//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Show Posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.


Messages - Jual Sapi

Pages: [1] 2
1
_/\_ saya lagi berusaha mengusir jin macan keluar dari kehidupan saya. wakkaka. hidung saya mencium bau petasan dari jin macan ini, benar gak sih? saya tak mau ikut ikutan mendapat karma buruk.  ;D ;D dunia ini lebih baik dipimpin oleh siapakah?
apakah oleh musl_m, yahu_i, kris_en,athe_s,atau siapakah menurut anda sostradanie? :)) ^:)^ ^:)^

yg diatas-atas gak koment lagi, gagal paham,
yg quote ini masuk di akal, kalo ada makhluk lain yg udh hampir senyawa dengan situ, itu karena jodohnya doeloe, barangkali situ pernah janji sehidup-semati dengan dia, maka dia akan selalu mengikuti loe, sepertinya gak ada cara pintas untuk pisah, atau mau pisah paksa (alias mati, sama juga, kehidupan berikutnya ketemu lagi). Kalo situ lagi sulit jodoh, kemungkinan besar memang ini penyebabnya.
Satu satunya jalan adalah dibiarkan aja bersamamu, lama-lama juga terbiasa.
Kalo situ merasa semua ini adalah hayalan, yah ke docter aja. toh untuk mengobati sakit, terlebih dahulu harus mengakui diri sendiri ada penyakit.

2
Theravada / Re: (ask) sabbe satta bhavantu sukitata
« on: 10 November 2016, 06:07:16 PM »
Mohon maaf sebelumnya,
saya newbie,
saya baru mempelajari Buddhisme kira-kira sudah dua bulan
saya ingin bertanya:
  • Di sutra manakah tertulis kalimat "Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta"?
  • Apakah kalimat ini digolongkan sebagai doa atau harapan saja? Mengingat bahwa sebagian besar umat Buddha (menurut saya) tidak percaya kepada Tuhan, sedangkan beberapa percaya kepada keberadaan Tuhan. Mereka yang percaya memakai Udana VIII:3 sebagai landasan Ketuhanan
Terima kasih.

1. Tidak begitu menguasai sutra(mahayana) ataupun sutta (theravada), kalimat Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta digunakan secara turun temurun oleh murid Buddha khususnya praktici theravada.

2. Do'a atau pun haarapan, dua-duanya iya, karena apa yang kita do'akan bukankah itu juga harapan kita. Mungkin maksud anda adalah siapa yang menjalankan do'a ini kalo setiap kali kita ucapkan kalimat ini. Apakah tuhan yang mengabulkan do'a kita? atau kita hanya berharap saja?

Paritta-parita yang diajarkan oleh Buddha  mengandung makna positif, memiliki energi positif, jika kita melafal dengan sungguh2,parita tersebut dapat menjalankan fungsinya.

Contoh nya seorang bhikkhu hutan juga praktisi metta bhavana (meditasi cinta kasih) memancarkan cinta kasihnya ke segala penjuru, doanya nya gak jauh dari Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta, suatu saat didatangi seekor ular yang besar, bergerak ke arahnya, teman2 bhikkhu lainnya melihatnya menjadi merinding, bahkan panik, tapi ular itu mendatanginya bukan menerkam dia, apa yang terjadi selanjutnya? bhikkhu tersebut dengan tenang mengelus-elus kepalanya dan mengatakan terima kasih telah mengunjungiku. dan ular tersebut pun meninggalkannya.

3
Perkenalan / Re: Apakah member dc suka kopi darat?
« on: 04 November 2016, 12:31:08 PM »
Salam semua apakah semua member disini suka kopi darat dengan sesama member yang lain nya?

Tiada sianida diantara kita bro  ;D ;D ;D

 _/\_

4
Diskusi Umum / Re: Kritik dan hubungan umat Buddha
« on: 04 November 2016, 12:30:05 PM »
Sepertinya ada perbedaan pengertian, dalam teks seringkali diterjemahkan sebagai "mempermainkan", tapi di ceramah dikatakan "mencela"/"mengkritik".
 
Mengkritik yg saya maksud bukan selalu berupa perkataan, bagaimana dengan kritikan yg berupa pikiran?  Jika ada anggota Sangha berbuat sesuatu yg jelas2 tidak benar, kita menyaksikan/mengalaminya, tentu di pikiran kita bisa muncul "kritikan". Apa lantas ini yang dimaksud Culapanthaka Sutta, bahwa kita akan lahir sebagai orang yang bodoh?

