//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: ārya-saṃdhinirmocana-nāma-mahāyāna-sūtra [ Derge [ Toh. No.] 0107 ]  (Read 28742 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline karma jigme

  • Teman
  • **
  • Posts: 53
  • Reputasi: 1
  • Semoga semua mahluk berbahagia
PARIVARTA KE SEMBILAN
Avalokiteśvara

Kemudian Bodhisattva Avalokiteśvara bertanya kepada  Bhagavan:

Bhagavan, anda telah menguraikan sepuluh tahapan (daśabhūmi)  Bodhisattva  yang terdiri dari   tahapan penuh dengan sukacita (pramuditābhūmi ) ,  tahapan tidak ternoda  (vimalābhūmi) , tahapan ekspansi cahaya ( prabhākarībhūmi)  , tahapan kebijaksaaan yang berkobar (arciṣmatībhūmi),  tahapan sulit untuk  ditaklukkan (sudurjayābhūmi)  , tahapan menghadap ke tujuan (abhimukhībhūmi)  , tahapan pergi jauh ( dūraṃgamābhūmi), tahapan tidak tergoyahkan (acalābhūmi) , tahapan ketajaman kebijaksanaan  (sādhumatībhūmi) ,  tahapan awan realitas (dharmameghābhūmi ) dan tahapan Buddha  ( buddhabhūmi ) yang merupakan tahapan kesebelas ( ca ikādaśama iti)

Bhagavan, anda  menguraikan bahwa dalam  sepuluh  tahapan (daśabhūmi)   ini  ada  pemurnian  ( viśuddhi)   dan aspek (anga)   yang harus diakumulasi  (saṃgṛhīta).  Ada berapa pemurnian  (viśuddhi )   dan aspek (aṇga )  dan apa saja  yang harus diakumulasi ( saṃgṛhīta )  dalam semua tahapan ini?

Avalokiteśvara, dalam  sepuluh  tahapan (daśabhūmi)   ada empat pemurnian dan sebelas aspek   (ekādaśāṇga )yang harus diakumulasi.

Empat pemurnian  yang harus diakumulasi  dalam  sepuluh tahapan ini terdiri dari : pemurnian aspirasi  (āśayaviśuddhi)  diakumulasi  (saṃgṛhīta )     mulai dari  tahapan pertama  , pemurnian pelatihan mulia   (adhiśīlaviśuddhi) diakumulasi (saṃgṛhīta)    mulai dari  tahapan  tahapan kedua  , pemurnian kesadaran mulia   ( adhicittaviśuddhi) diakumulasi (saṃgṛhīta )  mulai dari  tahapan ke tiga  , dan , pemurnian kebijaksanaan mulia  (adhiprajñāviśuddhi) diakumulasi  (saṃgṛhīta )     mulai dari  tahapan  keempat secara berkesimambungan dan progresif [dalam setiap tahapan berikutnya] (uttarottaraprāṇītataratayā)  , difasihkan (upādāya)  dan diakumulasi  dalam pengetahuan (saṃgṛaho  veditavyaḥ) sebanyak mungkin  (yāvad) hingga tahapan Buddha   ( buddhabhūmi ) 

Avalokiteśvara, dalam tahapan  kontempelasi menuju pembebasan yang tidak akan mundur(adhimukticaryā bhūmi)   bodhisattva  melangkah maju  (suparibhavita)   melalui  kontempelasi menuju pembebasan yang tidak akan mundur (adhimukti)   dengan  kesabaran  (kṣānti)  hingga  melampaui  (atikramya) ,  melampaui dengan sempuna (samatikrāmati) semua tahapan (bhūmi)  dalam kontemplasi bodhisattva (boddhisattvacaryā) yang dimulai dengan kontemplasi yang  bersandar pada  sepuluh  doktrin  (daśasu dharmacariteṣu)  setelah melampaui (atikramya) tahapan ini maka bodhisattva memasuki kepastian  dalam jalan bodhisattva  (bodhisattvasamyaktvanyāma) , melangkah menuju jalan pengamatan mendalam (darśanamārgopādāt) dan   memasuki tahapan pertama  (prathamāṃ bhūmi praviṣṭo bhavati).

Setelah mampu menyempurnakan  aspek [pertama] ini  (sa tenāṃgena paripūrṇo bhavati) , Bodhisattva masih belum mampu  (na tu śaknoti)    memahami dan mencapai  kontemplasi     (saṃprajānacārī bhavatim) karena adanya kekeliruan  halus  dalam  moralitas  ( sūkṣmāpattikhalistasamudācāreṣu )   sehingga belum mampu menyempurnakan aspek     [ kedua]  ini (sa tenāṃgena aparipūrṇo bhavati) maka mereka akan mengkontemplasi aspek ini dengan tekun hingga mereka dapat mencapainya  (sa tasyāṃgasya paripūraye vyāyacchate, tac cādhigacchati)

Setelah  mampu menyempurnakan  aspek [ kedua] ini  (sa tenāṃgena paripūrṇo bhavati), Bodhisattva masih belum mampu (na tu śaknoti)   menyempurnakan  samādhi keduniawian  (laukikaṃ samādhiṃ  paripūrṇaṃ)  dan belum mampu mengakumulasi  doktrin yang telah didengar  (śrutadharānīm pratilabdhuṃ) sehingga belum mampu menyempurnakan aspek [ketiga]  ini (sa tenāṃgena aparipūrṇo bhavati) maka mereka akan mengkontemplasi aspek ini dengan tekun hingga mereka dapat mencapainya  (sa tasyāṃgasya paripūraye vyāyacchate, tac cādhigacchati)

Setelah  mampu menyempurnakan  aspek [ ketiga] ini  (sa tenāṃgena paripūrṇo bhavati), Bodhisattva masih belum mampu (na tu śaknoti)    berdiam secara berkesinambungan  dalam  berbagai  kualitas  berdasarkan faktor menuju penggugahan  (yathāpratilabdhair bodhipakṣya dharmais tadbahulaviharatī bhāvayituṃ ),   dan tidak mampu mengalihkan kesadaran dalam equanimitas (cittam adhyupekṣituṃ) karena ketertarikan berlebihan pada  kefasihan dalam meditatif dan doktrin (samāpattidharmatṛṣṇāyāś) sehingga belum mampu menyempurnakan aspek   [keempat]  ini (sa tenāṃgena aparipūrṇo bhavati) maka mereka akan mengkontemplasi aspek ini dengan tekun hingga mereka dapat mencapainya  (sa tasyāṃgasya paripūraye vyāyacchate, tac cādhigacchati)

Setelah  mampu menyempurnakan  aspek [keempat] ini  (sa tenāṃgena paripūrṇo bhavati), Bodhisattva masih belum mampu (na tu śaknoti) mengamati dan mengkontemplasi dengan seksama  kebenaran  [mulia]   (satyani vyavacarana)   dan belum mampu mengorientasikan kesadaran [eling] dengan tajam dalam equanimitas karena aspirasi ekstrim terhadap  siklus eksistensi dan aspirasi ekstrim terhadap  melampaui ketidak puasan  (saṃsāranirvāṇaikāntavaimukhyābhimukya manasikāram adhyupekṣya ) dan tidak mampu mengkontemplasi dengan kualitas yang berdasarkan  metoda dari   faktor menuju penggugahan (upāyapārigṛhītan bodhipakṣyaṇ dharmaṃ bhāvayituṃ) sehingga belum mampu menyempurnakan aspek [ kelima]  ini (sa tenāṃgena aparipūrṇo bhavati) maka mereka akan mengkontemplasi aspek ini dengan tekun hingga mereka dapat mencapainya  (sa tasyāṃgasya paripūraye vyāyacchate, tac cādhigacchati)

Setelah  mampu menyempurnakan  aspek [kelima] ini  (sa tenāṃgena paripūrṇo bhavati), Bodhisattva masih belum mampu (na tu śaknoti)   berdiam dengan kesadaran [eling] yang tajam  dalam kondisi ketidak hadiran  dari nimitta  karena sering terstimulasi oleh  siklus kemunculan dan penghentian [ transformasi] jejak mental yang halus dari tindakan lampau   dan tidak mampu mengamati sebagaimana adanya siklus kemunculan dan penghentian [ transformasi] jejak mental yang halus dari tindakan lampau  (saṃskārapravṛttiṃ yathāvatpratyaksikrtya tannirvidbahulatayā animitta manasikārena bahulaṃ viharatuṃ) sehingga belum mampu menyempurnakan aspek [ keenam]  ini (sa tenāṃgena aparipūrṇo bhavati) maka mereka akan mengkontemplasi aspek ini dengan tekun hingga mereka dapat mencapainya  (sa tasyāṃgasya paripūraye vyāyacchate, tac cādhigacchati)

Setelah  mampu menyempurnakan  aspek [keenam] ini  (sa tenāṃgena paripūrṇo bhavati), Bodhisattva masih belum mampu (na tu śaknoti)  berdiam dengan kesadaran [ eling] yang tajam dalam kondisi  kondisi ketidak hadiran  dari nimitta tanpa jeda dan tanpa cacat [tanpa  ketidaksempurnaan]  (niśchidraniramtaraṃ animittamanasikārer ṇa bahulaṃ vihartuṃ) sehingga belum mampu menyempurnakan aspek [ ketujuh]  ini (sa tenāṃgena aparipūrṇo bhavati) maka mereka akan mengkontemplasi aspek ini dengan tekun hingga mereka dapat mencapainya  (sa tasyāṃgasya paripūraye vyāyacchate, tac cādhigacchati)

Setelah  mampu menyempurnakan  aspek [ketujuh] ini  (sa tenāṃgena paripūrṇo bhavati), Bodhisattva masih belum mampu (na tu śaknoti)  berdiam dalam kondisi ketidak hadiran  dari nimitta dengan equanimitas dan suka cita mendalam  dan masih belum mampu menguasai dengan sempurna nimitta  yang akan menuntun ke pencapaian (tasmin animittavihāre ābhogam addhyupekṣituṃ nimittavaśitāṃ canupraptuṃ) sehingga belum mampu menyempurnakan aspek [ kedelapan]  ini (sa tenāṃgena aparipūrṇo bhavati) maka mereka akan mengkontemplasi aspek ini dengan tekun hingga mereka dapat mencapainya  (sa tasyāṃgasya paripūraye vyāyacchate, tac cādhigacchati)

Setelah  mampu menyempurnakan  aspek [kedelapan] ini  (sa tenāṃgena paripūrṇo bhavati), Bodhisattva masih belum mampu (na tu śaknoti) menguasai dengan sempurna   penguraian  doktrin dengan berbagai penjelasan  baik dengan perbedaan ,  intepretasi, karakteristik dan alternatif. (paryāyalakṣaṇanirvacanarprabhedasarva.prakaradharmadeśanāyā vaśitāṃ pratilabdhuṃ) sehingga belum mampu menyempurnakan aspek [ kesembilan]  ini (sa tenāṃgena aparipūrṇo bhavati) maka mereka akan mengkontemplasi aspek ini dengan tekun hingga mereka dapat mencapainya  (sa tasyāṃgasya paripūraye vyāyacchate, tac cādhigacchati)

Setelah  mampu menyempurnakan  aspek [kesembilan] ini  (sa tenāṃgena paripūrṇo bhavati), Bodhisattva masih belum mampu (na tu śaknoti) kefasihan dalam penguasaan analitikal terhadap pencapaian dari ranah realitas (paripūranaṃ  dharmakāyam  pratisaṃvedayituṃ) sehingga belum mampu menyempurnakan aspek [ kesepuluh]  ini (sa tenāṃgena aparipūrṇo bhavati) maka mereka akan mengkontemplasi aspek ini dengan tekun hingga mereka dapat mencapainya  (sa tasyāṃgasya paripūraye vyāyacchate, tac cādhigacchati)

Setelah  mampu menyempurnakan  aspek [kesepuluh] ini  (sa tenāṃgena paripūrṇo bhavati), Bodhisattva masih belum mampu (na tu śaknoti) masih belum mampu mencapai  pengetahuan dan pengamatan mendalam  yang tidak  dimunculkan dan tanpa halangan terhadap semua yang diketahui (sarvasmin jñeye asaṃgāpratihataṃ jñāna darśanaṃ pratilabdhuṃ) maka mereka akan mengkontemplasi aspek [kesebelas] ini dengan tekun hingga mereka dapat mencapainya  (sa tasyāṃgasya paripūraye vyāyacchate, tac cādhigacchati).  Karena mereka telah menyempurnakan aspek[kesebelas] ini maka semua aspek telah tercapai dengan sempurna (sa tasyāṃgasya paripūrṇatvat  sarvāṃgaparipūrṇa sarvaāṃga paripūrṇo bhavati).

Avalokiteśvara, demikianlah sebelas aspek  yang harus diakumulasi dalam pengetahuan

Bhagavan, mengapa tahapan pertama dinamakan sebagai  tahapan penuh dengan sukacita (pramuditābhūmi )  dan mengapa setiap tahapan selanjutnya hingga ke tahapan Buddha demikian  ?

