easter-japanese

Bagaimanakah seorang Buddha mendapatkan kedamaian? Sebelum ini, saya sama sekali tidak mempunyai bayangan bagaimanakah seorang Buddha mendapatkan kedamaian. Saya pikir, kedamaian itu adalah sesuatu yang lumrah hadir di dalam diri seorang Buddha, begitu saja, dan tidak lebih dari itu.

Akan tetapi ternyata tidaklah sesederhana itu penjelasannya.

Seperti jika kita ingin membeli sesuatu barang, kita akan menukar uang kita dengan barang yang kita inginkan. Demikian pula seorang Buddha. Beliau melepas kemelekatannya terhadap nafsu-nafsu dan keinginan-keinginan demi mendapatken kedamaian yang jauh lebih berharga dari itu semua. Dan dengan kedamaian yang Beliau miliki itu, seorang Buddha senantiasa menikmati kualitas kehidupan yang luar biasa: makan dan minum dalam damai, duduk dan berjalan dalam damai, tidur dan bangun pun dalam damai.

Tentu akan sangat menyenangkan sekali bukan, untuk hidup dalam kedamaian sejati yang bebas dari gangguan segala nafsu dan keinginan? Sejauh ini, sebagai seorang awam, saya baru hanya dapat membayangkan saja.

Melihat kondisi kehidupan kita yang tiada habis-habisnya diganggu oleh segala macam nafsu, oleh segala macam keinginan-keinginan, sadarkah kita akan pemborosan waktu dan energi yang kita miliki, untuk melayani para nafsu dan keinginan itu sepanjang hidup kita yang singkat ini? Betapa kedamaian dari semua itu sungguh-sungguh akan melegakan sekali, sungguh-sungguh akan tiada menyia-nyiakan keihdupan kita yang sangat singkat dan berharga ini.

Sayangnya, pengertian saja tidaklah cukup untuk ditukar dengan kedamaian. Kita harus bersedia melepaskan kemelakatan kita terhadap nafsu-nafsu dan keinginan-keinginan kita, untuk kemudian memperoleh kedamaian.

Tetapi itu berarti kita harus siap bertarung menghadapi musuh terberat kita: diri kita sendiri. Cukup beranikah kita?

Chuang 160601