easter-japanese

Hari ini aku banyak sekali melamun, dari memikirkan kehidupanku setelah lulus kuliah sampai nanti akan kerja, disana aku sedikit berpikir, apakah akan ada pasangan hidup untukku? Entahlah, aku juga tidak tahu. Aku sejenak berpikir, mungkin dengan sifatku yang buruk ini akan sulit mendapatkan pasangan (kemudian aku menuliskan sifat burukku, kok banyak banget sih), lalu sedikit tersenyum dan berpikir, ada juga orang yang lebih buruk dariku tapi bisa mendapatkan pasangan hidup (berusaha membesarkan hati sendiri sebab tidak ada orang yang mensupportku, kemudian aku menulis sifat baikku, astaga sedikit sekali).

Merenung lebih lama lagi, aku menjadi cukup optimis, kelak kemudian hari akan mendapatkan pasangan hidup, tapi rasanya hal itu tidak begitu penting. Aku membutuhkan teman dan sahabat dalam hidup ini, selain keluarga tentunya. Aku menengok kebelakang hidupku, aku menyadari banyak sifat burukku yang membuatku tidak layak menjadi teman apalagi sahabat. Aku ini payah sekali, ya? Merenung lagi, setelah rutinitas tanpa batas itu, apa yang akan kulakukan, ya? …mati.

Sejenak, aku shock. Dan melihat kedua tanganku seolah tak percaya, saat ini aku masih hidup. Begitu cepat waktu akan berlalu, begitu cepat. Selama ini, aku selalu berpikir untuk menunda berbuat baik dengan alasan, nanti saja, nanti saja, masih ada esok hari. Saat ini, aku sadar, aku bahkan tak yakin aku punya hari esok. Dengan segala sifat burukku, aku rasanya akan masuk neraka. Hahaha…. Ironis, ya?

Astaga, kenapa aku baru sadar sekarang? Kenapa? Setelah hidup sekian tahun, aku baru menyadarinya sekarang. Aku harus berbuat baik mulai sekarang, agar kelak, seburuk-buruknya aku masih bisa di dunia manusia. Atau kalau karma mencukupi jadi dewa-dewi, sedikit terlalu muluk bagiku untuk menjadi buddha.

Kemudian, aku merenung lagi, tentang berbuat baik. Sejauh yang kusadari, aku pernah berusaha berbuat baik, dan tidak melanjutkannya. Karena tanggapan orang yang tidak sesuai harapan (kebanyakan ceramah yang kudengar mengatakan bahwa dengan berbuat baik, kita akan mendapatkan pahala, tapi mana pahala, mana? Yang ada malah kekecewaan). Lalu aku merenung lagi (aku memang lagi senggang, sehingga punya banyak sekali waktu), dan menyadari bahwa berbuat baik itu harus dilakukan secara tulus, dan tidak perlu memikirkan balasannya. Ya, ya. Aku setuju, peduli amat mereka mau bagaimana, toh aku berbuat baik demi kebaikkan, tidak ada maksud apa-apa.

Aku merenung lagi, dan menyadari… Bagaimana bila ada orang yang malah memanfaatkan kita karena kebaikkan kita? Benar, juga. Kalau kita berbuat baik terus dimanfaatkan bagimana? Bukan kita tidak tulus sih, hanya saja kita juga tidak mau dimanfaatkan atau dipermainkan bukan? Bagaimana, ya? …merenung lagi… Mungkin kita harus berbuat baik secara tulus juga dengan bijaksana. Kita juga berbuat baik, dengan cara mencegah orang berbuat buruk bukan? Hahahahaha….. Aku tersenyum sendiri. Ternyata, aku bisa memecahkan masalahku sendiri.

Tapi, ada sedikit ganjalan dari pemikiranku, benarkah orang yang berbuat buruk akan mendapat balasan? Dan orang yang baik akan menerima pahala? …tidak usah berpikir terlalu lama, aku ingat hukum sebab akibat. Dan memang benar, segala tindakan akan menghasilkan konsekuensi.

Tampaknya, aku merenung sangat panjang sekali. Sedikit melamun, dan tiba-tiba menyadari… Pikiran adalah pelopor. Ya, itu benar. Hal yang sama bila dilakukan atas dasar yang berbeda, akan menghasilkan karma yang berbeda. Huff… Kalau begitu, aku harus berpikir dengan benar dong. Terlalu banyak pikiran kotor dalam kepalaku. Hahaha….(mengetawai diri sendiri, anda juga boleh kok menertawai saya, karena saya begitu rendah)

Aku menjadi bersemangat untuk berbuat baik nih, lalu aku menyadari… Astaga, harus berbuat apa? Saat ini, aku menyadari betapa sulitnya berbuat baik itu. Masa aku harus menolong orang dari perampok (memangnya aku superhero), atau menyelamatkan bumi dari ancaman alien (entah kenapa pikiranku jadi berkhayal kemana-mana, dasar payah aku ini). Aku berpikir keras sekali (ternyata berbuat baik itu tidak mudah), untuk mencari perbuatan baik yang bisa dilakukan sehari-hari. …kemudian, aku berkesimpulan bahwa, dengan menyapa orang (hal ini menurut pemikiranku adalah hal yang cukup berarti, karena jujur saja, saat aku disapa aku merasa berarti, dan menjadi bersemangat untuk hidup. Hahaha….ironis, ya?), menolong orang (membantu orang menyapu, menjaga kebersihan), pun sudah mencangkup perbuatan yang bisa dikategorikan perbuatan baik (hitung-hitung melatih diri untuk sewaktu-waktu ada moment untuk melakukan perbuatan besar). Ah, aku belum terpikir, harus berbuat baik dengan cara apa lagi. Ada ide, tidak? Hahahahaha…..(serius loh)

Semoga perenungan yang kualami ini bisa bermanfaat (sejujurnya amat cupu banget pengalamanku ini).

Sabbe dhamma anatta Sabbe sankhara anicca Sabbe sankhara dukkha