Avalokiteśvara, tahapan pertama dinamakan sebagai tahapan penuh dengan sukacita (pramuditābhūmi)  karena mencapai    objek agung [dalam dhyana]  dari    kesadaran yang melampaui keduniawian (lokuttaracitta) sehingga mengalami kegiuran dan suka cita secara fisik. (mahārtānucitalokottaracittalābhodāraprītiprāmodyatām upādāya prathamā bhūmi pramuditety ucyate)

Tahapan  kedua dinamakan sebagai tahapan tidak ternoda  (vimalābhūmi) ,  karena    telah menghentikan semua  kekeliruan halus  yang berkaitan dengan moralitas (sūkṣmāpatti) bersama dengan  kecenderungan kekeliruan dari mental yang tidak beraturan (dauṣthulya)  dan menjadi tidak ternoda  (amalā) (sarvasūkṣmāpattidauṣthulyāmalavigatām upādāya dvītiyā vimalety ucyate)

Tahapan  ketiga dinamakan sebagai tahapan ekspansi cahaya ( prabhākarībhūmi)    karena  pencapaian akumulasi  doktrin yang telah didengar  (śrutadharānī)   dan  samādhi  dimana [kedua aspek ini]   merupakan landasan dalam memanifestasikan pengetahuan mendalam yang tidak terukur (apramāṇajñānāvabhāsena) (apramāṇajñānāvabhāsena sanniśrayatām upādāya tasya samādhes tasyāś ca śrutadhāraṇyās tṛitīyā bhumiḥ prabhākarīty ucyate)

Tahapan  keempat dinamakan sebagai  tahapan kebijaksaaan yang berkobar (arciṣmatībhūmi ),  karena  dalam  pencapaian tahapan ini,   dia  telah berdiam secara berkesinambungan  dalam kualitas berdasarkan faktor menuju penggugahan  (bodhipakṣyadharma) dengan kualitas pengetahuan (jñānavahner ) seperti  kobaran api realitas (arciṣbhūtatvād) yang    membakar semua  kondisi mental yang tidak berguna ( kleśakāṣṭhapradahanāt ) 
(kleśadahanaya jñānavgnyarcir bhūtatvāt tasya bodhipakṣyadharmabhāvanāyaś caturthi bhumir arcismatity ucyate)

Tahapan  kelima dinamakan sebagai  tahapan sulit untuk  ditaklukkan ( sudurjayābhūmi) karena dalam pencapaian tahapan ini , dia telah  berdiam secara berkesinambungan  dalam kualitas berdasarkan  metoda kontempelasi  (upāyabhāvanā ) dari faktor menuju penggugahan  (bodhipakṣyadharma)yang merupakan penaklukan dari sesuatu yang  sangat sulit diatasi (durvaśīkaraṇāt ).

Tahapan  keenam  dinamakan sebagai tahapan mengarah  maju   (abhimukhībhūmi)  karena dalam tahapan ini , seseorang  mengarah maju  ke semua ajaran dari Buddha    , baik mengarah maju menghadapi jejak mental halus [ faktor pengkondisian] (saṃskārapravṛtter ābhimukhyāt) maupun mengarah lebih maju  dengan  kesadaran { eling } mental  dalam kondisi ketidakhadiran nimitta  (nirnimittabhūyomanasikārasya ābhimukhyāt ) 
 
Tahapan  ketujuh  dinamakan sebagai tahapan pergi jauh ( dūraṃgamābhūmi)  karena  dalam pencapaian tahapan ini , seseorang  akan mampu  berdiam  dalam kesadaran [eling ] mental dalam kondisi  ketidak hadirin dari  nimitta  (nirnimitta manasikāra )  secara  berkesinambungan  { tanpa waktu jeda }  (ānantara)  ,tanpa gangguan  (samittam)   dalam waktu yang lama (duram) yang berproses bersama dengan (anupraveśāt) dan  berkesimambungan  menuju ke tahapan  yang   lebih  sempurna dalam kemurniannya  (viśuddhabhūmyanuparivratanāt. )

Tahapan  kedelapan dinamakan sebagai tahapan tidak tergoyahkan (  acalābhūmi ) karena  dalam pencapaian tahapan ini , seseorang  secara  spontan mencapai  ketidak hadiran dari  nimitta ( nirnimittānābhogena) dan tidak akan terpengaruh   ( cāvicalanāt ) oleh   penyebab dari kemunculan  kondisi mental  yang tidak berguna  yang terefleksi  dalam nimitta  ( nimittakleśamudayena)

Tahapan  kesembilan dinamakan sebagai tahapan ketajaman kebijaksanaan  (sādhumatībhūmi ) karena dalam pencapaian tahapan ini  ,seseorang mencapai  kebijaksanaan yang ekspansif dan luput dari semua kesalahan     (anavadyasuviśālamatiprāpteh) melalui kefasihan  dalam penguasaan sempurna  atas semua  uraian doktrin  dengan berbagai metoda  (sarvākāradharmadeśanāvaśitāyām  )

Tahapan  kesepuluh  dinamakan sebagai  tahapan awan realitas ( dharmameghābhūmi) karena  dalma pencapaian ini , seseorang seperti awan besar yang mampu menutupi angkasa ,   dimana  realitas dari dharmakāya telah meliputi dan menyelimuti  kelompok dari  kecenderungan dalam kondisi yang  negatif  ( dausthulyakaya)

Tahapan  kesebelas dinamakan sebagai tahapan Buddha     ( buddhabhūmi ) karena dalam pencapaian tahapan ini , seseorang telah terbebaskan  dengan sempurna  dari semua  halangan  pada kondisi mental yang tidak berguna     yang paling halus   dan terbebaskan dari halangan  pada “ yang  diketahui  “ { semua objek  mental }
(atisuksmaklesajneyavarana)   , tanpa halangan  (asangam) ataupun  tanpa kemelekatan   (apratigham ) dalam mencapai kesempurnaan  penggugahan  semua aspek pengetahuan (sarvakare jneye bhisamdhuddatvat) “

 
Jangan bersandar pada individual , bersandarlah pada Dharma
Jangan bersandar pada kata -kata , bersandarlah pada makna

Offline karma jigme

  • Teman
  • **
  • Posts: 53
  • Reputasi: 1
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Bhagavan,  ada berapa   delusi (saṃmoha) dan berapa  kekeliruan mental  yang tidak beraturan (dauṣṭhulya) sebagai  penghalang (vipakṣa) yang harus diatasi  dalam  sepuluh tahapan (daśabhūmi )  ?

Avalokiteśvara  ,  dalam sepuluh tahapan ( daśabhūmi )  , penghalang (vipakṣa) terdiri dari dua puluh dua  (dvaviṃśatir) delusi (saṃmoha) dan  sebelas (ekadaśa) kecenderungan kekeliruan mental  yang tidak beraturan (dauṣṭhulya)
Dalam tahapan pertama  , ada dua delusi  yakni  delusi  dari kondisi mental yang tidak berguna yang berkaitan dengan naluri untuk  bertahan hidup dengan mencengkram diri ataupun fenomena   (pudgaladharmābhiniveśasaṃmoha)  dan delusi  dari   kondisi mental yang  tidak berguna  dimana akan mentransformasikan  mental ke kondisi yang lebih buruk   (apāyikasaṃkleśasaṃmoha ) . [Kedua delusi ini]  bersama dengan dengan kecenderungan kekeliruan mental  yang tidak beraturan [yang timbul dari kedua delusi ini ]  adalah penghalang yang harus diatasi  [dalam tahapan pertama ini]

Dalam tahapan kedua ,  ada dua delusi yakni   delusi  dari kekeliruan halus  yang berkaitan dengan moralitas (sūkśmāpattiskhalitasaṃmoha) dan delusi  dari kecenderungan kekeliruan dan    tindakan  yang dilakukan (citrākārakarmagatisaṃmoha). [Kedua delusi ini]  bersama dengan kecenderungan kekeliruan mental  yang tidak beraturan [ yang timbul dari kedua delusi ini ]  adalah penghalang yang harus diatasi [dalam tahapan kedua  ini]
Dalam tahapan ketiga , ada dua delusi yakni  delusi  dari keinginan indriya  (kāmarāgasaṃmoha)   dan delusi  dari  kepuasan dalam mengakumulasi  doktrin yang telah didengar  (pratipurnaśrutadharānīsaṃmoha) . [Kedua delusi ini]  bersama dengan kecenderungan kekeliruan mental  yang tidak beraturan [yang timbul dari kedua delusi ini ]  adalah penghalang yang harus diatasi  [dalam tahapan ketiga ini]

Dalam tahapan keempat  , ada dua delusi yakni  delusi dari  ketertarikan yang berlebihan terhadap  pencapaian  meditatif  (samāpattitṛṣṇasaṃmohah) dan  delusi dari ketertarikan yang berlebihan terhadap doktrin  (dharmatṛṣṇasaṃmoha). [Kedua delusi ini]  bersama dengan kecenderungan kekeliruan mental  yang tidak beraturan [yang timbul dari kedua delusi ini ]  adalah penghalang yang harus diatasi  [dalam tahapan keempat ini]

Dalam tahapan kelima   , ada dua delusi yakni delusi dari orientasi kesadaran [ eling ] yang tajam  dengan aspirasi ekstrim  untuk meninggalkan siklus eksistensi   (saṃsāraikāntavimukhātabhimukhataamanaskārasaṃmoha) dan orientasi kesadaran [eling] yang tajam dengan aspirasi ekstrim mengarah pada melampaui ketidakpuasan                                                   (nirvāṇaikāntavimukhātabhimukhataamanaskārasaṃmoha) [Kedua delusi ini]  bersama dengan kecenderungan kekeliruan mental  yang tidak beraturan [yang timbul dari kedua delusi ini ]  adalah penghalang yang harus diatasi  [dalam tahapan kelima ini]

Dalam tahapan keenam   , ada dua delusi yakni, delusi dari pengamatan  siklus kemunculan dan penghentian [transformasi] jejak mental halus [faktor pengkondisian]   (saṃskāranupravṛttipratyaksasaṃmoha) dan delusi  dari aktivitas  persepsi yang beruntun dari kemunculan  beragam nimitta (nimittabahulasamudacarasaṃmoha) [Kedua delusi ini]  bersama dengan kecenderungan kekeliruan mental  yang tidak beraturan [yang timbul dari kedua delusi ini ]  adalah penghalang yang harus diatasi  [dalam tahapan enam ini]

Dalam tahapan ketujuh    , ada dua delusi yakni   delusi dari aktivitas  yang beruntun dari nimitta halus (sūkṣmanimittasamudacarasaṃmoha) dan delusi dari orientasi kesadaran  [eling] yang tajam  dengan maksud untuk berdiam dalam ketidakhadiran dari  nimitta  (ekamtānimittamanasikāropāyasaṃmoha) .[Kedua delusi ini]  bersama dengan kecenderungan kekeliruan mental  yang tidak beraturan [yang timbul dari kedua delusi ini ]  adalah penghalang yang harus diatasi  [dalam tahapan ketujuh ini]

Dalam tahapan kedelapan ,  ada dua delusi yakni  delusi  dari kespontanan  dalam kondisi ketidakhadiran nimitta  (animittābhogasaṃmoha) , dan  delusi dari nimitta dan  penguasaan nimitta (nimitteṣu ca vaśita saṃmoha) .[Kedua delusi ini]  bersama dengan kecenderungan kekeliruan mental  yang tidak beraturan [yang timbul dari kedua delusi ini]  adalah penghalang yang harus diatasi  [dalam tahapan kedelapan ini]

Dalam tahapan kesembilan   , ada dua delusi yakni     delusi dari penguasaan dalam  mengakumulasi  doktrin yang telah didengar  dalam  berbagai literatur doktrin dan kebijaksanaan yang berkesinambungan  dan berurutan dari interpretasi  fenomena susunan kata dan fonem  (aparimāṇa dharmadeśanāyāṃ aparimāṇe dharmapadavyaṃjane uttarottare  ca prajñāpratibhāne dharanivaśita saṃmoha) dan delusi dari  penguasaan yang berkaitan dengan intepretasi (pratibhāna vaśita saṃmoha) [Kedua delusi ini]  bersama dengan kecenderungan kekeliruan mental  yang tidak beraturan [yang timbul dari kedua delusi ini ]  adalah penghalang yang harus diatasi  [dalam tahapan kesembilan  ini]

Dalam tahapan kesepuluh   , ada dua delusi yakni     delusi dari kekuatan [ spiritual] transendental (mahābhijñāsaṃmoha) dan delusi dalam  memasuki rahasia halus [dari Buddha] (sūkṣmaguhyānupraveśasaṃmoha) Kedua delusi ini]  bersama dengan kecenderungan kekeliruan mental  yang tidak beraturan [yang timbul dari kedua delusi ini ]  adalah penghalang yang harus diatasi  [dalam tahapan kesepuluh ini]

Dalam tahapan kesebelas [ Buddha]   , ada dua delusi yakni   delusi dari kemelekatan halus terhadap semua aspek yang diketahui (sarvasmin jñāye susūkṣmasaktisaṃmoha) dan delusi dari mempertahankan [semua aspek yang diketahui]  (pratighātasaṃmoha) Kedua delusi ini]  bersama dengan kecenderungan kekeliruan mental  yang tidak beraturan [yang timbul dari kedua delusi ini ]  adalah penghalang yang harus diatasi  [dalam tahapan kesebelas ini]

Avalokiteśvara,  demikianlah   dua puluh dua delusi (dvāviṃsadbhiḥ saṃmohaiḥ). dan sebelas kecenderungan kekeliruan mental yang tidak beraturan   (ekādaśabhiś ca dauṣṭhulyair)  dalam landasan dari  tahapan   (bhūminaṃ  vyavasthānaṃ)  yang harus dilampaui (samtikramya) oleh   bodhisattva   untuk mencapai  penggugahan sempurna  yang tertinggi (anuttarāṃ saṃyaksaṃbodhi) dan mencapai  kesempurnaan dari  yang telah tercerahkan (abhisaṃbudhyaṃte).

Bodhisattva Avalokiteśvara  menyapa Bhagavan dan berkata : sungguh menakjubkan (āscaryā) ,  Bhagavan , penggugahan sempurna  yang tertinggi (anuttarā saṃyaksaṃbodhi )  memberikan hasil  yang mulia  (mahāphalā) dan manfaat  yang mulia (mahānuśaṃsā) dimana para Bodhisattva menjadi  mampu untuk merobek  jala dari berbagai delusi (mahāsaṃmohajālaṃ)  dan mampu  melampaui  (samatikramya)   kecenderungan  kekeliruan dari mental tidak beraturan  yang sangat  sulit  untuk ditembus  (dauṣṭhulyagahanaṃ) hingga  mencapai  penggugahan sempurna  yang tertinggi (anuttarāṃ saṃyaksaṃbodhi) dan mencapai  kesempurnaan dari  yang telah tercerahkan (abhisaṃbudhyaṃte)
Jangan bersandar pada individual , bersandarlah pada Dharma
Jangan bersandar pada kata -kata , bersandarlah pada makna

Offline karma jigme

  • Teman
  • **
  • Posts: 53
  • Reputasi: 1
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Bhagavan , dalam pencapaian ini ada berapa pemurnian ( viśuddhi)  ?