Pikiran itu gampang berkeliaran, kita manusia bukan orang suci jadi kritik dalam pikiran masih hal yang wajar walaupun kadang seorang bhikkhu melakukan hal yang bijak tapi kita gagal paham, bisa saja timbul kritik,

Pikiran itu sulit untuk terkendali bagi kita yang masih awam,  tapi untuk ucapan dan perbuatan kita masih bisa mengendalikannya. Untuk melatih mengendalikan pikiran, tentu meditasi adalah hal yang tepat. Sering kali pikiran buruk yang kita  tidak ingin muncul selalu muncul dalam pikiran kita, walaupun kita tau itu salah, dan sangat menyesal kenapa bisa timbul pikiran ini walaupun kita tidak ingin. Untuk pikiran yang lebih terkendali, anda bisa melatih vipassana, memperhatikan pikiran berkeliaran, jika sudah terlatih dengan baik, dengan mudah akan timbul pemahaman atas arah jalannya pikiran, walaupun muncul pikiran kotor, itu anda pahami semua ini hanya proses pikiran lagi berkeliaran saja, disana tidak ada penyesalan walaupun timbul pikiran buruk. Latihan ini ampuh untuk menyembuhkan mereka yang terlanjur menyesal dan bawa perasaan dalam kehidupan sehari-hari, Selain itu bisa meningkatkan kebijaksanaan dalam kehidupannya. Keputusan yang di ambil atas kebijaksanan akan menjadi banyak disetujui orang dan paling dikit dikritik orang.

5
Diskusi Umum / Re: Orang tua dan anak
« on: 03 November 2016, 12:52:56 PM »
SIGALOVADA SUTTA

Pada suatu ketika, Sang Buddha sedang berdiam di Rajagaha, di Vihara Hutan Bambu, di Kandakavinapa (Tempat Pemeliharaan Tupai). Pada waktu itu, Sigala, putra kepala keluarga, bangun pagi-pagi sekali dan pergi meninggalkan Rajagaha, dengan rambut dan pakaian basah, sambil ber-anjali ia menyembah ke berbagai arah, yaitu arah Timur, Selatan, Barat, Utara, bawah dan atas. Dan Sang Bhagava pada pagi hari itu, setelah mengenakan jubah serta membawa mangkukNya, pergi ke Rajagaha untuk mengumpulkan dana makanan (pindapatta). Kemudian Sang Bhagava melihat Sigala, putera kepala keluarga itu menyembah ke berbagai arah dan bertanya :
“O Putera kepala keluarga, mengapa engkau bangun pagi-pagi sekali dan pergi meninggalkan Rajagaha, dengan rambut dan pakaian basah sambil ber-anjali, engkau menyembah ke berbagai arah, yaitu ke arah Timur, Selatan, Barat, Utara, bawah dan atas?”

“Yang Mulia, ketika ayahku menjelang wafat, beliau berkata kepadaku untuk menyembah ke enam arah. Demikianlah Yang Mulia, karena menghormati, mengindahkan, menjunjung dan menganggap suci kata-kata ayah itulah, maka saya bangun pagi-pagi sekali dan pergi meninggalkan Rajagaha. Dengan rambut dan pakaian basah, sambil ber-anjali, saya menyembah ke enam arah.”

Sang Buddha lalu berkata, “Tetapi anakKu, dalam agama seorang Ariya enam arah itu tidak seharusnya disembah dengan cara demikian.”

Sigala, putera kepala keluarga itu bertanya :
“Yang Mulia, bagaimanakah seharusnya seorang Ariya menyembah ke enam arah itu? Alangkah baiknya apabila Sang Bhagava berkenan mengajarkan kepada saya, ajaran yang menguraikan caranya menyembah ke enam arah itu sesuai dengan agama seorang Ariya.”

“O putera kepala keluarga, dengarkan dan perhatikan dengan baik kata-kataKu ini. Karena siswa Ariya telah menyingkirkan empat kekotoran tingkah laku (kammakilesa), karena ia tidak melakukan perbuatan-perbuatan jahat (papakamma) yang didasari oleh empat dorongan, karena ia tidak mengejar enam saluran yang memboroskan kekayaan, maka dengan menjauhi (nasevati) empat belas hal buruk ini, ia adalah seorang pengayom enam arah itu, seorang penakluk (vijaya), yaitu ia akan sejahtera dalam alam ini dan alam berikutnya. Pada saat penghancuran tubuhnya, setelah mati, ia akan terlahir kembali dalam alam bahagia, alam surga. Apakah empat kekotoran tingkah laku yang telah ia singkirkan itu? Yaitu membunuh makhluk hidup, mengambil apa yang tidak diberikan, berzinah dan berbohong. Apakah empat dorongan yang mendasari perbuatan-perbuatan jahat yang tidak ia lakukan?

