kita memiliki kemampuan untuk mencari tahu, inilah tugas kita untuk mencari tahu.

Ketika postur meditasi kita tepat, energi mengalir dengan lancar, membantu meletakkan batin kita dalam kondisi damai, stabil, dan jernih; oleh karena itu penting untuk memperhatikan postur meditasi.

Tentu saja duduk dalam postur yang tepat saja tidak cukup, selanjutnya kita perlu melihat ke dalam batin kita, dan tanyakan pada dirimu sendiri, Apa yang sedang aku lakukan di sini? Apa yang aku lakukan saat ini? Mengapa saya duduk di sini? Mengapa saya meditasi?

Kita perlu melihat dan memeriksa apa yang sedang terjadi dalam batin kita, motivasi kita apa, dengan modal inilah kita melakukan meditasi.

Jadi kita perlu melihat lebih dekat koneksi antara badan jasmani dengan batin.

Pelajaran lisan dari Geshe Sonam Rinchen

April, 03 2008 Dharamsala, Himachal Pradesh – India. Nyanabhadra