Bhagavan menjawab pertanyaan dari Bodhisattva Avalokiteśvara  dan berkata :

Avalokiteśvara ,  semuanya terdiri dari delapan kemurnian yakni :

1.   kemurnian  dalam  aspirasi terunggul  (adhyāśayaviśuddhi)

2.   kemurnian   dalam kesadaran  (cittaviśuddhi) 

3.   kemurnian  dalam  welas kasih  (karunāviśuddhi)

4.    kemurnian  dalam melatih  kesempurnaan melampaui ( pāramitaviśuddhi)

5.   kemurnian  dalam  pengamatan mendalam   dan memuliakan Buddha  ( buddhadarśanaparyusthāna viśuddhi)

6.   kemurnian  dalam membimbing semua makhluk hidup hingga mencapai   kematangan  [spiritual ]                                     ( sattvaparipacanaviśuddhi )

7.   kemurnian  dalam  kemunculan   (utpāda viśuddhi )

8.   kemurnian  dalam kekuatan   (prabhavaviśuddhi)

"Avalokitesvara, pada tahapan (bhūmi) pertama , seorang  Bodhisattva telah memiliki  delapan kemurnian ini , mulai dari kemurnian  dalam aspirasi terunggul (adhyāśayaviśuddhi) hingga  kemurnian dalam kekuatan prabhavaviśuddhi)  , kemurnian ini akan bertambah secara progesif dalam setiap tahapan yang dimulai  dari tahapan yang rendah hingga ke lebih tinggi. Untuk semua kemurian berlaku sama , kecuali kemurnian dalam kemunculan (utpāda viśuddhi) dimana   dalam tahapan Buddha (buddha bhūmi)  kemurnian dalam kelahiran (utpāda viśuddhi) sudah tidak dapat diaplikasikan .
 Selanjutnya  .Ketahuilah bahwa semua sepuluh tahapan  (daśabhūmi)  Bodhisattva memiliki kualitas kebajikan (guṇa)   yang dapat dilampaui oleh tahapan yang lebih tinggi   dan hanya dalam tahapan Buddha yang memiliki kualitas kebajikan (guṇa)   terunggul (visiṣṭa)

"Bhagavan,  mengapa  anda katakan bahwa  silsilah (gotra)  Bodhisattva adalah silsilah terunggul  (pravara) di antara semua silsilah (sarvagotramadhye )  ?

Avalokiteśvara  ,  dikatakan demikian karena empat alasan ini  :

1.   berkaitan dengan  [keunggulan dalam] kemampuan mereka ,  Bodhisattva pada hakekatnya memiliki kemampuan yang tajam dan murni   (suviśuddhamūlaniṣpādanāt)

2.   berkaitan dengan [keunggulan dalam] ketrampilan mereka , mereka tidak hanya mengembangkan  ketrampilan dalam hal yang berkaitan dengan doktrin realitas [ agregat , landasan indriya , elemen , kesalingterkaitan , kondisi valid dan tidak valid , dan  empat kebenaran  mulia]  tetapi juga mengembangkan ketrampilan mereka dalam berbagai ketrampilan lainnya (pratimsaṃkhyābalādānatvāt)

3.   berkaitan dengan [keunggulan dalam] pencarian  mereka . Bodhisattva didedikasikan bukan hanya mencari apa yang bermanfaat bagi  mereka sendiri , tetapi juga mencari apa yang bermanfaat bagi semua makhluk hidup.   Bodhisattva [dimotivasi oleh] belas kasih  kepada  dunia dan didedikasikan untuk kesejahteraan , keuntungan dan kebahagiaan semua makhluk hidup (sarvagatiparitrāyikaruṇopetatvāt) .

4.   berkaitan dengan [keunggulan dalam] pencapaian mereka. Bodhisattva tidak berpegang pada  konseptual diri sendiri (svayam asaṃkliṣṭatvāt)  dalam melampaui kondisi  mental yang tidak berguna yang diinterferensi oleh argumen logis (parasaṃkleśvyavartakatvāt) sehingga merealisasikan penggugahan sempurna yang tidak tertandingi ( anuttarāṃ saṃyaksaṃbodhi)

Bhagavan, mengapa anda  mengatakan bahwa Bodhisattva  beraspirasi (praṇidhāna)  dengan progresif kedepan (praṇīta), ekspansif  (vistīrṇa), dan memiliki kekuatan (bala) ?

Avalokiteśvara  , karena  ada  empat alasan 

1.   Mereka terampil  dalam memahami  kediamanan  dari kebahagiaan  melampaui semua ketidakpuasan  (nirvaṇasukhavihārakuśala) dan mampu merealisasikannya dengan cepat
 
2.   Mereka memilih untuk tidak segera merealisasikannya dengan cepat (sīghram)

3.   Mereka beraspirasi agung  [dalam membimbing ] semua makhluk hidup  tanpa  persyaratan dan balasan
 
4.   Mereka mengalami  berbagai ketidakpuasan demi  kepentingan  dan manfaat bagi semua makhluk hidup dalam jangka waktu yang lama 

Berdasarkan alasan diatas mengatakan bahwa Bodhisattva  beraspirasi (praṇidhāna)  dengan progresif kedepan (praṇīta), ekspansif  (vistīrṇa), dan memiliki kekuatan (bala)..

"Bhagavan,  ada  berapa landasan pelatihan (śikṣāpada)  untuk para Bodhisattva? "

"Avalokitesvara,  semuanya ada enam  landasan pelatihan (śikṣāpada)   yang terdiri dari   : pemberian  (dāna) , moralitas benar  (śīla),  kesabaran  (kṣānti),  antusiasme (vīrya) ,  meditasi (dhyāna) , dan kebijaksanaan   (prajñā) .

Bhagavan,  dari  enam  landasan pelatihan (śikṣāpada)   diatas ,   yang   mana yang dapat dikategorikan sebagai  pelatihan  yang  berkaitan dengan moralitas (adhiśīlaśikṣā) ,  pelatihan  yang berkaitan dengan kesadaran (adhicittaśikṣā) dan pelatihan  yang berkaitan dengan  kebijaksanaan (adhiprajñāśikṣā)?

Avalokiteśvara  ,   pemberian (dāna ) , moralitas benar  (śīla) dan  kesabaran ( kṣānti)  adalah pelatihan  yang berkaitan dengan moralitas  benar (adhiśīlaśikṣā) , meditasi (dhyāna) adalah pelatihan  yang berkaitan dengan kesadaran (adhicittaśikṣā) , kebijaksanaan   (prajñā) adalah pelatihan  yang berkaitan dengan kebijaksanaan (adhiprajñāśikṣā)  dan  antusiasme (vīrya)  berhubungan dengan semua pelatihan (śikṣā)
Jangan bersandar pada individual , bersandarlah pada Dharma
Jangan bersandar pada kata -kata , bersandarlah pada makna

Offline karma jigme

  • Teman
  • **
  • Posts: 53
  • Reputasi: 1
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Bhagavan,  dari enam  bagian (liṇga)  landasan pelatihan (śikṣāpada)   , yang mana yang dapat dikategorikan  untuk mengakumulasi kebajikan (puṇyasaṃbhāra )  dan mengakumulasi pengetahuan mendalam  (jnañāsaṃbhāra)? "

" Avalokiteśvara  ,  pemberian  (dāna ) , moralitas benar   (śīla) dan  kesabaran ( kṣānti)  mengakumulasi kebajikan (puṇyasaṃbhāra), kebijaksanaan (prajñāśikṣā) mengakumulasi pengetahuan (jnañāsaṃbhāra), sedangkan antusiasme  (vīrya)  dan meditasi  (dhyāna) mengakumulasi keduanya .

Bhagavan, bagaimana  seharusnya  para Bodhisattva melatih  enam  bagian (liṇga)  landasan pelatihan (śikṣāpada)   ? "

Avalokiteśvara  , [Bodhisattva]   seharusnya melatih  enam  bagian (liṇga)  landasan pelatihan (śikṣāpada)  melalui lima metoda ini ,  [pertama] dia harus memulainya dengan menuju pembebasan yang tidak akan mundur  (adhimukti) berdasarkan ajaran Bodhisattva  (bodhisattvapitaka)     yang menguraikan doktrin  realitas  yang berkaitan dengan melampaui (paramitāsaṃprayuktasaddharmadeśana)  , [kedua]  melalui  sepuluh  metoda dalam kontemplasi  doktrin  realitas (daśadharmacaryā) dan mencapai  kebijaksanaan   (prajñā) melalui  mendengar (śrutamayi),  merenungkan (cintamayi)  dan  mengkontemplasi (bhāvanāmayi) realitas. [ketiga] , dia  menjaga kesadaran  penggugahan  (bodhicittānurakṣaṇa) . [kempat] dia  bersandar pada sahabat  pemandu spiritual  (kalyāṇamitrārādhana) dan  [kelima] dia  mengkontemplasi   semua yang berkaitan dengan latihan  kebajikan (kuśalapakṣaprayoga) dengan  antusiasme (vīrya)   

Bhagavan, mengapa landasan pelatihan (śikṣāpada)    ini dibagi menjadi enam bagian (liṇga)  ? 

Avalokiteśvara  , karena dua alasan ini , [pertama] bermanfaat bagi  semua makhluk hidup  (sattvopākaratvāt)  ,  [kedua] sebagai  penangkal dari kondisi mental yang tidak berguna    (kleśapratipakṣatvāt) . Ketahuilah bahwa tiga urutan terdepan [melampaui]  bermanfaat bagi semua  makhluk hidup, sedangkan tiga urutan terakhir merupakan  penangkal  dari kondisi mental yang tidak berguna.

Mengapa tiga urutan terdepan [melampaui ]  bermanfaat bagi semua  makhluk hidup?

 Bodhisattva  memberikan manfaat  bagi semua makhluk hidup, karena ke tiga alasan ini  [pertama]    dia  memberikan  benda  yang mendukung hidup  sebagai derma  melalui praktek dari  pemberian  (dāna )  . [kedua] dia tidak menyakiti ,menganiayai  dan menyusahkan semua makhluk hidup (sattvapariksarupasamharopakara)  karena  dia menjaga  moralitas benar (śīla)  .  [ ketiga] dia tahan terhadap  sakit , aniaya dan susah ( anaya apakāra vihethanā anupasamhāropakāra)  karena dia melatih diri dalam kesabaran ( kṣānti)    .

Mengapa tiga urutan terakhir   [melampaui ]  sebagai  penangkal  dari kondisi mental yang tidak berguna ?.

Bodhisattva melalui antusiasme (vīrya) mereka menerapkan latihan kebajikan  (kuśalapakṣa)     walaupun demikian  semua kondisi mental yang tidak berguna  belum tereliminasi  melalui  latihan kebajikan (kusalapaksesu  prayunjante)  . Melalui meditasi  (dhyāna)  mereka  menekan semua kondisi mental yang tidak berguna  dan melalui kebijaksanaan  (prajñā)   mereka  mengeliminasi semua kecenderungan tersembunyi [ obsesi ] (anusaya)  dan kondisi mental mental yang tidak berguna

Bhagavan, mengapa ada empat  melampaui (pāramitā)    tambahan lainnya ?

Avalokiteśvara  , karena  keempat  melampaui (pāramitā)   tambahan ini digunakan untuk membantu  enam melampaui .Setelah memberikan manfaat kepada semua makhluk hidup melalui tiga urutan awal melampaui (pāramitā)   [ yakni : pemberian  (dāna ) , moralitas benar   (śīla) dan  kesabaran [ daya tahan ] ( kṣānti)  . Bodhisattva melatih diri melalui  kefasihan ( upaya)   yang digabung dengan  [empat] landasan akumulasi (samgraha vastu). Oleh sebab itu  saya menguraikan  kefasihan melampaui (upāya pāramitā)  sebagai  bantuan untuk tiga urutan awal dari  melampaui ( pāramitā )

Avalokiteśvara  , karena disebabkan  oleh banyaknya kondisi mental yang tidak berguna  (klesabahulayat) maka dia tidak mampu  bermeditasi tanpa dalam kekonstanan  [tidak terputus]   (nitya bhavayitum)  sehingga hanya  berkontemplasi menuju pembebasan yang tidak akan mundur  dengan  kapasitas yang rendah  ( hīnadhatvadhimuktitvat)   dalam melampaui landasan dari kesadaran (adhyasayadaurbalyat) maka tidak mampu mencapai    kesadaran terabsorbsi  dengan sempurna (cittapratisamlayana) dan belum sepenuhnya  mengkontemplasi  meditasi   (aparibhavitadhyanat) berdasarkan obyek pengamatan dari mendengarkan (srutalambana) doktrin  Bodhisattva (bodhisattvapitaka)  maka mereka  tidak mampu mencapai  kebijaksaaan yang melampaui  keduniawian (lokotaraprajnam  abhinirhartum) tetapi mereka telah  mengakumulasi kebajikan ( punyasambhara)  walaupun dalam tingkatan kecil dan mereka dengan sungguh sungguh beraspirasi (pranidhana)  untuk mengurangi keinginan mereka  pada  saat ini dan kehidupan yang akan datang (amutra) , karena aspirasi ini maka keinginan mereka menjadi berkurang sehingga dapat melatih diri dengan antusiasme (vīrya). Oleh sebab itu  saya menguraikan  aspirasi  melampaui (pranidhāna pāramitā) sebagai  bantuan untuk  antusiasme melampaui (vīrya pāramitā )

Kemudian, dengan mengandalkan manusia agung ( satpurusasamsevana) dan  tergantung pada doktrin yang benar ( saddharmaasravana), mereka  berpaling dari  kontemplasi menuju pembebasan yang tidak akan mundur  dengan  kapasitas yang rendah  ( hīnadhatvadhimuktitvat)  dan mengarah pada kontemplasi menuju pembebasan yang tidak akan mundur  dengan  kapasitas yang unggul dengan pemapanan kesadaran yang tajam dengan benar  (yonisomanasikara )   yang meliputi  (vravrtya)  ranah murni (pranitadhatu) dan dengan kekuatan ( bala)  mereka mampu mencapai mencapai    kesadaran terabsorbsi  dengan sempurna (cittapratisamlayana). Oleh sebab itu  saya menguraikan  kekuatan melampaui (bala pāramitā) sebagai  bantuan untuk  meditasi  melampaui (dhyāna pāramitā )
Jangan bersandar pada individual , bersandarlah pada Dharma
Jangan bersandar pada kata -kata , bersandarlah pada makna

Offline karma jigme

  • Teman
  • **
  • Posts: 53
  • Reputasi: 1
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Kemudian  mereka mengkontemplasi  meditasi  sepenuhnya  (paribhavitadhyanat) berdasarkan obyek pengamatan dari mendengarkan  (srutalambana) doktrin  Bodhisattva (bodhisattvapitaka)  dan mencapai   kontemplasi  dengan sempurna (paribhavana)   sehingga  mencapai pengetahuan mendalam melampaui (jñāna pāramitā) dan mencapai  kebijaksaaan yang melampaui  keduniawian (lokotaraprajnam  abhinirhartum) . Oleh sebab itu  saya menguraikan  pengetahuan mendalam melampaui (jñāna pāramitā) sebagai  bantuan untuk  kebijaksanaan   melampaui (prajñā pāramitā )

Bhagavan,  mengapa anda menguraikan [enam] melampaui  (pāramitā)  ini dengan urutan yang demikian?

