Jika memang secara real (tidak dalam tafsiran apapun) kosong = isi dan isi = kosong, maka silahkan membuka seluruh pakaian jika ingin pergi kerja, sekolah atau ke mall, tidak perlu berpakaian, karena tidak berpakaian = berpakaian. Lakukanlah perbuatan buruk karena perbuatan buruk = perbuatan tidak buruk.
Saya merasa istilah kosong = isi dan isi = kosong karena kurang sempurnanya penerjemahan teks sutra, khususnya teks Prajnamapramita (Sutra Hati) saat diterjemahkan ke dalam bahasa Mandarin.
Saya coba mengartikan teks Sanskerta Prajnaparamita secara bodoh, dan saya mendapatkan pengertian yang agak berbeda. Berikut sedikit cuplikannya.
1.
arayāvalokiteshvaro bodhisattvo
Bodhisattva Arya Avalokitesvara
2.
gambhīram prajñaparamitā caryam caramano vyavalokāyati
secara mendalam/serius (gambhīram) [dengan] kebijaksanaan sempurna (prajnaparamita) memperhatikan (caryam) melihat jelas/menelaah (vyavalokāyati)
3.
sma panca skandhas tams ca sva bhāva sunyam
bahwa jati diri (sva bhava) panca skandha adalah sunya
4.
pasyati sma iha sariputra
Perhatikan hal ini O, Sariputra:
5.
rūpam sunyatā vā rūpam rūpan na prthak
wujud dari sunyata ternyata tidak terpisahkan dengan wujud dari rupa
6.
sūnyatā sūnyatāya na prthak rūpam
kekosongan dari sunyata tidak terpisahkan dari rupa
7.
yad rūpam sa sūnyatā ya sūnyatā sa rūpam
wujud dari (sa) sunyata itu adalah sunyata/kekosongan dari (sa) rupa
dst.
Mulai dari bait ke-3, jelas di sini prajnaparamita diawali dengan menjelaskan mengenai panca skanda. Bahwa jati diri atau ciri dari panca skanda adalah sunya/kosong. Dengan kata lain tidak ada jati diri/atma.
Bait ke-5 & 6 memberikan sebuah kasus yaitu pada rupa/jasmani (bagian dari panca skanda). Wujud dari sunyata tidak lain adalah kekosongan itu sendiri, yang ternyata tidak terpisahkan (na prthak) dengan wujud dari rupa/jasmani (wujud dari rupa adalah rupa/jasmani itu sendiri). Singkatnya kesunyataan tidak bisa terlepas dari rupa/jasmani.
Orang-orang sering mengatakan kosong sama dengan isi karena kemungkinan menerjemahkan kata “na prthak” sebagai “tidak berbeda/sama” padahal berarti “tidak terpisahkan”. Dua hal yang tidak terpisahkan bukan berarti kedua hal tersebut sama. Bukit dan lembah adalah hal yang tidak terpisahkan, jika ada bukit pasti ada lembah, namun keduanya tetap berbeda.
Jadi, dimana ada kekosongan , maka ada rupa/wujud, dimana ada rupa/wujud maka ada kekosongan. Hal yang berbeda dengan pengertian kekosongan = rupa/wujud atau rupa/wujud = kekosongan.
Bait ke-7 menjelaskan bahwa wujud/rupa dari kekosongan / sunyata itu (yaitu kekosongan itu sendiri) adalah kekosongan /sunyata yang ada pada rupa/jasmani. Jika menggunakan persamaan, maka :
sunyata/kekosongan = kekosongan pada rupa/jasmani,
Ini berarti yang dipersamakan adalah kekosongan/sunyata dengan kekosongan yang ada pada rupa/jasmani, bukan mempersamakan kekosongan dengan rupa/jasmani.
Kalau diganti dengan istilah lain menjadi anatta-nya sunyata adalah sama dengan anatta-nya rupa/jasmani.
Itu saja, cmiiw.