Perbuatan-perbuatan jahat yang dilakukan :

atas dorongan rasa senang sepihak (chanda gati),
atas dorongan kebencian (dosa gati),
atas dorongan ketidak-tahuan (moha gati), dan
atas dorongan rasa takut (bhaya gati).
Tetapi karena para siswa Ariya tidak terseret oleh keempat dorongan-dorongan tersebut, maka ia tidak melakukan perbuatan-perbuatan jahat.”

Kemudian Sang Buddha menerangkan lebih lanjut :
“Siapa pun yang karena rasa senang sepihak atau kebencian atau ketidak-tahuan atau ketakutan telah melanggar Dhamma, maka nama baik dan kemashyurannya akan menjadi pudar, bagaikan bulan yang susut pada masa bulan gelap.”

“Siapa pun yang karena rasa senang sepihak atau kebencian, atau ketidak-tahuan atau ketakutan tidak pernah melanggar Dhamma, maka nama baik dan kemashyurannya menjadi sempurna dan penuh, bagaikan bulan purnama pada masa bulan terang.”

“Dan apakah enam saluran yang memboroskan kekayaan itu?” Yaitu :

Gemar minum minuman yang memabukkan,
Berkeliaran di jalan pada saat yang tidak pantas,
Mengejar tempat-tempat hiburan,
Gemar berjudi,
Bergaul dengan teman-teman jahat,
Kebiasaan malas.
“O putera kepala keluarga, terdapat pula enam bahaya karena :

Gemar minum minuman yang memabukkan, yaitu :
Kerugian harta secara nyata,
Bertambahnya pertengkaran,
Tubuh mudah terserang penyakit,
Kehilangan sifat yang baik,
Terlihat tidak sopan,
Kecerdasan menjadi lemah.
Berkeliaran di jalan pada saat yang tidak pantas, terdapat enam bahayanya, yaitu:
Dirinya sendiri tidak terjaga dan tidak terlindung,
Anak isterinya tidak terjaga dan tidak terlindung,
Harta kekayaannya tidak terjaga dan tidak terlindung,
Ia dapat dituduh sebagai pelaku kejahatan-kejahatan yang belum terbukti,
Menjadi sasaran desas-desus palsu,
Ia akan menjumpai banyak kesulitan.
Mengejar tempat-tempat hiburan, bahaya-bahayanya adalah ia akan selalu berpikir :
Dimanakah ada tari-tarian,
Dimanakah ada nyanyi-nyanyian,
Dimanakah ada pertunjukan musik,
Dimanakah ada pembacaan deklamasi,
Dimanakah ada permainan tambur,
Dimanakah ada permainan genderang.
Gemar berjudi, bahaya-bahayanya adalah :
Bila menang, ia memperoleh kebencian,
Bila kalah, ia kehilangan harta kekayaannya,
Kerugian harta benda secara nyata,
Di pengadilan kata-katanya tidak berharga,
Ia dipandang rendah oleh sahabat-sahabat dan pejabat-pejabat pemerintah,
Ia tidak disukai oleh orang-orang yang akan mencari menantu, karena mereka akan berkata bahwa seorang penjudi tidak dapat memelihara seorang isteri.
Bergaul dengan teman-teman jahat, bahaya-bahayanya adalah ia menjadi teman dan sahabat dari :
Setiap penjudi,
Setiap orang yang gemar berfoya-foya,
Setiap pemabuk,
Setiap penipu,
Setiap orang yang kejam.
Kebiasaan menganggur (malas), bahaya-bahayanya adalah ia akan selalu berkata:
‘Terlalu dingin’ dan ia tidak bekerja,
‘Terlalu panas’ dan ia tidak bekerja,
‘Terlalu pagi’ dan ia tidak bekerja,
‘Terlalu siang’ dan ia tidak bekerja,
‘Aku terlalu lapar’ dan ia tidak bekerja,
‘Aku terlalu kenyang’ dan ia tidak bekerja.
Dengan demikian semua yang harus ia kerjakan tetap tidak dikerjakan, harta kekayaan baru tidak ia peroleh dan harta kekayaan yang sudah ia miliki menjadi habis.”

Sang Buddha kemudian menerangkan :
“O putera kepala keluarga, terdapat empat macam orang yang harus dianggap musuh yang berpura-pura menjadi sahabat, yaitu :

Orang yang tamak,
Orang yang banyak bicara tetapi tidak berbuat suatu apapun,
Penjilat,
Kawan pemboros.
Terdapat pula empat dasar yang menyebabkan orang yang seharusnya dianggap sebagai musuh yang berpura-pura menjadi sahabat, yaitu :

Orang yang tamak, mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
Ia tamak,
Ia memberi sedikit dan meminta banyak,
Ia melakukan kewajibannya karena takut,
Ia hanya ingat akan kepentingannya sendiri.
Orang yang banyak bicara, tetapi tidak berbuat sesuatu apapun, dengan ciri-ciri sebagai berikut :
Ia menyatakan persahabatan berkenaan dengan hal-hal yang lampau,
Ia menyatakan persahabatan berkenaan dengan hal-hal yang mendatang,
Ia berusaha untuk mendapatkan simpati dengan kata-kata kosong,
Bila ada kesempatan untuk membantu ia mengatakan tidak sanggup.
Penjilat mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
Ia menyetujui hal-hal yang salah,
Ia tidak menganjurkan hal-hal yang benar,
Ia akan memuji dirimu dihadapanmu,
Ia berbicara jelek tentang dirimu dihadapan orang-orang lain.
Kawan pemboros mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
Ia menjadi kawanmu apabila engkau gemar akan minum minuman keras,
Ia menjadi kawanmu apabila engkau sering berkeliaran di jalan pada waktu yang tidak pantas,
Ia menjadi kawanmu apabila engkau mengejar tempat-tempat hiburan dan pertunjukkan,
Ia menjadi kawanmu apabila engkau gemar berjudi.”
Sang Bhagava lalu mengucapkan syair berikut :
“Sahabat yang selalu mencari apa-apa untuk diambil, sahabat yang kata-katanya berlainan dengan perbuatannya, sahabat yang menjilat, lagi pula hanya berusaha membuat engkau senang, sahabat yang gembira dengan cara-cara jahat. Empat ini adalah musuh-musuh. Setelah menyadarinya demikian, biarlah orang bijaksana menghindari mereka dari jauh, seakan mereka jalan yang berbahaya dan menakutkan.”

“O putera kepala keluarga, terdapat empat macam sahabat yang harus dipandang berhati tulus (suhada), yaitu :

Sahabat penolong,
Sahabat pada waktu senang dan susah,
Sahabat yang memberi nasehat yang baik,
Sahabat yang bersimpati.
Atas empat dasar inilah sahabat penolong harus dipandang berhati tulus:

Sahabat penolong berhati tulus karena :
– Ia menjaga dirimu sewaktu engkau lengah,
– Ia menjaga milikmu sewaktu engkau lengah,
– Ia menjadi pelindung dirimu sewaktu engkau dalam ketakutan,
– Ia memberikan bantuan dua kali daripada apa yang engkau perlukan.
Sahabat pada waktu senang dan susah berhati tulus karena :
– Ia menceritakan rahasia-rahasia dirinya kepadamu,
– Ia menjaga rahasia dirimu,
– Ia tidak akan meninggalkan dirimu sewaktu engkau berada dalam kesulitan
– Ia bahkan bersedia mengorbankan hidupnya demi kepentinganmu.
Sahabat yang memberi nasehat yang baik, berhati tulus karena :
– Ia mencegah engkau berbuat jahat,
– Ia menganjurkan engkau untuk berbuat yang benar,
– Ia memberitahukan apa yang belum engkau pernah dengar,
– Ia menunjukkan engkau jalan ke surga.
Sahabat yang bersimpati, berhati tulus karena :
– Ia tidak bergembira atas kesengsaraanmu,
– Ia merasa senang atas kesejahteraanmu,
– Ia mencegah orang lain berbicara jelek tentang dirimu,
– Ia membenarkan orang lain yang memuji dirimu.
“O putera kepala keluarga, bagaimanakah caranya siswa Ariya melindungi enam arah itu?
Enam arah itu harus dipandang sebagai berikut :

Ibu dan ayah seperti arah Timur,
Para guru seperti arah Selatan,
Isteri dan anak-anak seperti arah Barat,
Sahabat-sahabat dan kawan-kawan seperti arah Utara,
Pelayan-pelayan dan karyawan-karyawan seperti arah bawah,
Guru-guru agama dan brahmana-brahmana seperti arah atas,
“AnakKu, Sigala, putera kepala keluarga, dengarkanlah baik-baik keterangan ini :

Ibu dan ayah seperti arah Timur.
Ada lima cara seorang anak harus memperlakukan orang tuanya seperti arah
Timur :
– Aku harus merawat mereka,
– Aku akan memikul beban kewajiban-kewajiban mereka,
– Aku akan mempertahankan keturunan dan tradisi keluarga,
– Aku akan menjadikan diriku pantas menerima warisan,
– Aku akan melakukan perbuatan-perbuatan baik dan upacara agama setelah mereka meninggal dunia
Dalam lima cara inilah, orang tua yang diperlakukan demikian oleh seorang anak seperti arah Timur, menunjukkan kecintaan mereka kepadanya dengan:
– Mencegah anaknya berbuat jahat,
– Mendorong mereka berbuat baik,
– Melatihnya dalam suatu profesi,
– Mencarikan pasangan (suami/isteri) yang pantas,
– Pada waktu yang tepat, mereka menyerahkan warisan kepada anaknya.

O putera kepala keluarga, dalam lima cara inilah seorang anak memperlakukan orang tuanya seperti arah Timur. Dalam lima cara inilah orang tua menunjukkan kecintaan mereka kepadanya. Demikianlah arah Timur ini dilindungi, diselamatkan dan diamankan olehnya.

Para guru seperti arah Selatan.
Ada lima cara siswa-siswa harus memperlakukan guru-guru mereka seperti arah Selatan :
– Dengan bangkit (dari tempat duduk untuk memberi hormat),
– Dengan melayani mereka,
– Dengan bersemangat untuk belajar,
– Dengan memberikan jasa-jasa kepada mereka,
– Dengan memberikan perhatian sewaktu menerima ajaran dari mereka.
Dalam lima cara inilah, guru-guru yang diperlakukan demikian oleh siswa-siswa mereka seperti arah Selatan, akan mencintai siswa-siswanya dengan:
– Melatihnya sedemikian rupa sehingga ia selalu baik,
– Membuatnya menguasai apa yang telah diajarkan,
– Mengajarnya secara menyeluruh dalam berbagai ilmu dan seni,
– Berbicara baik tentang dirinya di antara sahabat-sahabatnya dan kawan-kawannya,
– Menjaga keselamatannya di semua tempat.

O putera kepala keluarga, dengan lima cara inilah siswa-siswa memperlakukan guru-guru mereka seperti arah Selatan. Dalam lima cara inilah guru-buru mencintai siswa-siswa mereka. Demikianlah arah Selatan ini dilindungi, diselamatkan dan diamankan olehnya.

Isteri dan anak-anak seperti arah Barat.
Dengan lima cara seorang isteri harus diperlakukan oleh suaminya seperti arah Barat :
– Dengan menghormati,
– Dengan bersikap ramah-tamah,
– Dengan kesetiaan,
– Dengan menyerahkan kekuasaan rumah-tangga kepadanya,
– Dengan memberikan barang-barang perhiasan kepadanya.
Dengan enam cara inilah, seorang isteri yang diperlakukan demikian oleh suaminya seperti arah Barat dengan :
– Mencintainya,
– Menjalankan kewajiban-kewajibannya dengan baik,
– Bersikap ramah-tamah terhadap sanak-keluarga kedua belah pihak,
– Dengan kesetiaan,
– Dengan menjaga barang-barang yang diberikan suaminya,
– Pandai dan rajin dalam melaksanakan segala tanggung-jawabnya.

O putera kepala keluarga, dengan lima cara inilah seorang suami memperlakukan isterinya seperti arah Barat. Dalam enam cara inilah seorang isteri mencintai suaminya. Demikianlah arah Barat ini dilindungi, diselamatkan dan diamankan olehnya.

Sahabat-sahabat dan kawan-kawan seperti arah Utara.
Dengan lima cara seorang warga keluarga memperlakukan sahabat-sahabat dan kawan-kawannya seperti arah Utara dengan :
– Bermurah hati,
– Berlaku ramah,
– Memberikan bantuan,
– Memperlakukan mereka seperti ia memperlakukan dirinya sendiri,
– Berbuat sebaik ucapannya.
Dalam lima cara inilah, o putera kepala keluarga, sahabat-sahabat dan kawan-kawan yang diperlakukan demikian oleh seorang warga keluarga seperti arah Utara, mencintainya dengan :
– Mereka melindunginya sewaktu ia lengah,
– Mereka melindungi harta miliknya sewaktu ia lengah,
– Mereka menjadi pelindung sewaktu ia berada dalam bahaya,
– Mereka tidak akan meninggalkannya sewaktu ia sedang dalam kesulitan,
– Mereka menghormati keluarganya.

O putera kepala keluarga, dalam lima cara inilah seorang warga keluarga memperlakukan sahabat-sahabat dan kawan-kawannya seperti arah Utara. Dalam lima cara inilah sahabat-sahabat dan kawan-kawan mencintainya. Demikianlah arah Utara ini dilindungi, diselamatkan dan diamankan olehnya.

Pelayan-pelayan dan karyawan-karyawan seperti arah bawah.
Dalam lima cara seorang majikan memperlakukan pelayan-pelayan dan karyawan-karyawannya seperti arah bawah :
– Dengan memberikan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan mereka,
– Dengan memberikan mereka makanan dan upah,
– Dengan merawat mereka sewaktu mereka sakit,
– Dengan membagi barang-barang kebutuhan hidupnya,
– Dengan memberikan cuti pada waktu-waktu tertentu.
Dalam lima cara inilah, o putera kepala keluarga, pelayan-pelayan dan karyawan-karyawan yang diperlakukan demikian oleh majikan seperti arah bawah, akan mencintainya dengan cara :
– Mereka bangun lebih pagi daripadanya,
– Mereka merebahkan diri untuk beristirahat setelahnya,
– Mereka puas dengan apa yang diberikan kepada mereka,
– Mereka melakukan kewajiban-kewajiban mereka dengan baik,
– Dimanapun mereka berada mereka akan memuji majikannya, memuji keharuman namanya.

O putera kepala keluarga, dalam lima cara inilah seorang majikan memperlakukan pelayan-pelayan dan karyawan-karyawannya seperti arah bawah. Dalam lima cara inilah pelayan-pelayan dan karyawan-karyawan mencintainya.
Demikianlah arah bawah ini dilindungi, diselamatkan dan diamankan olehnya.

Guru-guru agama dan brahmana-brahmana seperti arah atas.
Dalam lima cara seorang warga keluarga harus memperlakukan para pertapa dan brahmana seperti arah atas :
– Dengan cinta kasih dalam perbuatan,
– Dengan cinta kasih dalam perkataan,
– Dengan cinta kasih dalam pikiran,
– Membuka pintu rumah bagi mereka (mempersilahkan mereka),
– Menunjang kebutuhan hidup mereka pada waktu-waktu tertentu.
Dalam enam cara inilah, o putera kepala keluarga, para pertapa dan brahmana yang diperlakukan demikian oleh seorang warga keluarga seperti arah atas, akan menunjukkan kecintaan mereka :
– Mereka mencegah ia berbuat jahat,
– Mereka menganjurkan ia barbuat baik,
– Mereka mencintainya dengan pikiran penuh kasih sayang,
– Mereka mengajarkan apa yang belum pernah ia dengar,
– Mereka membenarkan dan memurnikan apa yang pernah ia dengar,
– Mereka menunjukkan ia jalan ke surga.

O putera kepala keluarga, dalam lima cara inilah seorang warga keluarga memperlakukan para pertapa dan brahmana seperti arah atas. Dalam enam cara inilah para pertapa dan brahmana menunjukkan kecintaan mereka kepadanya.
Demikianlah arah atas ini dilindungi, diselamatkan dan diamankan olehnya.”

Setelah Beliau selesai berkata demikian, Sigala, putera kepala keluarga itu, berkata dengan amat gembira :
“Sungguh mengagumkan, Yang Mulia! Sungguh mengagumkan, Yang Mulia! Sama halnya seperti seseorang menegakkan kembali apa yang telah roboh, memperlihatkan apa yang tersembunyi, menunjukkkan jalan benar kepada yang tersesat, atau memberikan cahaya dalam kegelapan, agar mereka yang mempunyai mata dapat melihat benda-benda di sekitarnya. Demikian pula, dengan berbagai macam cara Dhamma telah dibabarkan oleh Sang Bhagava kepada saya. Dan sekarang, Yang Mulia, saya menyatakan berlindung kepada Buddha, Dhamma serta Sangha. Semoga Yang Mulia berkenan menerima saya sebagai seorang upasaka, yang sejak hari ini sampai selama-lamanya telah menyatakan berlindung kepada Buddha, Dhamma serta Sangha.”

6
Diskusi Umum / Re: Orang tua dan anak
« on: 03 November 2016, 10:53:46 AM »
Juragan spi,
    sepertinya anda tdk mengenal ajaran theravada dgn sigalavada sutta.

Singalovada sutta adalah kotbah sang Buddha yang mengajarkan hubungan timbal balik di dalam masyarakat.

Saya rasa ngak perlu smua bahasa di kaitkan dengan sutta dan kaku dalam penyampaian ke orang. Untuk saya pribadi, bahasa penghormatan ke enam penjuru dunia tidak perlu senantiasa disebutkan.

7
Diskusi Umum / Re: Orang tua dan anak
« on: 02 November 2016, 03:13:37 PM »
Juragan sapi,

Ingat sigalavada sutta. Penghormatan terbaik itu ke atas.merawat anak anak dan istri di rumah sesuai agama adalah sesuatu yg penting.beda atap bukan berarti dibuang keluar spt sampah.

ada yg salahkah dengan post saya?

semoga bukan beda keyakinan dan mencari debat disini

8
Diskusi Umum / Re: Kritik dan hubungan umat Buddha
« on: 30 October 2016, 10:39:55 PM »
bodoh, ingatannya kurang ataupun tidak bisa menghapal parita itu bukan sikap buruk. Memang ada beberapa orang yang terlahir dengan ingatan rendah, termasuk saya, sampai saat ini blom bisa hapal namaskara gattha, biasa-biasa sajalah, liat buku juga selesai masalah  :)) :)) . Barangkali perbuatan buruk masa lalu yang masak saat ini.

Anda yang jago dalam menghapal paritta, sutta, alquran ataupun injil, belom tentu bisa memahami kehidupan ini lebih baik dari saya koq. kekuranganku cuman gak bisa menghapal, tapi kehidupan saya baik-baik saja. tidak bisa menghapal bukan bearti tidak bisa memahami.

kalo mengkritik kekurangan ini yah konyol bangat, orang yang kritik tidak bisa menerima kekurangan orang lain, beda kasusnya dengan orang yang sengaja melakukan kesalahan, karena disana ada niat buruknya. Kritik yang kita lakukan itu bermanfaat untuk menjauhkan orang dari perbuatan jahat.

9
Diskusi Umum / Re: Kritik dan hubungan umat Buddha
« on: 30 October 2016, 10:12:29 PM »
Alo temen2,

Tentu dalam kehidupan beragama, apapun agama itu, maupun kehidupan sosial kita tidak terlepas menerima kritikan ataupun mengkritik orang lain. Namun di dalam Culapantaka sutta dikatakan bahwa seorang bhikkhu menjadi pelupa/ kurang cerdas/ bodoh karena di masa Buddha Kassapa dia mencela bhikkhu lain yang bodoh.

Dengan melihat sesuatu pun hati kita bisa timbul rasa ingin memuji atau tidak suka atau mencela, tidak selalu harus diungkapkan dari kata2 dalam bentuk kemarahan. Apakah benar kita tidak diperbolehkan memiliki hati demikian ataupun mengkritik anggota sangha sedikitpun karena nanti kita umat umat biasa bisa menjadi spt Culapantaka?

mungkin ada yang pendapat, jika bhikkhu melakukan kesalahan, maka sikap umat sebaiknya mendiami dia, tapi jika bhikkhunya makin jadi gimana?


tidak mengkritik  mereka yang tidak salah,
memuji baik  kepada mereka  yang berbuat baik
itu karma yang baik

mengkritik mereka yang salah, tidak termasuk menanam karma buruk, mengkritik sebatas cara yang benar dan tepat, itu baik bagi diri sendiri maupun si pelaku, mana tau dia akan berubah menjadi baik.

Bagi anggota Sangha yang melakukan hal yang tidak terpuji, bahkan melanggar sila yang berat. jika kita ikut mendiami/menyembunyikan, bearti mendukung  kesalahan dia, karma buruk turut mengikuti anda.





10
Diskusi Umum / Re: Orang tua dan anak
« on: 30 October 2016, 09:50:45 PM »
Singkatnya, jadi jawabannya tidak tinggal seatap dengan orang tua = menelantarkan orang tua?

Gak bisa dibilangkan menelantarkan ortu kalo tidak seatap, harus melihat kasusnya gimana.

kalo kedua orang tuanya dah tua dan dan lemah,
anaknya tidak tinggal seatap, dan tidak pernah tau kabar ortunya, bisa dibilang menelantarkan orang tua.

kalo kedua orang tuanya masih sehat dan kuat,
anaknya tidak tinggal seatap, mungkin karena faktor kerja ataupun ada kehidupan barunya,  tapi rutin mendatangi rumah ortu, selalu telponan ortu  menanya kabar,  tentu tidak bisa dibilang menelantarkan orang tua.

11
Diskusi Umum / Re: Paritta di lantai
« on: 30 October 2016, 09:39:29 PM »

Kenapa sutta ditekankan agar pegang ditangan, karena sutta sebagai media spritual kita, agar pikiran kita tetap terjaga positif, alangkah baiknya pegang ditangan, dan dikondisikan saat baca sutta dalam kondisisutta tetap ditangan gak di lantai.



Buku, sutta, sutra, kertas mantra bukan media spiritual untuk menjaga pikiran agar baik. Sudah berkali kali membaca pun , pikiran yg tdk terlatih tetap menghayal kesana kemari.
Usaha untuk samadhi yg benar lah yg membuat pikiran menjadi terarah dan tidak kesana kemari.
Tidak benar anda memegang buku sutta, membaca,kmd timbul keyakinan sim salabim , abrakadavra pikiran menjadi baik seketika.

disini saya juga tidak ingin berdebat,

peletakan sutta tidak pada tempatnya biasanya akan mengganggu bagi mereka yang pikirannya belum terlatih, karena mereka akan melihatnya hal yang tidak pantas terjadi, pikirannya akan terganggu.

Bagi mereka yang pikirannya terlatih tetapi belum mantap dalam pengelolaan konsentrasi, jika melihat hal2 yang tidak pada tempatnya atau ada gangguan kejadian yang lain, konsentrasi juga akan terganggu.


12
Diskusi Umum / Re: Paritta di lantai
« on: 28 October 2016, 03:10:52 PM »
Boleh atau tidak boleh meletakkan paritta/sutta dilantai terletak pada niatnya.

Kenapa sutta ditekankan agar pegang ditangan, karena sutta sebagai media spritual kita, agar pikiran kita tetap terjaga positif, alangkah baiknya pegang ditangan, dan dikondisikan saat baca sutta dalam kondisisutta tetap ditangan gak di lantai.

Kenapa buku paritta kadang umat terletak dilantai? apakah salah? kebaktian therawada selalu posisi duduk, kadang letak di lantai itu gak terelakkan, semasih pikiran nya bukan berniat negatif, hal ini ngak bisa dibilang salah. Sebagai umat buddha yang baik, kita posisikan buku paritta sepantasnya, lakukan yang wajar dan sederhana saja cukup.

Apakah buku paritta tidak boleh bawa ke wc, karena wc itu kotor??? siapa bilang wc itu kotor, wc itu sebenarnya bersih, yang mengotori itu siapa?

Jadi si kotor bolehkah pegang buku paritta?

catatan: aku NGAK MENGAJAK anda bawa buku parita ke wc ya!!!!!




13
Diskusi Umum / Re: Tanya Meditasi membuka mata ketiga (Ajna)
« on: 01 April 2016, 11:02:29 PM »
bg yh tdk suka samadi, sibuk selalu

jika 5sila ada, mantra akan memberikan kebaikan
kpd keluarga, jika tidak, berlaku sebaliknya.
apanya yg aneh.
masih meremehkan sila

Apakah hexa3 datang dari agama sebelah  yg kalah argumen dan oot di forum ini?

14
Theravada / Re: betulkah karma bisa diturunkan?
« on: 01 April 2016, 10:57:12 PM »
yg tdk kena
   anggota keluarga yg menikah dgn pria keluarga lain.
    anggota keluaga yg pabajja resmi, bukan sementara

Yg akal akalan, anak diserahkan saudara yg lain, berdana,
kmd nama diganti, jika dewasa anak ingat dgn orang tua yg pertama, timbul kasih sayang, itu juga kena.



 
   

Apakah hexa3 dari agama sebelah yg kalah argumentasi dan datang komentar oot di forum sini?

15
Buddhisme untuk Pemula / Re: Keinginan untuk melenyapkan penderitaan
« on: 01 April 2016, 09:28:55 PM »
jadi saya harus bagaimana ?
saya tidak tahu bagaimana mengendalikan emosi dan perasaan saya dalam menghadapi permasalahan ini, apakah mungkin saya yang terlalu berlebihan atau memang saya yng tdk memiliki kemampuan...saya hanya berusaha agar dapat melewati masalah ini dan secepat mungkin masalah ini selesai dengan baik dan lancar tanpa harus menyakiti siapapun.

Jika rekan-rekan tidak keberatan, mohon doa dan bimbingannya agar saya mampu dan melewati semua ini dengan baik dan lancar.

Terima kasih banyak.

Latihan link yang saya kasi itu sudah cukup untuk praktek, minimal latihan 1/2 jam sekali meditasi. sehari 2x, pagi dan malam.

Kerjakan pekerjaan yang sesuai kemampuanmu saja. Semua hal yang terjadi pasti akan berlalu. Do'a tidak bisa menyelesaikan masalah, tapi bisa membuat kita lebih tenang menghadapi masalah. Jika perusahaannya mempunyai masalah yang begitu komplit, coba resign. Tentu saja keluar dengan cara terhormat.

Sejak kita dilahirkan, kita sudah diberi 8 kondisi kehidupan, apa delapan kondisi itu:
-Untung
-Rugi
-Termasyur
-Terpojok
-Dipuji
-Dihina
-Suka
-Duka

Pages: [1] 2