Avalokiteśvara  , karena setiap  melampaui  (pāramitā)  ini merupakan landasan  untuk pencapaian [melampaui  (pāramitā) ]  dari urutan berikutnya atau dapat dikatakan sebagai berikut : Bodhisattva menjadi tidak terobsesi dengan dirinya sendiri dan  kesenangan [ terhadap material]  melalui pemberian (dāna)  maka dia dapat menjaga moralitas  benar (śīla).  Setelah mampu  menjaga moralitas benar (śīla).  maka dia mulai melatih diri dengan  kesabaran [daya tahan ] (kṣānti).  Setelah mampu  mencapai kesabaran [daya tahan]  (kṣānti).  maka dia mulai melatih diri dengan usaha (vīrya)  Setelah mampu  mencapai usaha (vīrya) maka dia mulai melatih diri dengan meditasi  (dhyāna)  Setelah mampu  mencapai meditasi(dhyāna)  maka dia mencapai kebijaksanaan(prajñā)

Bhagavan, dalam setiap  melampaui  (pāramitā) masih terdapat berapa sub bagian  ( prabhinna)  ?

Avalokiteśvara  , dalam  pemberian  (dāna)   masih dapat dibagi atas : pemberian dalam  hal yang bersifat spiritual  [ misalnya menguraikan doktrin realitas ] (dharma dāna)   pemberian dalam hal yang bersifat material (āmiṣa dāna) dan  pemberian dalam hal yang bersifat  cinta kasih  (maitri dāna) 
 
dalam  moralitas benar  (śīla) masih dapat dibagi atas  moralitas benar yang mengatasi ketidakbajikan (akusalanirvartarkasila ), moralitas benar yang membawa kebajikan  (kusalapravartakasila),   moralitas  benar yang membawa kebajikan  bagi semua makhluk hidup (sattvarthapravartakasila).

Kesabaran terdiri dari  tidak takut  disakiti (apakaramarsanaksanti) tidak gelisah terhadap ketidakpuasan (dukkhadhivasanaksanti)  dan memahami kepastian mengenai doktrin [melalui pengetahuan terhadap semua fenomena adalah tidak berintrinsitik] (dharmanidyanaksanti).

 .Melakukan sesuatu dengan giat (vīrya) terdiri dari tujuh sub bagian - enam  jenis usahadengan fisik dan mental  dalam  tiga pelatihan   [sila , samadhi , prajna] yang diaplikasikan  dengan  penuh dedikasi dan konstan [ untuk diterapkan ke dalam diri seseorang  sehingga menghargai dan gigih terhadap enam usaha ini ]  (kusalaprayogavirya)  dan ditambah dengan pelatihan seperti tameng(samhanavirya).

 Meditasi terdiri dari yang memerlukan pengujian dan analisis , yang tidak memerlukan pengujian dan analisis , dan yang bukan pengujian maupun analisis. 

Kebijaksaaan terdiri dari tiga  sub bagian :[ kebijaksaaan] keduniawian [ umum ] (samvrtti)  , [kebijaksanaan ]sedikit melampaui keduniawan [ sravaka dan pratekya Buddha ]  dan kebijaksaan agung [yang  melampaui keduniawian ]
Bhagavan, mengapa keenam  aspek (linga) ini dinamakan sebagai  : melampaui  (pāramitā)? 

Avalokiteśvara, keenam  aspek (linga) ini dinamakan sebagai  : melampaui   (pāramitā) karena lima [aspek ] ini:  bebas dari  kemelekatan  (asaṇgatvāt) ,  bebas dari  pemuliaan [ terhadap hasil] (anapekṣatvāt) ,  bebas dari cacat [tidak  dapat dicela] (niravadyatvāt),  bebas dari konseptual [ diskriminasi ]  ( nirvipalkapatvāt)  akumulasi dan transfer kebajikan ( pariṇāmatvāt).

bebas dari kemelekatan (asaṇgatvāt) karena tidak melekat pada aspek yang bertentangan [ tidak konsisten] (viruddhavastu) dengan kesempurnaan melampaui (pāramitā) bebas dari  pemuliaan   [terhadap hasil] (anapekṣatvāt) karena   kesadaran tidak terikat (anubaddhacitta)  dengan hasil  yang menguntungkan (phalavipāka)  ataupun meninggalkan  (parihāra) kesempurnaan melampaui (pāramitā) bebas cacat [tidak  dapat dicela ] (niravadyatvāt)  karena fenomena  dari  kondisi mental yang tidak berguna ( saṃkleśikadharma)  tidak  terkombinasi  (asaṃsarga)  dengan kesempurnaan melampaui (pāramitā)   sehingga meninggalkan aspek yang tidak  memberikan  kefasihan (anupāyavisṛ jā)
bebas dari konseptual [ diskriminasi]  (nirvipalkapatvāt)   karena karakteristik  spesifik  (svalakṣaṇa) dari kesempurnaan melampaui  (pāramitā)   tidak melekat pada makna secara harfiah (yathārutam abiniveśa) akumulasi dan transfer kebajikan ( pariṇāmatvātkarena  berlatih (kṛta) dan mengkumulasi (ācita) melampaui (pāramitā)  untuk  hasil dari akibat  Bodhisattva (bodhisattva phalavipāka) dan hasil dari akibat  semua makhluk hidup

Bhagavan, apa yang dimaksud dengan  aspek yang bertentangan [ tidak konsisten] (viruddhavastu) dengan kesempurnaan melampaui (pāramitā) ?

Avalokiteśvara , aspek yang bertentangan [ tidak konsisten] (viruddhavastu) dengan kesempurnaan melampaui (pāramitā)  ada enam hal:  [pertama] mempersepsi  kesenangan dari keinginan [indriya] (kāmarati), kesenangan [ dari sumber daya hidup berupa material ] (bhoga)  , kekuasaan (aiśvarya)  dan kebajikan sendiri (svapuṇya) sebagai kualitas  yang bermanfaat dan menguntungkan (guṇānuśaṃsādarśana) , [kedua] mempersepsi  tubuh, ucapan, dan pikiran (kāyavāgmanasām) sebagai kualitas  yang bermanfaat dan menguntungkan (guṇānuśaṃsādarśana) [ketiga]  mempersepsi ketidak tahanan dalam menghadapi  hinaan (parābhava) sebagai kualitas  yang bermanfaat dan menguntungkan (guṇānuśaṃsādarśana)  [keempat] mempersepsi tidak melatih diri dan menggenggam erat keinginan sebagai kualitas  yang bermanfaat dan menguntungkan (guṇānuśaṃsādarśana)  [kelima]  mempersepsi keterlibatan  dalam aktivitas keduniawian (lokakarman)  dan penyebaran kesadaran [eling] (vikṣepa) sebagai kualitas  yang bermanfaat dan menguntungkan (guṇānuśaṃsādarśana) dan   [keenam]  mempersepsi kekeliruan konseptual  yang terjadi pada  cara penyampaian secara linguistik  , persepsi  , mendengar ,melihat  dan sudut pandang                                                    (dṛṣṭaśrutamatavijñātavyavahāraprapañca) sebagai kualitas  yang bermanfaat dan menguntungkan (guṇānuśaṃsādarśana)

Bhagavan,  apa   yang merupakan hasil  dari  akibat (phalavipāka)   melampaui (pāramitā)?

Avalokiteśvara , secara garis besar dapat dikategorikan dalam enam aspek yakni  :   memilki kemuliaan dari  sumber daya (mahāsaṃbhoga)   terlahir kembali dalam kondisi yang baik (sugatigamana)  bebas dari permusuhan  (avaira)  bebas dari   gangguan (abheda) , penuh suka cita (sukha) dan  kegembiraan (saumanasya)  menjadi pemimpin  makhluk hidup  (sattvādhipatya)  bebas dari gangguan fisik dan   cedera fisik  (kāyopadrava) dan memiliki silsilah yang kuat  (maheśākhya).

Bhagavan, ,bagaimana melampaui (pāramitā)  dapat terbaur  dengan  fenomena dari kondisi mental yang tidak berguna  (saṃkleśikadharmasamsṛṣṭa) ?

Avalokiteśvara,  secara umum kesempurnaan melampaui (pāramitā)  dapat terbaur  dengan  fenomena dari kondisi mental yang tidak berguna  (saṃkleśikadharmasamsṛṣṭa ) ada  empat  aspek yakni :  yang berhubungan dengan ketiadaan  welas kasih (nirdayaprayoga) ,  yang berhubungan dengan kekeliruan [kesalahan] (ayonisaḥprayoga), yang berhubungan kekonsistenan  [tidak konstan] (anityaprayoga) , dan  yang berhubungan dengan keserampangan [kesembronoan]  (anādaraprayoga)

Avalokiteśvara, yang berhubungan dengan kekeliruan [kesalahan] (ayonisaḥprayoga) adalah penyimpangan dari ataupun  meninggalkan melampaui (pāramitā) yang lain , pada saat melatih dari dengan salah satu melampaui (pāramitā)

"Bhagavan, apa yang dimaksud dengan   tidak fasih  (anupāya)  dalam latihan (śikṣā) ?

Avalokiteśvara ,  pada saat Bodhisattva  melatih diri melalui  melampaui (pāramitā) untuk  memberikan  manfaat kepada semua  makhluk hidup, jika mereka telah terpuaskan  dengan hanya memberikan  material  untuk  membahagiakan mereka , tetapi tidak berusaha untuk membimbing mereka  menjauhi  kondisi yang tidak baik  ataupun memampankan mereka  dalam kebajikan.  ini  dinamakan sebagai tidak terampil. Mengapa ?,   dengan cara demikian tidak dapat dikatakan sebagai benar benar berusaha membantu mereka .

 Avalokiteśvara ,  ini dapat dianalogikan dengan setumpuk kotoran yang banyak ataupun sedikit  (alpa) , tidak ada sesuatupun yang dapat membuatnya menjadi wangi  (sugandha) .  Dengan analogi yang sama  (paryaya) , makhluk hidup  yang pada hakekatnya mengalami ketidakpuasan (prakrtidhukhita)   karena  jejak mental yang halus  [faktor pengkondisian] (samskara)   jadi tidak akan bermanfaat  bila hanya diberikan material saja tetapi akan bermanfaat apabila memapankan kebajikan (kusalaprasthapana) untuk mereka
Jangan bersandar pada individual , bersandarlah pada Dharma
Jangan bersandar pada kata -kata , bersandarlah pada makna

Offline karma jigme

  • Teman
  • **
  • Posts: 53
  • Reputasi: 1
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Bhagavan,  ada berapa  kelompok (samgraha)   pemurnian (visuddhi)   yang dibedakan (prabheda) dalam  melampaui? "

Avalokiteśvara  ,Saya tidak  menguraikan kemurnian  dari  melampaui  yang lain  diluar dari kelima aspek  ini [bebas dari  kemelekatan  (asaṇgatvāt) ,  bebas dari  pemuliaan   (anapekṣatvāt) ,  bebas dari cacat (niravadyatvāt),  bebas dari konseptual (nirvipalkapatvāt)  akumulasi dan transfer kebajikan ( pariṇāmatvāt).]. Namun, berdasarkan kelima aspek ini , saya akan menguraikan kepada anda mengenai  aspek ini secara umum dan spesifik

Avalokiteśvara  , secara umum  ,  aspek pemurnian  dari  melampaui (pāramitā)  terdiri dari tujuh  , yakni :  [ pertama]  Bodhisattva tidak perlu lagi memyelidiki  [mencari ]  (aparyeṣaṇā)  doktrin lain  diluar dari doktrin ini [ kedua] Bodhisattva tidak memahami dengan erat  (abhiniviś)    dalam pengamatan mendalam  terhadap doktrin ini  [ ketiga] mereka tidak ragu  (vicitkisa)  , bimbang (avadarana)  ataupun  berpersepsi bertentangan  (vimati) dengan latihan yang sedang dijalankan  yang akan membawa mereka untuk mencapai penggugahan (bodhi)  [keempat] mereka tidak memuji diri mereka sendiri ( anatmotkarsa)  mereka juga tidak mencela atau menghina orang lain (aparapamsaka)  (parabhava) [ kelima] mereka tidak bangga   (darpa) dan tidak bertindak non-consci- entiousl (pramada)  ;[ keenam]  mereka tidak puas hanya dengan [pencapaian] kecil dan rendah ( kim cin matrena  netaretaramatrena samtustih [ ketujuh]  mereka tidak kikir dengan ajaran, atau iri  (irsya) pada orang lain.

