Henry Jusrin
Teman-teman seDharma..Terkadang kehidupan kita diselingi oleh berbagai konflik, yang dimana konflik tersebut susah untuk kita hilangi. Contohnya, persaingan bisnis yang membuat kita harus bersusah payah untuk bangkit lagi akibat dikalahkan oleh pesaing kita. Lalu, kita merasakan dendam yang sangat terhadap orang itu. Kita bersumpah akan mengalahkannya lagi nanti,atau pada saat kita masih bangkrut, kita merasa dendam. Lalu, kita membuatnya susah dengan cara-cara yang bertentangan dengan catur paramita.
Teman-teman semua, Sang Buddha, sebagai guru penjunjung kita, bersabda dalam Dhammapada 1:3 yang berbunyi “Ia menghina saya, ia memukul saya, ia mengalahkan saya, ia merampas milik saya. Selama seseorang masih menyimpan pikiran-pikiran semacam itu, maka kebencian tak akan pernah berakhir.“ Ayat ini jelas menggambarkan bahwa manusia yang selalu mengembangkan dan mematrikan di otak mereka bahwa dendam itu harus dibalas, maka ia tidak akan pernah terlepas dari rasa benci dan dendam, dan selama itu juga, kalau ia tidak mau melepas rasa dendam di pikirannya maka ia tidak akan mendapatkan rasa bahagia yang sebenarnya.
Tetapi, kita harus mengikuti ayat dalam Dhammapada 1:4 “Ia menghina saya, ia memukul saya, ia mengalahkan saya, ia merampas milik saya. Jika seseorang sudah tidak lagi menyimpan pikiran semacam itu, maka kebencian akan berakhir.“ Teman-teman, coba kita renungi, apakah kita sudah menjalankan sepenuhnya sabda Sang Buddha ini. Menghilangkan segala bentuk dendam di pikiran kita. Mencoba menerima segala keadaan dengan hati tabah sambil berpikir, ‘Semoga ia yang memukulku, ia yang menghinaku, ia yang mengalahkanku, dan ia yang merampas milikku berbahagia.‘ Pernah? Saya jamin kita semua belum bisa untuk melakukan hal yang bertentangan dengan hukum dunia ini bahwa Dendam harus dibalas.
Maka dari itu semua, teman-teman. Kita harus berdiam diri, tenangkan pikiran kita, dan berkata dalam hati kita, ‘Aku ingin mengembangkan welas asih dalam pikiranku. Semua kejadian yang menimpaku, itu adalah buah karma yang harus aku terima. Karena, karma itu harus diselesaikan dan harus tuntas. Semua tragedi dalam hidupku yang bisa mengundang dendam dalam hatiku dan pikiranku, semoga itu semua berubah menjadi cinta kasih yang tiada tara. Semoga musuhku menjadi sadar. Semoga musuhku berbahagia.‘ Inilah yang harus kita lakukan sebagai umat manusia. Jika kita lakukan ini terus, niscaya rasa bahagia nibbana, walaupun sesaat dalam hati dan pikiran kita, namun itu jauh lebih baik dibandingkan dengan bahagia dengan cara menyusahkan musuh kita, atau dengan cara membalas dendam.