Realita & Dhamma
Hendry Filcozwei Jan
“Apa yang kita tanam, itu yang akan kita tuai” demikian salah satu Dhamma yang dibabarkan Sang Buddha. Sebagai Buddhis, kita meyakini kebenaran hukum karma ini. Ini bukan dogma yang mutlak harus dipercaya, tapi sudah kita buktikan (ehipassiko) kebenarannya. Tapi hukum karma ini bukan seperti perhitungan matematis. Jadi, andai kita sumbangkan uang sekian, kelak kita juga akan dapat sumbangan uang sekian juga. Tentu bukan seperti itu hukum karma yang kita yakini. Tapi intinya adalah, kita menanam kebaikan, kita jualah yang akan menuai kebaikan, dan sebaliknya. Diharapkan atau tidak, apa yang kita tanam, itu yang akan kita petik. Hukum karma berlaku otomatis dan universal.
Dalam proses belajar dalam kehidupan ini, wajar bila banyak di antara kita (termasuk penulis), yang masih melakukan kebaikan dengan harapan kita juga akan mendapatkan kebaikan (kebahagiaan). Kita sedang berproses, tujuan kita: kebaikan yang kita lakukan adalah untuk kebaikan itu sendiri. Kita berbuat baik semata-mata itulah hal terbaik yang dapat kita lakukan untuk semua makhluk. Begitulah idealnya.
Berbagi adalah salah satu hal yang dapat kita lakukan. Berbagi apa saja, tidak hanya materi. Kita bisa “meminjamkan telinga” untuk mendengarkan curhat teman yang sedang bermasalah, menemani Oma dan Opa di panti wredha, menghibur anak panti asuhan, berbagi pengetahuan yang kita miliki, dan masih banyak lagi.
Rutinitas kehidupan, sering membuat kita lupa berbagi. Sibuk dengan pekerjaan, terutama bila sudah berhubungan dengan komputer dan internet, terkadang tanpa sadar, penulis telah “merampas” waktu bermain bersama Dhika dan Ray (buah hati penulis). Juga tanpa sadar, perhatian kepada istri sedikit berkurang. Sesekali kita perlu “keluar dari rutinitas”. Luangkan sedikit waktu untuk memperhatikan lingkungan sekitar (termasuk anak dan istri), agar hidup jadi seimbang.
Motto dari rekan se-Dhamma di milis Samaggi Phala begitu menginspirasi penulis. Dalam tiap email-nya, di bagian akhir selalu tertulis “Jangan pernah ragu dan lelah untuk berbuat baik.”
Sederhana, tapi begitu indah. Sebenarnya, saat berbagi, ada sebuah momen yang yang sangat membahagiakan. Inikah vipaka (buah karma) langsung dari sebuah perbuatan baik? Itulah yang menginspirasi penulis untuk mencoba menerapkan motto rekan se-Dhamma tersebut. Yang pada akhirnya menginspirasi kalimat motto baru “Membahagiakan orang lain melahirkan kebahagiaan tersendiri.”
Apa momen yang sangat membahagiakan itu? Melihat apa yang kita bagi, membahagiakan mereka (menyentuh perasaan mereka). Mungkin hanya sedikit materi atau perhatian yang kita berikan, tapi lihatlah begitu tersentuhnya orang yang kita bagi. Matanya berkaca-kaca saat mengucapkan terima kasih. Anda pernah menyaksikan tayangan reality show “Tolooong” Seperti itulah momen sangat membahagiakan yang penulis rasakan.
Dengan sedikit kemampuan bermain sulap, penulis coba menghibur Oma dan Opa di panti wredha dan anak-anak di panti asuhan. Dengan kemampuan berinternet seadanya, penulis membuat blog www.vihara.blogspot.com yang memuat aneka info tentang Buddhis (berbagi info dan pengetahuan). Maaf, ini bukan untuk pamer, tapi sekedar sedikit contoh. Penulis merasa sangat bahagia ketika tahu blog yang dibuat bermanfaat bagi banyak orang dan juga mendapat banyak respon (kiriman data masuk untuk melengkapi data yang ada di blog). Raut wajah bahagia dan mata berkaca-kaca, membuat kita ingin selalu menghadirkan suasana ini di depan kita.
Ini bukanlah hal besar, hanya setetes embun di luasnya lautan kehidupan. Setetes embun akan sangat berarti bila dibarengi puluhan, ratusan, ribuan bahkan jutaan tetes embun lain. Mudah-mudahan hal ini menginspirasi kita semua untuk selalu berbagi. Penulis kutipkan lagi motto teman di milis tadi “Jangan pernah ragu dan lelah untuk berbuat baik.”