Avalokiteśvara  , secara spesifik   ,  aspek pemurnian   dalam masing masing   melampaui (pāramitā) terdiri dari tujuh  yakni  :
Dalam melatih diri dengan   pemberian  melampaui   (dānapāramitā), seorang Bodhisattva seharusnya melatih diri untuk tujuh aspek pemurnian ini.   Dia memberikan  melalui [pertama]  kemurnian dari  pemberian (dānaviśuddhi),  [ kedua]  kemurnian  dari  moralitas [ ketiga]  kemurnian  dari  pengamatan  [ keempat]  kemurnian dari kesadaran (cittaviśuddhi) [ kelima]  kemurnian  dari ucapan (vagviśuddhi )    [ keenam] kemurnian  dari pengetahuan (jnanaviśuddhi ) [ ketujuh] kemurnian dari manfaat ketidakmurnian  (mala viśuddhi) Ini adalah ketujuh aspek pemurnian  pemberian(dānaviśuddhi)
Dalam melatih diri dengan  daya tahan  melampaui   (śīla pāramitā), seorang Bodhisattva seharusnya melatih diri untuk tujuh aspek pemurnian ini. [pertama]  dia mengetahui apa yang harus dipelajari mengenai  moralitas [ kedua] dia mengetahui bagaimana mengakui ketidaksesuai dalam kode etik moralitas. [ ketiga] dia menjalankan moralitas dengan hormat [ keempat] dia menjalankan moralitas dengan tegas [ kelima] dia menjalankan moralitas tanpa cacat [ keenam] dia menjalankan moralitas tanpa terputus [ ketujuh] dia mempelajari semua aspek dari moralitas Ini adalah ketujuh aspek pemurnian  daya tahan .

Dalam melatih diri dengan  daya tahan  melampaui   (kṣānti pāramitā), seorang Bodhisattva seharusnya melatih diri untuk tujuh aspek pemurnian ini. [pertama] dia memiliki keyakinan yang kuat terhadap akibat dari tindakan mereka sendiri , dia tidak marah pada  fenomena yang tidak menyenangkan yang terjadi pada dirinya sendiri. [kedua] dia tidak melampiaskan kemarahannya , memarahi , memukul , mengancam ataupun memanipulasi orang  lain  melainkan memberikan manfaat [keuntungan] kepada orang lain. [ketiga] dia tidak menyimpan dendam [keempat]  dia menerima nasehat [teguran]  dari orang lain dan tidak melakukan perbuatan yang tidak menyenangkan kepada yang memberikan nasehat [ teguran]   [kelima]  dia meminta maaf walaupun  sebelum dia disalahkan.  [keenam] dia tahan terhadap penderitaan , tidak mengenal takut ataupun memberikan cinta kasih yang tidak murni [ kepada orang lain]  [ketujuh] dia memberikan derma tanpa motivasi yang tersembunyi. Ini adalah ketujuh aspek pemurnian  daya tahan .

Dalam melatih diri dengan  usaha melampaui  (vīrya pāramitā), seorang Bodhisattva seharusnya melatih diri untuk tujuh aspek pemurnian ini. [ pertama] dia telah memiliki pemahaman sempurna terhadap semua ekuanimitas dari usaha. [ kedua]  dia tidak pernah memuji diri sendiri ataupun mencela orang lain [ ketiga] dia  memiliki usaha yang sangat kuat [ keempat] dia memiliki usaha yang sangat gigih [ kelima] dia memiliki usaha yang tidak mengenal ketakutan  [ keenam]  dia memiliki  usaha yang sangat solid dan tegas [ ketujuh]  dia tidak pernah meninggalkan aspirasi dalam melakukan kualitas kebajikan .  Ini adalah ketujuh aspek pemurnian  usaha

Dalam melatih diri dengan  meditasi  melampaui (dhyāna-pāramitā), seorang Bodhisattva seharusnya melatih diri untuk tujuh aspek pemurnian ini.  Dia melatih meditasi untuk  [pertama] mencapi sarnadhi  melalui penetrasi nimitta dari semua fenonema ( nimittasupariksakasamadhi)  [ kedua] untuk mencapai samadhi melalui  berdiam dalam realitas demikian apa adanya ( paripurnasamadhi) [ketiga]  untuk mencapai samadhi melalui pemahaman dari  realitas konvensional dan realitas tertinggi (ubhayato bhagasamadhi)  [keempat]  utuk mencapai samadhi melalui aspirasi (vegapravrttisamadhi)  [kelima] untuk mencapai samadhi tanpa bersandar pada apapun [ keenam]  untuk mencapai samaadhi melalui vipaysana (niradhisthanasamadhi)  [ ketujuh] untuk mencapai samadhi yang tidak terkirakan denganmendengarkan dan merenungkan  uraian  (suparyavadatasamadhi)  yang ada pada doktrin bodhisattva (bodhisattvapitaka) . Ini adalah ketujuh aspek pemurnian meditasi.

Dalam melatih diri dengan  kebijaksanaan  melampaui (prajñā-pāramitā), seorang Bodhisattva seharusnya melatih diri untuk tujuh aspek pemurnian ini. [pertama] dia melampaui [ persepsi terhadap] dua pandangan ekstrim [ eksistensi  dan ketiadaan eksistensi ] dan menempuh jalan tengah(madyama pratipad)  yang dinamakan sebagai kebijaksanaan. [kedua] dengan kebijaksanaan ini , dia memahami dengan sempurna  makna dari ketiga pintu pembebasan (trinivimoksamukhani)  yang terdiri dari  kekosongan (sunyata)  , ketidakhadiran nimitta (animitta) dan tanpa usaha [ daya] ( apranihita)  , [ ketiga] dia memahami dengan sempurna tiga intrinstik dari fenomena yakni : intrinsitik imajiner  (parikalpitasvabhava), intrinsitik ketergantungan yang lain (paratantrasvabhava) dan instrinsitik mapan dengan sempurna (pariniṣpannasvabhava) [keempat] dia memahami dengan sempurna ketidakhadiran eksisistensi individual[ diri]  (nihsvabhavata) semua fenomena [kelima] dia memahami dengan sempurna  makna dari realitas konvensional(samvrti)  yang diungkapkan melalui lima topik pengetahuan( pancavidyasthana).  [enam] dia memahami dengan sempurna makna dari realitas tertinggi (paramartha) sebagai pengungkapan dari  tujuh aspek realitas demikian apa adanya (tathata)  , bebas dari  konseptual [ diskriminasi] (nirvikalpaka)  dan  bebas dari kekeliruan konseptual (aprapanca)  , dia berdiam  (bahuvihara) dalam realitas tertinggi dan memahami bahwa semua pengetahuan kebijaksaaan muncul dari  realitas demikian apa adanya melalui kontemplasi vipaśyanā  untuk mengembangkan kebijaksanaan [ tujuh] dia melampau semua pelatihan diri yang sesuai dengan  doktrin realitas Ini adalah ketujuh aspek pemurnian  kebijaksanaan (prajna visuddhi)
Bhagavan, apa kemampuan individual dari masing masing kelima aspek ini [  bebas dari  kemelekatan  (asaṇgatvāt) bebas dari  pemuliaan   (anapekṣatvāt), bebas dari cacat (niravadyatvāt)  ,  bebas dari konseptual (nirvipalkapatvāt)   , akumulasi dan transfer kebajikan ( pariṇāmatvāt) ]   ?

Avalokiteśvara ,  berikut  kemampuan individual dari masing masing aspek :

 [pertama] Karena bebas dari  kemelekatan  (asaṇgatvāt)  maka bodhisattva mampu  melatih diri  (prayoga ) dengan penuh  kewaspadaan  (apramāda)  dalam kekonstanan (nityākāra)  dan penuh dengan semangat (ādaraṃkāra)
 
[ kedua]  Karena bebas dari  pemuliaan   [terhadap hasil] (anapekṣatvāt)  maka  mereka memahami  (parigṛhṇanti) penyebab dari  kewaspadaan  (apramādahetu) 

[ ketiga]  bebas dari cacat [tidak  dapat dicela ] (niravadyatvāt)   maka bodhisattva mampu   mencapai (paripūrṇanti)  [semua melampaui (pāramitā)]  dengan murni (pariśuddha)  dan  sempurna (paryavadāta)

[keempat]  karena bebas dari konseptual [ diskriminasi]  (nirvipalkapatvāt)    maka bodhisattva mampu mencapai  (paripūrṇanti)  [ semua melampaui (pāramitā)]  dengan cepat (sīghram)    melalui metoda kefasihan (upāyakauśalya)

[ kelima]  karena akumulasi dan transfer kebajikan ( pariṇāmatvāt)  dimulai dari  kondisi  dimana masih berasosiasi dengan ranah sensasi dari keinginan (kāmapratisaṃyukta)  hingga mencapai  penggugahan yang sempurna dan tidak tertandingi  (anuttāra saṃyaksaṃbodhi )  sehingga  memunculkan semua (sarvjātiṣu)   melampaui (pāramitā ) yang memiliki hasil dari akibat yang  diinginkan (iṣṭavipākaphala)    yang  terus berkesinambungan [ tidak akan habis ] (akṣayatva) 

Bodhisattva yang telah menguasai dengan sempurna semua  kategori (liṇga) dalam melampaui (pāramitā)   , mengapa dinamakan sebagai paling ekpansif  (vistaratva)  ?

Avalokiteśvara ,   karena  bebas dari  kemelekatan  (asaṇgatva) ,  bebas dari pemuliaan  [terhadap hasil]  (anapekṣatva) dan  akumulasi dan  transfer  kebajikan (pariṇāmatva)

Bhagavan, mengapa dinamakan sebagai  bebas dari kondisi mental yang tidak berguna (asaṃkleśatva)?

Avalokiteśvara,   karena  bebas dari cacat [tidak dapat dicela]  (niravadyatvāt) dan bebas dari konseptual [ diskriminasi ] (nirvipalkapatvāt)   .

Bhagavan, mengapa dinamakan sebagai  objek yang dapat membantu  (avalambanatva)?

Avalokiteśvara,   karena aktivitas dari  pemahaman  [melampaui  (pāramitā) ](pratisaṃkhyakriyātva)

Bhagavan, mengapa dinamakan sebagai    bebas dari fluktuasi (aniñjyatva)?

Avalokiteśvara,   karena   seseorang yang telah memasuki tahapan , tidak akan merosot  [ mundur ] lagi (bhūmipraveśānām aparihāṇidharmatva) "

Bhagavan,  mengapa dimanakan sebagai  pemurnian ( suviśuddhatva)? "

Avalokiteśvara,  ,  karena seseorang mencapai  sepuluh tahapan dan tahapan Buddha
 
Bhagavan, mengapa [kedua ini] hasil dari akibat yang  diinginkan (iṣṭavipākaphala)  dari melampaui (pāramitā)  dan melampaui (pāramitā)   terus berkesinambungan  ?

Avalokiteśvara,  karena  para bodhisattva  mengembangkan pencapaian progresif  dari setiap melampaui (pāramitā)  yang saling  tergantung (anyonya)  satu dengan lainnya  [ antara hasil dari akibat yang  diinginkan (iṣṭavipākaphala)  dan  melampaui (pāramitā)  ].

Bhagavan, mengapa bahwa Bodhisattva memilki keyakinan yang mendalam (śraddhāvasthita) terhadap melampaui  (pāramitā)  dan  dalam  melatih  melampaui (pāramitā)  dengan penuh sukacita (sukha)  tetapi tidak menilai  hasil [akibat]  dengan akibat yang diinginkan (iṣṭavipākaphala)   dari melampaui  (pāramitā)  ?

Avalokiteśvara,  disebabkan oleh lima alasan ini   [pertama]  melampaui (pāramitā)  adalah penyebab (hetu) dari suka cita (sukha)  yang menyebabkan kepuasan [ kegembiraan]  dalam kesadaran (saumanasya)   [ kedua] melampaui (pāramitā)  adalah penyebab (hetu)  dari  yang membawa manfaat [ keuntungan] untuk diri sendiri maupun  orang lain (svaparopakāra)  [ ketiga] melampaui (pāramitā)  merupakan penyebab (hetu)  dari  hasil [akibat]  dengan akibat yang diinginkan (iṣṭavipākaphala)   di masa yang akan datang [ keempat]  melampaui (pāramitā) bebas dari landasan yang tidak menyenangkan (asaṃkliṣṭasthāna)   [kelima] melampaui (pāramitā)   merupakan realitas yang tidak pernah berubah  [ berakhir ]  (avikāradharmatva) .

Bhagavan, apa berapa jenis  kekuatan (prabhāva)  dalam setiap  bagian (liṇga)  dari melampaui (pāramitā)  ?

Avalokiteśvara, dalam setiap  bagian (liṇga)  dari melampaui (pāramitā)   memiliki empat jenis kekuatan (prabhāva) .  Bodhisattva  mengembangkan  latihan melalui melampaui (pāramitā) agar mampu  [pertama] meninggalkan  ketidaksesuaian  (viruddha) dari   ketidaksenangan [irihati] (mātsarya), niat yang tidak baik(dauḥśīlya),  gejolak dari  kesadaran (cittopāyāsa),  kemalasan (kausīdya)  , penyebaran kesadaran  (vikṣepa)  kecenderungan  dengan pandangan yang  penuh dengan konsep (dṛṣṭprakāra)  [kedua]  melatih diri  dengan benar melalui  melampaui (pāramitā) maka seseorang mampu mencapai penggugahan sempurna yang tidak tertandingi (anuttārasamyaksaṃmbodhi) [ketiga]  untuk memberikan manfaat  [keuntungan]  (upakāra)  kepada diri sendiri dan   semua makhluk hidup dalam keduniawian ini  (ihatra) [ keempat]  dalam kehidupan yang akan datang , mereka akan mendapatkan  (pratilābha)  hasil  dari akibat (vipakāphala)   yang terus berkesinambungan

Bhagavan, apa penyebab (hetu)  ,hasil  [akibat] (phala)  dan makna sebenarnya (artha)  dari  melampaui (pāramitā)  ?
Avalokiteśvara ,  , penyebab (hetu)   dari  melampaui (pāramitā)  adalah  welas kasih (karuṇā) . Hasil  [akibat] (phala)  adalah   hasil [akibat]  dengan akibat yang dimuliakan [oleh  makhluk hidup]  (iṣṭavipākaphala)   dan membawa manfaat bagi makhluk hidup (satvopākara) dan makna sebenarnya (artha) adalah pencapaian penggugahan agung  ( mahābodhiparipūri)

Bhagavan,  jika kegembiraan  (bhoga) dari Bodhisattva tidak  akan  hilang  (akṣaya) dan jika mereka memiliki  welas kasih (karuṇā) , mengapa di dunia ini masih ada makhluk hidup yang  serba kekurangan (daridra)?

Avalokiteśvara,  ini disebabkan oleh  tindakan dan depresiasi  mereka sendiri (svakarmadoṣa) . Jika tidak demikian, jika tidak ada  kekeliruan dalam tindakan mereka sendiri (duṣktṛa)  yang menjadi  penghalang (vibandha)  mereka sendiri , bagaimana masih ada masih ada makhluk hidup yang  serba kekurangan ?

Avalokiteśvara,   ini  dapat dianalogikan dengan  hantu kelaparan  (preta) yang selalu  dalam kondisi ketidak puasan  (duḥkhita)  karena  kehausan,  walaupun mereka melihat   air di  samudra yang terbentang luas (samudrajala) , mereka hanya akan melihatnya sebagai  landasan samudra (samudrasthānīya) yang tidak berair , hal ini disebabkan oleh tindakan dan depresiasi  mereka sendiri (svakarmadoṣa)

Demikian juga ,  apabila para Bodhisattva  memberikan kegembiraan  yang  seluas samudra  , tanpa cacat  tetapi karena tindakan dan depresiasi  [dari makhluk hidup] sendiri (svakarmadoṣa)  akan sama hasilnya dengan analogi hantu kelaparan diatas.
Jangan bersandar pada individual , bersandarlah pada Dharma
Jangan bersandar pada kata -kata , bersandarlah pada makna

Offline karma jigme

  • Teman
  • **
  • Posts: 53
  • Reputasi: 1
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Bhagavan, melampaui (pāramitā) dari bagian (liṇga)  apa    yang harus dilatih oleh  para Bodhisattva  dalam rangka untuk mempersepsi [mengamati] (gṛhīta) ketidakhadiran intrinsitik dari fenomena (dharmāṇām niḥsvabhāvatā) ?

Avalokiteśvara, para Bodhisattva mempersepsi [mengamati] (gṛhīta) ketidakhadiran intrinsitik dari fenomena (dharmāṇām niḥsvabhāvatā) melalui  kebijaksanaan melampaui  (prajñā pāramitā) .

Bhagavan, jika  para Bodhisattva mempersepsi [mengamati] (gṛhīta) ketidakhadiran intrinsitik dari fenomena (dharmāṇām niḥsvabhāvatā)  melalui kebijaksanaan melampaui  (prajñā pāramitā), mengapa  para Bodhisattva tidak  mempersepsi [mengamati] (gṛhīta) ketidakhadiran intrinsitik dari fenomena (dharmāṇām niḥsvabhāvatā)   melalui intrinsitiknya sendiri   (sasvabhāvatā) ?

Avalokiteśvara,   , saya tidak  pernah menguraikan  bahwa  ketidakhadiran intrinsitik dari fenomena (dharmāṇām niḥsvabhāvatā ) dapat mempersepsi  [mengamati]  (gṛhīta) melalui  intrinsitiknya sendiri   (sasvabhāvatā) . Ketidakhadiran intrinsitik dari fenomena (dharmāṇām niḥsvabhāvatā ) melampaui semua  susunan kata (pada) maupun   fonem  [ suara]  (vyañjana)  tetapi tidak dapat diungkapkan tanpa susunan kata (pada) maupun   fonem  [ suara]  (vyañjana)  .  Oleh sebab itu saya menguraikan bahwa  ketidakhadiran intrinsitik dari fenomena (dharmāṇām niḥsvabhāvatā)  dapat  dipersepsi [diamati]  melalui  kebijaksanaan melampaui  (prajñā pāramitā)kebijaksanaan melampaui  (prajñā pāramitā)

Bhagavan,  anda pernah menguraikan  melampaui (pāramitā),  melampaui yang selaras  (upapāramitā) dan melampaui yang agung (māhapāramitā) . Apa yang dimaksud dengan melampaui (pāramitā), melampaui yang selaras  (upapāramitā)  dan  melampaui yang agung (māhapāramitā)

Avalokiteśvara,   para Bodhisattva  memperdalam (paribhāvita) latihan berdasarkan melampaui   (pāramitā)  misalnya  kemurahan hati yang melampaui  (dāna pāramitā)  selama periode  waktu yang tidak terukur (aprameyakāla) [ kalpa pertama   yang tidak terhitung] tetapi kondisi mental yang tidak berguna  (kleśa) masih bermanifestasi dan  mereka masih belum mampu  mengatasi penyebab (samudaya)  dari  kondisi mental yang tidak berguna (kleśa)  melainkan mereka ditaklukkan oleh penyebab (samudaya)  dari  kondisi mental yang tidak berguna (kleśa).  Mereka memasuki tahapan  kontemplasi menuju pembebasan yang tidak akan mundur  (adhimukticaryābhumi)   dengan  tingkat pemahaman yang  lemah  (alpa)  ataupun  menengah  (madhyama)  terhadap kontemplasi menuju pembebasan yang tidak akan mundur  . Melampaui (pāramitā) yang dia latih  hanya dinamakan sebagai melampaui (pāramitā )
Kemudian dia memperdalam (paribhāvita) latihan berdasarkan melampaui   (pāramitā)  misalnya  kemurahan hati yang melampaui  (dāna pāramitā)  selama periode  waktu yang tidak terukur (aprameyakāla) [ kalpa kedua   yang tidak terhitung]. Dia  memasuki  dan berdiam dalam  tahapan(bhūmi)  pertama dan  mencapai kualitas kebajikan (kuśaladharma)   tetapi  kondisi mental yang tidak berguna  (kleśa)   masih beraktivitas [bermanifestasi] , walaupun demikian  ,  mereka masih mampu  mengatasi penyebab (samudaya)  dari  kondisi mental yang tidak berguna (kleśa) dan tidak ditaklukkan oleh penyebab (samudaya)  dari  kondisi mental yang tidak berguna (kleśa) ini. Melampaui (pāramitā) yang dia latih disebut dinamakan sebagai melampaui yang selaras  [ dengan penggugahan]  (upapāramitā). 
Kemudian dia memperdalam latihan berdasarkan melampaui   (pāramitā)  misalnya  kemurahan hati yang melampaui  (dāna pāramitā)  selama periode  waktu yang tidak terukur ((aprameyakāla)   [ kalpa ketiga   yang tidak terhitung] . Dia memasuki dan berdiam dalam tahapan ke delapan ataupun tahapan yang lebih tinggi  [dari tahapan ke delapan ] , dia mencapai kualitas kebajikan (kuśaladharma)   dimana  kondisi mental yang tidak berguna (kleśa)  tidakakan beraktivitas [ bermanifestasi] lagi.  Kesempurnaan melampaui (upapāramitā) yang dia latih dinamakan sebagai  kesempurnaan melampaui yang agung (māhapāramitā). 

Bhagavan, ada berapa  jenis  kecenderungan tersembunyi [obsesi]   dari kondisi mental yang tidak berguna   (kleśānuśaya) dalam tahapan (bhūmi)? "

Avalokiteśvara,   ada tiga jenis  , [ yang pertama adalah ]   kecenderungan tersembunyi [ obsesi ]  yang muncul bersamaan dan  berhenti  bersamaan [dengan kondisi mental yang tidak berguna]   (sahāyotsargānuśaya)    yang berkaitan dengan tahapan (bhūmi)  pertama hingga tahapan kelima . Mengapa  demikian ?

Avalokiteśvara, semua  tidak  yang muncul bersamaan  [dengan kondisi mental yang tidak berguna]  yang aktif  (asahajasamudayakleśa)   merupakan landasan untuk semua   yang muncul bersamaan  [dengan kondisi mental yang tidak berguna]  yang aktif  (sahajasamudayakleśa) . Oleh sebab itu ,   [ kedua  kemunculan ini] tidak akan muncul kembali dan ini yang dinamakan sebagai kecenderungan tersembunyi [ obsesi ]  yang muncul bersamaan dan  berhenti  bersamaan [dengan kondisi mental yang tidak berguna]   (sahāyotsargānuśaya)
     
 [yang kedua adalah ] kecenderungan tersembunyi [obsesi]  yang  lemah (durbalānuśaya)   yang hanya  bermanifestasi  dengan halus dalam tahapan (bhūmi)   keenam dan ke tujuh .  Jika telah  dieliminasi  dalam kontemplasi  (bhāvanā)  maka kecenderungan tersembunyi [obsesi]  yang  lemah (durbalānuśaya)   tidak akan bermanifestasi lagi
[yang ketiga adalah]  kecenderungan tersembunyi [obsesi]  yang sangat  halus (sūkṣmānuśaya)  berkaitan dengan kondisi dalam tahapan (bhūmi)  kedelapan  dan  tahapan yang lebih tinggi  dimana dalam tahapan ini kondisi mental yang tidak berguna (kleśā) tidak akan  beraktivitas lagi dan hanya ada penghalang dari yang mengetahui  [ kognisi]  (jñeyāvaraṇa) yang berproses sebagai landasan

Bhagavan,  ada berapa jenis   pemutusan dan pengeliminasian kecenderungan kekeliruan mental yang tidak beraturan (dauṣṭhulyaprahāṇa) yang berkaitan dengan  [ ketiga]  kecenderungan tersembunyi [obsesi]   dari kondisi mental yang tidak berguna   (kleśānuśaya)?

Avalokiteśvara,  pemutusan dan pengeliminasian kecenderungan kekeliruan mental yang tidak beraturan (dauṣṭhulyaprahāṇa) yang berkaitan dengan  [ ketiga]  kecenderungan tersembunyi [obsesi]   dari kondisi mental yang tidak berguna  (kleśānuśaya) terdiri dari dua jenis  yakni :  [pertama]  pemutusan dan pengeliminasian kecenderungan kekeliruan mental yang tidak beraturan [yang dianalogikan seperti yang] terdapat di lapisan luar dari kulit  [dalam tataran eksternal]  (tvaggaladauṣṭhulyaprahāṇa) berkaitan dengan kecenderungan tersembunyi [obsesi]   dari kondisi mental yang tidak berguna  (kleśānuśaya) dimana   jenis pertama dan kedua akan terungkapkan . [kedua] pemutusan dan pengeliminasian [kecenderungan kekeliruan mental yang tidak beraturan  yang dianalogikan seperti yang] terdapat di lapisan dalam dari kulit  [dalam tataran median ]  (palgugataprahāṇa) berkaitan dengan kecenderungan tersembunyi [obsesi] dari kondisi mental yang tidak berguna   (kleśānuśaya)  dimana jenis ketiga akan terungkapkan

Avalokiteśvara,   jika seseorang mampu memutuskan dan mengeliminasikecenderungan kekeliruan mental yang tidak beraturan [yang dianalogikan seperti yang] terdapat dalam sum sum tulang [ dalam tataran internal] (sāragatadauṣṭhulyaprahāṇa). Saya menyatakan dia  telah terbebaskan sepenuhnya  dari  semua kecenderungan tersembunyi [obsesi] dari kondisi mental yang tidak berguna (kleśānuśaya) dan mencapai atau berdiam   (avasthā) dalam  tahapan Buddha  (buddha bhūmi)

Bhagavan, berapa  kalpa yang  tidak terhitung (asaṃkhyeyakalpa) dibutuhkan untuk mengeliminasi  kecenderungan kekeliruan mental yang tidak beraturan (dauṣṭhulya) ?

Avalokiteśvara, ,  tiga kalpa besar yang tidak terhitung (asaṃkhyeyakalpa)  ataupun  kalpa yang tidak terukur   (aprameyakalpa) dalam satuan waktu :    satu tahun   (saṃvatsara) ,  satu bulan  (māsa) ,  setengah bulan  (ardha māsa) ,  satu hari dan satu malam (ahorātra) ,  dalam satuan periode tiga jam (prahara) ,  dalam periode satu setengah jam (ardhaprahara) satu kejaban  mata (kṣaṇa) ,  seperenam puluh  dari kejaban mata (lava) , dan  satuan terkecil dari waktu  (muhūrta) .

Bhagavan,apa karakteristik (lakṣaṇa)  dari  kemunculan  kondisi mental yang tidak berguna (utpannakleśa)   dalam   semua tahapan (bhūmi)   Bodhisattva dan apakah ada  defisiensi (doṣa) dan kualitas yang baik (guṇa) dalam kemunculan  kondisi mental yang tidak berguna     (utpannakleśa)   ?

Avalokiteśvara, kemunculan  kondisi mental yang tidak berguna (utpannakleśa)  berkarakteristik bebas dari semua kondisi mental yang tidak berguna  (asaṃkleśalakṣaṇa) . Mengapa demikian?

Karena realisasi ranah realitas (dharmadhātu)  telah disesuaikan secara bertahap [per kasus]  (pratiniyata)  dalam tahapan (bhūmi) Bodhisattva. Disamping itu , kemunculan  kondisi mental yang tidak berguna (utpannakleśa)  dari Bodhisattva hanya pada saat kondisi sadar (probodha) , dan tidak pernah  dalam kondisi tidak sadar (samprajānann eva) .  Oleh sebab itu , kemunculan  kondisi mental yang tidak berguna (utpannakleśa)  berkarakteristik bebas dari semua kondisi mental yang tidak berguna  (asaṃkleśalakṣaṇa) .

Dalam kesinambungan [ aliran kesadaran ] (svasaṃtana) telah  bebas dari  kondisi mental yang tidak berguna (asaṃkleśalakṣaṇa)   maka  tidak ada ketidakpuasan (duḥkha)  sehingga tidak ada defisiensi (doṣa). 
kemunculan  kondisi mental yang tidak berguna (utpannakleśa)  dari bodhisattva bertujuan untuk memotong putus semua penyebab (hetu)  ketidak puasan ((duḥkha)  termasuk  ketidakpuasan dari semua tataran eksistensi makhluk hidup ( sattvadhātu)   Oleh sebab itu kemunculan  kondisi mental yang tidak berguna (utpannakleśa)  memiliki kualitas yang baik (guṇa) .

Bhagavan,  ini sunguh mengagumkan (āścarya)  dimana  penggugahan  (bodhi) bermakna agung (mahārta)  sebagai penyebab dari  pengeliminasian  (vyāvṛttihetu) semua penderitaan (duḥkha)  dari  Bodhi sattva   yang  melampaui  semua akar kebajikan  (kuśalamūla)  dari  tataran eksistensi  makhluk hidup (sattvadhātu) [termasuk] Śrāvaka dan Pratyekabuddha dan juga merupakan  kebajikan yang tidak terukur (aprameyaguṇa)[ para Bodhisattva]
Bhagavan,  anda menguraikan bahwa  pengetahuan Śrāvaka (śrāvakayāna)  dan pengetahuan agung (māhayāna)  adalah satu pengetahuan  (ekayāna) , apa makna mendalam dari uraian ini?

Avalokiteśvara,  saya menguraikan (saṃdha)  doktrin dengan  beragam instrinsitik (nānāsvabhāvadharma)   dalam pengetahuan Śrāvaka misalnya [lima ] agregrat ( skandha)  landasan internal (adhyātmāyatana)  , landasan eksternal (bahyāyatana)   kemudian saya menguraikan dalam pengetahuan agung(māhayāna) sebagai  semua doktrin  diatas  dalam satu ranah realitas (dharmadhātu)  berdasarkan realitas demikian apa adanya (tathatā)  Oleh sebab itu, saya tidak  menyatakannya sebagai pengetahuan yang berbeda (bhinna)

Tetapi ada juga yang akan memahami ini dengan keliru secara konseptual (vikalpayanti)  hanya  mengintepretasikanya sebagai makna harfiah (yathārutam)  dimana salah satu ini lebih tinggi (āropya) ataupun lebih rendah (apodya) ataupun mengatakan bahwa kedua ini  bertentangan satu dengan lainnya maka anda telah terdelusi  dengan mempresepsikannya sebagai konsep  yang  saling bertentangan (viruddhāmanasa).  Avalokiteśvara,  inilah makna mendalam dari uraian diatas.
Kemudian Bhagavan melantunkan gatha ini untuk mempertegas makna ini :

Dengan berkontemplasi melalui sepuluh tahapan (daśabhūmi)  , Seorang Bodhisattva memperbaiki kekurangannya.  Dengan silsilah dan aspirasi (praṇidhāna)   yang agung  dan bersandar pada landasan pelatihan (śikṣāpada) kesempurnaan melampaui (paramitā)   Dengan bersandar pada pengetahuan agung  berdasarkan uraian dari Tathāgata. Dia melampaui semua latihannya dan mencapai penggugahan agung.

Saya menyatakan bahwa semua doktrin beragam intrinsitik (nānāsvabhāvadharma)   yang berbeda (bhinna)  , baik itu untuk yang berpengetahuan agung (mahāyāna) ataupun  diluar dari pengetahuan agung (hinayāna) , sebenarnya saya menguraikan semua ini   sebagai  satu metoda (ekanaya).

 Jika anda keliru  secara konseptual (vikalpayanti)  hanya  mengintepretasikanya sebagai    makna harfiah (yathārutam)  dimana salah satu ini lebih tinggi (āropya) ataupun lebih rendah (apodya) ataupun mengatakan bahwa kedua ini  bertentangan satu dengan lainnya maka anda telah terdelusi  dengan mempresepsikannya sebagai konsep  yang  saling bertentangan (viruddhāmanasa) .

Bhagavan,  apa nama (nāman)  dari pemutaran [roda] dharma pengungkapan  makna mendalam (saṃdhinirmocana dharmapāryaya) ini ?

Avalokiteśvara, pemutaran [roda] dharma pengungkapan  makna mendalam (saṃdhinirmocana dharmapāryaya) ini dinamakan sebagai  pengulasan tahapan dan kesempurnaan melampaui bermakna definitif  (bhūmiparamitānītārthanirdeśa)   ,  anda dapat menamakannya sebagai :  tahapan dan kesempurnaan melampaui .
Pada saat tahapan dan kesempurnaan melampaui yang bermakna definitif ini selesai  diuraikan  ,  tujuh puluh lima ribu  Bodhisattva   mencapai samādhi  dalam ranah  pengetahuan agung (mahāyānāloka)

Parivarta kesembilan  Avalokiteśvara telah diuraikan dengan lengkap
Jangan bersandar pada individual , bersandarlah pada Dharma
Jangan bersandar pada kata -kata , bersandarlah pada makna

Offline karma jigme

  • Teman
  • **
  • Posts: 53
  • Reputasi: 1
  • Semoga semua mahluk berbahagia
PARIVATA KE SEPULUH
Guṇasaṃbhāraviniścaya 

Kemudian bodhisattva Mañjuśrī  bertanya kepada  Bhagavan:

Bhagavan, ketika anda menguraikan tentang dharmakāya dari Tathāgata, apa karakteristik  (lakṣaṇa)  dari dharmakāya?
 
Mañjuśrī  , karakteristik dharmakāya dari Tathāgata adalah kemapanan sempurna dari  transformasi  landasan [kesadaran](āśrayaparāvrttisamudāgama)  dan realisasi sempurna dari  semua kontempelasi  dalam [sepuluh] tahapan ( bhūmi)  dan [enam] kesempurnaan (pāramitā ).Selain itu [dharmakāya]  juga berkarakteristik tidak terbayangkan (acintya lakṣaṇa)  karena dua alasan yang terdiri dari [pertama]  bebas kekeliruan konseptual  (nihprapañca)  ,  bebas dari aktivitas  manifestasi  jejak mental halus [faktor pengkondisian] (anabhisaṃskāra) dan [kedua ]  karena  semua makhluk hidup(sattva ) sangat melekat  (abhiniveśa) pada  kekeliruan konseptual  (nihprapañca)  dan aktivitas dari manifestasi jejak mental halus [ faktor pengkondisian] (anabhisaṃskāra)

Bhagavan, apakah  transformasi  landasan [kesadaran ]   dari Śrāvaka dan Pratyekabuddha juga disebut sebagai dharmakāya? "

" Mañjuśrī  , tidak dapat dikatakan demikian [seperti ini]. "

"Bhagavan, dengan demikian , apa yang lebih sesuai  untuk mendeskripsikan  transformasi landasan  dari Śrāvaka dan Pratyekabuddha? "

Mañjuśrī  ,  transformasi  landasan [ kesadaran]  dari Śrāvaka dan Pratyekabuddha disebut sebagai vimuktikāya  . Vimuktikāya  dari Śrāvaka dan Pratyekabuddha itu sama dan setara (sama- tulya)   dengan  semua Tathāgata ,  tetapi vimuktikāya berbeda dengan  dharmakāya dari semua Tathāgata dimana semua [ kualitas kebajikan dari vimuktikāya ] berbeda dengan  kualitas kebajikan yang tidak terukur  (apremeyaguṇa) dari  dharrnakāya  yang tidak dapat dicengkram dan  mudah untuk diilustrasikan  (na sukaram udāhartum)

Bhagavan, bagaimana seharusnya seseorang  memahami  karakteristik  kemunculan  (upapattibhavalakṣaṇa)  dari Tathāgata? "

Mañjuśrī  , karakteristik  kemunculan  (upapattibhavalakṣaṇa)  dari Tathāgata dapat dipahami melalui  aktivitas dari  karakteristik  nirmāṇakāya  (nirmāṇakāyalakṣaṇa)  muncul dalam berbagai  aspek  yang dapat dianalogikan dengan aktivitas dari  tataran  keduniawian  (lokadhātu) dimana karakteristik dari  nirmāṇakāya adalah karakteristik  kediamanan  (adhiṣṭhānalakṣaṇa) dari berbagai perhiasan yang memanifestasikan manifestasikan  kualitas kebajikan  (guṇavyūhālaṃkāra) Tathāgata. Disamping itu , nirmāṇakāya  itu dimunculkan sedangkan  Dharrnakaya itu tidak dimunculkan . "

Bhagavan,bagaimana seharusnya  seseorang    menguraikan dengan metoda kefasihan (deśanopāyakuśala)   untuk  manifestasi  nirmāṇakāya [yang dimanifestasikan oleh  Tathāgata] ?

Mañjuśrī  , manifestasi  nirmāṇakāya  dapat diuraikan dengan metoda kefasihan   dalam tahap progesif yang dimanisfestasikan  sebagai berikut : dengan memasuki rahim  (garbhāvakrānti)  dalam  keluarga yang terpandang ataupun keluarga kerajaan   yang memiliki tanah makmur dan terpandang  di  tiga ribu buddhaksetra yang luas (trisāhasramāhasāhasrabuddhakṣetra) , kemudian mengalami kelahiran (jati) , menikmati kesenangan duniawi (kāmasaṃbhoga) , meninggalkan rumah dan melakukan praktek pertapaan (duṣkaracaryā) setelah meninggalkan  praktek pertapaan (ādarśana)  dan  mencapai  pencerahan (abhisaṃbodhikrama).

Bhagavan, ada berapa jenis  uraian  melalui pemberdayaan dari [manifestasi  nirmāṇakāya ] Tathāgata  yang   mampu  memberikan hasil  (vipāka) untuk  para siswa  yang memiliki elemen  (dhātu)  yang belum matang  [dalam spiritual]   dan mampu memberikan  pembebasan (vimokṣa)   melalui  objek pengamatan (alambana) bagi para siswa yang telah matang [dalam spiritual] ?

Mañjuśrī  , uraian dari Tathāgata dapat dikategorikan dalam tiga kelompok yakni   sūtra,vinaya, dan mātṛkā .

Bhagavan, apa  yang dimaksud dengan sūtra,vinaya, dan mātṛkā ?

Mañjuśrī,  yang dimaksud dengan sūtra adalah   uraian dari saya yang telah dikoleksi dan dikategorikan berdasarkan  doktrin dimana   juga diklasifikasikan dalam   empat, sembilan, atau dua puluh sembilan kategori (vastu)
Apa  yang termasuk dalam  empat kategori (vastu) dari sūtra ?  Empat kategori dari sūtra terdiri dari :  kategori yang berkaitan dengan mendengarkan (śravaṇavastu) ,  kategori yang berkaitan dengan pengambilan perlindungan (śaraṇagamanavastu), kategori yang berkaitan dengan pelatihan diri  (śikṣāvastu) dan kategori yang berkaitan dengan penggugahan (bodhivastu).

Apa  yang termasuk dalam  sembilan esensi (vastu) dari sūtra ?  Sembilan  esensi dari sūtra terdiri dari :

1.   kategori  yang  berkaitan  dengan instruksi untuk makhluk hidup (sattvaprajñaptivastu)

2.    kategori  yang  berkaitan  dengan kenikmatan (tadbhogavastu)

3.   kategori  yang  berkaitan  dengan kemunculan [ asal mula] (tadutpādavastu)

4.   kategori  yang  berkaitan  dengan kestablilan dan penghentian [ siklus eksistensi] ( tesām utpannānāṃ  sthitivastu )
 
5.    kategori  yang  berkaitan  dengan kondisi mental yang tidak berguna dan pemurnian (tadsaṃkleśavyavadānavastu )
 
6.   kategori  yang  berkaitan  dengan perbedaan  [varietas]  (tadviśeṣavastu)

7.   kategori  yang  berkaitan  dengan tindakan dari menguraikan [ doktrin]  (śastṛvastu)

8.    kategori  yang  berkaitan  dengan [ doktrin] yang diuraikan (śāsanavastu)

9.    kategori  yang  berkaitan  dengan persamuan [ dari para makhluk dari mendengarkan doktrin] (cakravastu)

  Apa  yang termasuk dalam  dua puluh sembilan esensi (vastu) dari sūtra ?  Dua puluh sembilan esensi dari sūtra  dengan
 [kategori pertama] berdasarkan kondisi mental yang tidak berguna (saṃkleśa) terdiri dari : 

1.   kategori  yang  berkaitan  dengan akumulasi dari  jejak mental halus [ faktor pengkondisian]  (saṃskārasaṃgraha)

2.   kategori  yang  berkaitan  dengan progresif yang berakar  dari  kondisi mental yang tidak berguna ( tadkramānuvṛtti)

3.   kategori  yang  berkaitan  dengan penyebab dari  transformasi  (pravṛttihetu)  kondisi mental yang tidak berguna  dalam mempersepsi (samjñāpya)  eksistensi individual (pudgala)

4.   kategori  yang  berkaitan  dengan openyebab dari  transformasi  (pravṛttihetu)  kondisi mental yang tidak berguna  dalam mempersepsi (samjñāpya)  fenomena (dharma)

[kategori kedua ] berdasarkan kemurnian (vyavadāna) terdiri dari :
 
5.   kategori  yang  berkaitan  dengan  kepemilikan dari objek (ālambanaupanayikavastu)

6.   kategori yang  berkaitan dengan  pengamatan [ penyelidikan dalam pemurnian ] (paryeṣaṇā)

7.   kategori yang berkaitan dengan dengan   kestabilan dari kesadaran  (cittasthiti)

8.   kategori yang berkaitan dengan kediamanan yang penuh dengan sukacita dalam mempersepsi fenomena   (dṛṣṭadharmasukhavihara)

9.   kategori yang berkaitan dengan  objek pengamatan untuk melampaui semua ketidakpuasan                   (sarvaduḥkhasamatikrāntopāya)

10.   kategori yang berkaitan dengan  kesempurnaan  pengetahuan mendalam (tadparijñāna)  yang terdiri dari tiga subkategori yakni  [pertama] kesempurnaan  pengetahuan mendalam  mengenai  landasan   yang bukan  pengetahuan pasti (mityāpratipattyāśraya) ,[ kedua ] kesempurnaan  pengetahuan mendalam  mengenai   landasan dari  kekeliruan                                            viparyāsāśraya) dan [ketiga ] kesempurnaan  pengetahuan mendalam  mengenai  landasan penghentian dari konseptual  (abhimānabhāvāśraya)

11.    kategori yang berkaitan dengan  landasan  kontemplasi (bhāvanāśraya)

12.   kategori yang berkaitan dengan aktualisasi [ penghentian] ( sakṣātkāra)

13.   Kategori yang berkaitan dengan kontemplasi (bhāvanā)

14.   Kategori yang berkaitan dengan kestabilan  [dalam kontemplasi ]

15.   Kategori yang berkaitan dengan  aspek  [dalam  kontemplasi]  (ākāra)

16.   Kategori yang berkaitan dengan  objek (ālambana)

17.   Kategori yang berkaitan dengan  keterampilan dalam  pengamatan  mendalam mengenai  yang telah diatasi dan yang belum diatasi

18.   kategori yang berkaitan dengan penyebaran kesadaran  [dalam  kontemplasi]  (vikṣepa)

19.   kategori yang berkaitan dengan  terbebaskan dari pengalihan  [kesadaran dalam meditasi] (anuśaṃsā)

20.   kategori yang berkaitan dengan  landasan yang bebas dari pengalihan [ kesadaran  dalam meditasi]

21.    kategori yang berkaitan dengan ketekunan dan usaha dalam kontemplasi

22.   Kategori yang berkaitan dengan manfaat dari  kontemplasi

23.   Kategori yang berkaitan dengan ketabahan [ dalam kontemplasi],
 
24.    Kategori yang berkaitan dengan  metoda  pelatihan Arya

25.   Kategori yang berkaitan dengan  bantuan dalam  metoda pelatihan Arya

26.   Kategori yang berkaitan dengan  penetrasi  realitas ( tattvaprabhoda)

27.     Kategori yang berkaitan dengan   kesempurnaan  pencapaian dari melampaui ketidakpuasan  (nirvāṇasamudāgama)

28.    Kategori yang berkaitan dengan pandangan  benar  dalam keduniawian  ( laukikasamyagdṛṣṭi)  yang berhubungan dengan uraian  doktrin dari  kode etik moralitas ( subhāṣitadharmavinaya ) yang  lebih unggul dari pandangan  yang berada diluar lingkup  dari ajaran ini.

29.   kategori  yang berkaitan dengan  kemunduran (parihāṇi)  yang disebabkan oleh  tidak melatih diri dalam mengkontemplasi [doktrin  dari kode etik moralitas] dan pandangan yang keliru
Jangan bersandar pada individual , bersandarlah pada Dharma
Jangan bersandar pada kata -kata , bersandarlah pada makna

Offline karma jigme

  • Teman
  • **
  • Posts: 53
  • Reputasi: 1
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Mañjuśrī,  yang dimaksud dengan  vinaya adalah   uraian saya  yang terdiri dari prātimokṣha untuk Sravaka dan Bodhisattva dan  semua  yang terkait dengan prātimokṣha.

"Bhagavan,ada berapa instruksi ( deśanā) dalam  prātimokṣha  untuk Bodhisattva ?

Mañjuśrī, , prātimokṣha untuk Bodhisattva  terdiri dari tujuh  instruksi yakni  :

1.   instruksi mengenai   tata cara pengambilan  kode etik  moralitas dari Bodhisatttva (samāditavidhi deśanā)

2.   Instruksi mengenai ketidaksesuaian dalam  kode etik moralitas bersifat mayor (pārājayikasthānīyavastudeśanā)

3.    instruksi mengenai  ketidak sesuaian  kode etik  moralitas yang bersifat dasar (āpattisthānīyavastudeśanā)

4.   instruksi mengenai ketidaksesuaian dalam  kode etik moralitas  yang berkaitan dengan esensi moralitas (āpattisvabhāvadeśanā)

5.    instruksi mengenai kesesuaian dalam moralitas benar yang berkaitan dengan esensi moralitas              (anāpattisvabhāvadeśanā)

6.    instruksi mengenai   tata cara  menghindari ketidaksesuaian  dalam kode etik moralitas                       (āpattiniḥsaraṇa deśanā)

7.   instruksi mengenai tata cara meninggalkan  kode etik moralitas (saṃvahāraṇidesana)

Mañjuśrī,  mātṛkā  adalah  semua yang telah saya  uraikan sebagai definisi , analisis dan analogi  terhadap fenomena  dalam sebelas karakteristik (lakṣaṇa)   yang terdiri dari

1.   karakteristik dari realitas konvensional  (saṃvṛtilakṣaṇa)

2.   karakteristik dari  realitas tertinggi (paramārthalakṣaṇa)

3.   karakteristik dari objek pengamatan  [yang  selaras dengan faktor menuju penggugahan  (bodhipakṣyadharmā)]    (ālambanalakṣaṇa)

4.   karakteristik dari  aspek (ākāralakṣaṇa)

5.   karakteristik dari intrinsitik (svabhāvalakṣaṇa)

6.   karakteristik dari  akibat [hasil] (tatphalalakṣaṇa)

7.   karakteristik dari interpretasi  dalam mempersepsi (tadanubhavavyākhyānalakṣaṇa)

8.   karakteristik dari  fenomena yang berkesimbungan secara berurutan dalam interval  (tadantarayikādharmalakṣaṇa)

9.   Karakteristik dari  fenomena  yang selaras (tadanulomikadharmalakṣaṇa).
 
10.    Karakteristik dari  kekeliruan  [kesalahan ] ( tadādīnavalakṣaṇa)

11.    Karakteristik  dari pencapaian yang bermanfaat (tadanusaṃśālakṣaṇa)

Mañjuśrī, [pertama] karakteristik dari realitas konvensional  (saṃvṛtilakṣaṇa)  dapat dipahami melalui  tiga uraian sebagai berikut  : [pertama] uraian  yang berkaitan dengan eksistensi individual  (pudgala deśanā) , [kedua] uraian yang berkaitan dengan  intrinsitik dari imajiner (parikalpitasvabhāvadeśanā)  dan [ketiga] uraian yang berkaitan dengan aktivitas (kriyā),  siklus  (kiraṇa) dan proses (karma kriyā) dari fenomena

Mañjuśrī,  [kedua] karakteristik dari  realitas tertinggi (paramārthalakṣaṇa) dapat dipahami melalui  uraian dari  tujuh aspek realitas demikian apa adanya ( saptavidhā tathatā)

Mañjuśrī, [ketiga] karakteristik dari  objek pengamatan (ālambanalakṣaṇa) dapat dipahami melalui  uraian  yang berkaitan dengan semua objek  (nānāvastu) dari objek  yang diketahui (jñeyavastu)

Mañjuśrī,  [keempat] karakteristik dari  aspek (ākāralakṣaṇa) dapat dipahami melalui  uraian  dari delapan jenis (aṣṭa vidhā ) penyelidikan (parīkṣa). Apa yang dimaksud dengan  delapan jenis penyelidikan ?
 
[delapan jenis penyelidikan  berkaitan dengan]: kebenaran ( satya)  , dalil (sthāna)  , defisiensi  (doṣa)  , kualitas baik (guṇa), metoda (naya)  , transformasi  (pravṛtti),  logika (yukti) , kondensasi dan elaborasi (samgrahapṛthaktva)
[ pertama ] Kebenaran ( satya)  mengacu pada  realitas demikian apa adanya  ( tathatā) dari semua fenomena
[kedua] Dalil (sthāna)  mengacu  pada   definisi dari invididual  diri ( pudgalavyavasthāpana)  ,  definisi   dari intrinsitik imajiner  (parikalpitasvabhāvavyavasthāpana)  atau  definisi dari kategori ,  definisi yang membedakan (ekāṃśena) atau definisi  dari penjelasan analisis  pertanyaan  retoris   (vibhajya pariprcchā vyakāranavyavasthāpana) atau  definisi  dari  kestabilan (sthāpaniyavyavasthāpana)atau  definisi  dari penjelasan  analisis  mendalam  yang tidak diungkapkan  dan perbedaannya  ( guhya- vibhajana vyakāranavyavasthāpana)

[ ketiga] Defisiensi  (doṣa)  mengacu pada  ketidakpuasan terhadap  fenomena  dari kondisi mental yang tidak berguna (saṃkleśikadharmādinava)  yang saya telah  uraikan dalam beragam  perspektif  (anekaparyāyeṇa) .

[ keempat ] kualitas baik (guṇa) mengacu pada  manfaat dari fenomena murni yang  telah saya uraikan dalam beragam  perspektif  (anekaparyāyeṇa)

[ kelima]  metoda (naya)  mengacu pada enam aspek  yang terdiri dari   metoda  berdasarkan makna dari realitas demikian apa adanya ( tattvārthanaya), metoda berdasarkan  pencapaian    (adhigamanaya),  metoda berdasarkan uraian
 [ instruksi ] (deśanānaya), metoda  berdasarkan peninggalan dua [ pandangan]  ekstrim (antadvayavigatanaya), metoda berdasarkan yang tidak terbayangkan (acintyanaya), metoda berdasarkan   komprehensif ( saṃdhinaya)

[ keenam ] transformasi  (pravṛtti)  mengacu pada  tiga rentang waktu  (tryadhvān)  yang terdiri dari waktu  yang telah berlalu , sekarang  dan  yang akan datang   , tiga karakteristik dari  fenomena berkondisi (saṃskṛtalakṣaṇa) yang terdiri dari  kemunculan , kestabilan dan penghentian   dan empat kondisi  (catvarāḥ  pratyayāḥ) yang terdiri dari : penyebab dari kondisi , kondisi yang muncul setelah itu [ yang menggantikan kondisi sebelumnya ] , kondisi yang mengkondisikan , kondisi yang lebih dominan 

[ketujuh]  logika (yukti)   mengacu pada empat aspek yang terdiri dari  :  logika  [ berdasarkan prinsip  dari] ketergantungan  (apekṣā yukti),  logika  [ berdasarkan prinsip dari kemampuan fenomena untuk ]  menyebabkan akibat  (kārya kāraṇa yukti) ,  logika berdasarkan kemapanan yang dapat di gengam [dari ketiga logika lainnya] (upapattisādhana yukti ) dan  logika   [ berdasarkan   batasan ]  dari  realitas [ itu sendiri ] (dharmatā yukti )
Jangan bersandar pada individual , bersandarlah pada Dharma
Jangan bersandar pada kata -kata , bersandarlah pada makna

Offline karma jigme

  • Teman
  • **
  • Posts: 53
  • Reputasi: 1
  • Semoga semua mahluk berbahagia
{pertama] logika  [ berdasarkan prinsip  dari] ketergantungan  (apekṣā yukti)   bersubjek pada  semua  penyebab (hetu)  dan  kondisi  (pratyayāḥ)  dari  jejak mental yang halus  [faktor pengkondisian] (saṃskāra) yang muncul (utpāda) dari cara penyampaian dengan linguistik (anuvyavahāra)

[Kedua ] logika  [ berdasarkan prinsip dari kemampuan fenomena untuk ]  menyebabkan akibat  (kārya kāraṇa yukti)    bersubjek pada  semua  penyebab (hetu)  dan  kondisi  (pratyayāḥ)    yang dihasilkan dalam pengamatan  fenomena   yang akan membimbing untuk menuju  pencapaian  atau membimbing dalam aktivitas  menuju pencapaian

[ ketiga] logika berdasarkan  yang dimapankan oleh bukti (upapattisādhana yukti )  bersubjek pada  semua penyebab dan kondisi yang menyebabkan makna  yang dikemukakan , dijelaskan dan didefinisikan  menjadi  dapat dibuktikan (sādhana)dan dapat divalidasi (pramāṇa)   

[divisi dari logika berdasarkan  yang dimapankan oleh argumen (upapattisādhana yukti )] selanjutnya dibagi atas dua jenis lagi yakni murni (pariśuddha)   dan tidak murni (apariśuddha)  dimana karakteristik dari logika murni  terdiri dari lima aspek dan karakteristik dari logika  yang tidak murni  terdiri dari tujuh aspek.

Lima karakteristik murni dari [divisi dari logika berdasarkan  yang dimapankan oleh argumen (upapattisādhana yukti)] terdiri dari
1.   Karakteristik dari persepsi langsung [terhadap objek itu sendiri]  ( tatpratyakṣopalabdhilakṣaṇa)

2.   Karakteristik dari persepsi langsung [terhadap sesuatu] yang tergantung pada  [objek yang tidak dapat diamati ataupun disensasi yang dijadikan sebagai dugaan] (tadāśrityapratyakṣopalabdhilakṣaṇa)

3.   Karakteristik dari alokasi berbagai analogi yang sama (svajātīyadṛṣṭāntopasaṃhāralakṣaṇa)

4.   Karakteristik dari mapan dengan  sempurna (pariniṣpannalakṣaṇa)

5.   Karakteristik dari  instruksi  [uraian]  yang sangat murni (suviśuddhāgamopadeśalakṣaṇa)

Karakteristik dari  persepsi langsung  [terhadap objek itu sendiri] (tatpratyakṣopalabdhilakṣaṇa)  terdiri dari  persepsi langsung  yang bersifat keduniawian sebagai [persepsi langsung] dari ketidakkonstanan (anityatā) terhadap semua jejak metal halus [faktor pengkondisian] (sarvasaṃskāra), ketidakpuasan   (duḥkhatā) terhadap semua jejak mental halus [faktor pengkondisian] (sarvasaṃskāra) dan ketidakhadiran eksistensi [diri]  (anātmatva)  dari semua fenomena (sarvadharma)

Karakteristik dari persepsi langsung [terhadap sesuatu] yang tergantung pada  [objek yang tidak dapat diamati ataupun disensasi  dijadikan sebagai satu dugaan ] (tadāśrityapratyakṣopalabdhilakṣaṇa) terdiri dari persepsi langsung  yang melalui sesuatu  yang tidak [dapat dipersepsi]  itu diduga sebagai  [persepsi langsung terhadap] ketidakkonstanan kasar yang tergantung pada siklus  kesinambungan  dari semua jejak mental halus dari tindakan lampau , persepsi terhadap beragam makhluk hidup [ yang muncul dalam kehidupan ini] memiliki hutang dalam   berbagai perbuatan  [dari kehidupan yang lalu] dan persepsi terhadap kebahagiaan dan ketidak puasan dari makhluk hidup [yang eksis dalam kehidupan ini ] memiliki hutang yang baik dan buruk [dalam kehidupan yang lalu] dan tergantung pada pengaruh dari  perbuatan baik dan buruk [dalam kehidupan yang lalu] yang tidak terhancurkan    [kekal]

Karakteristik dari alokasi berbagai analogi yang sama (svajātīyadