Bhante Saddhanyano
Ceramah sebagai salah satu metode penyampaian pesan Dhamma, sebaiknya harus bisa disampaikan secara menarik, tidak membosankan, namun menyenangkan dan mudah dipahami. Setidaknya, selama proses ceramah berlangsung, para pendengar dapat merasakan kebahagiaan, ada respek yang kuat terhadap penceramah dan terhadap materi yang diceramahkan. Bila ceramah berlangsung menarik, hangat dan komunikatif, bisa dipastikan para pendengar akan menjadi betah dan menikmatinya. Oleh karena itu setiap penceramah harus siap untuk bisa tampil dengan baik dan maksimal, sehingga bisa sukses dalam ceramah.
Ceramah yang baik biasanya disenangi audience. Menurut saya ceramah yang baik adalah ceramah yang: Sistematis, Memperhatikan Etika, Efektif, Menyenangkan, Mencerdaskan dan Mencerahkan.
Inilah kurang lebih gambaran saya tentang ceramah yang baik.
Salah satu ceramah yang baik adalah ceramah yang sistematis, yaitu: ceramah yang tersistem yang mengalir teratur, Memiliki kerangka yang jelas; Ada judul (Udesa), Ada isi dan contoh (Nidesa) serta ada kesimpulan (Patinidesa). Diantara judul, isi dan kesimpulan juga saling berkaitan.
Ada baiknya juga di dalam kita menguraikan isi ceramah, kita tolong dengan menggunakan pertanyaan pembantu, Misalnya pertanyaan:
Demikian pula agar seorang penceramah bisa melakukan ceramahnya secara baik, maka sebaiknya ia memperhatikan Etika ceramah atau yang disebut Dhammakathina atau sifat seorang penceramah. Adapun isi dhammakathina itu adalah sbb:
(Anguttara Nikaya III. 184.)
Ciri lain dari suatu ceramah yang disebut ceramah yang baik adalah ceramah yang efektif, yaitu:
Agar ceramah mudah dipahami, maka gunakanlah bahasa yang akrab bagi pendengar dan pakai bahasa yang sederhana. Gunakan vokal yang jelas, juga dengan volume yang keras.
Perhatikan juga agar topik ceramah benar-benar sesuai kebutuhan. Usahakan juga agar penceramah peka terhadap situasi psikologi pendengar, sehingga ceramah yang disampaikan mengena seperti yang diharapkan pendengar. Misalnya, anda tahu bahwa pendengar sedang resah dan penasaran denga tsunami, maka sebaiknya ceramahlah denga topik yang relevan dengan itu.
Diharapkan juga agar penceramah mampu memberikan perubahan, artinya: dengan kemampuan yang anda miliki, anda mampu membuat pendengar menjadi respek terhadap anda dan mau merubah sikap, mau menjadi maju dan berani meninggalkan kebiasaan yang tidak baik.
Ceramah yang diharapkan pendengar adalah ceramah yang menyenangkan atau ceramah yang tidak membosankan dan tidak monoton.
Maka berusahalah agar menjadi penceramah yang menyenangkan. Umumnya pendengar senang denga penceramah yang:
E.1. Ceramah yang disampaikan dengan rasa percaya diri akan menyenangkan pendengar. Maka biasakanlah agar anda menyampaikan ceramah dengan rasa percaya diri, caranya adalah: kuasai materi yang akan disampaikan atau setidaknya pilihlah materi yang paling mudah yang anda kuasai. Lalu kuasai keadaan dengan cara mencoba bersikap akrab dengan pendengar, hal ini bisa membantu memecahkan kekakuan. Milikilah pikiran positif terhadap diri sendiri dan berusahalah melakukan yang terbaik dalam keseharian.
E.2. Ceramah yang disampaikan dengan sepenuh hati juga menyenangkan. Maka berikanlah ceramah dengan sepenuh hati, dengan rasa senang dan cinta, tanpa ada perasaan berat atau enggan. Ceramah sepenuh hati akan bisa dilakukan bila penceramah memiliki pandangan benar tentang manfaat ceramah. Ceramah sepenuh hati juga hanya bisa dilakukan bila didasari oleh hati yang tulus dan niat ingin menolong. Memberikan ceramah Dhamma adalah perbuatan mulia yang bisa menghantarkan orang menjadi baik dan bijaksana.
E.3. Ceramah yang menyenangkan adalah juga ceramah yang kaya akan cerita, dari anak kecil sampai dengan orang dewasa, akan sangat senang bila mendengarkan cerita, apalagi disampaikan dengan penghayatan yang baik. Oleh karenanya seorang penceramah harus memiliki banyak cerita, agar ceramahnya tidak datar dan tidak membosankan.â€Ceritera†sebenarnya juga bisa berfungsi sebagai selingan dan juga sebagai sarana untuk memperjelas dan melengkapi isi ceramah. Isi cerita bisa diambil dari peristiwa aktual yang baru terjadi, atau dari dongeng ataupun dari cerita Jataka, atau juga dari riwayat hidup Buddha.
E.4. Ceramah yang terlalu serius juga bisa membosankan, maka cobalah dengan sekali-sekali melemparkan cerita humor, agar ada tawa dan keceriaan pada wajah pendengar. Namun tetaplah ingat, hanya berikan humor-humor yang sehat, bukan humor yang jorok dan porno. Demikian pula, tetaplah jaga agar jangan terlalu banyak humor, sehingga ceramahnya tidak kehilangan makna. Kita harus tahu bahwa humor sifatnya hanya sebagi selingan pemecah kebosanan.
E.5. Ceramah hendaknya juga harus bisa membangkitkan motivasi, sehingga pendengar menjadi tergugah, menjadi semangat, dan memiliki keberanian untuk berbuat baik dan mau merubah nasibnya. Cerita-cerita orang sukses, baik sukses secara materi ataupun sukses secara spiritual, seringkali bisa menjadi sumber inspirasi dan sumber motivasi bagi pendengar.
Ceramah yang mencerdaskan bukanlah ceramah yang dogmatis atau ceramah yang hanya menuntun pendengarnya untuk menyakini atau mempercayai sesuatu secara membuta. Akan tetapi, ceramah yang mencerdaskan adalah ceramah yang mengajak pendengarnya untuk mau berpikir, mau belajar, dan terpanggil untuk mau melihat dan membuktikan sendiri suatu kebenaran yang diceramahkannya.
Ceramah yang mencerahkan adalah ceramah yang menuntun orang jadi cerah, jadi mengerti kebenaran (memahami sunyata). Ceramah yang mencerahkan adalah juga ceramah yang bisa membangkitkan inspirasi, dan membangun kesadaran pendengarnya. Ceramah ini disampaikan dengan rasa tanggungjawab, bebas dari profokatif negatif, bebas dari aura kebencian, dan bebas dari niat membodohi ataupun menjerumuskan.
Demikianlah penjelasan yang bisa saya sampaikan dalam menguraikan tentang “Ceramah dan Etikanya”. Semoga ada manfaatnya dan dapat menimbulkan inspirasi dalam menciptakan ceramah yang sukses.
Sekian dan terima kasih
Sadhu Sadhu Sadhu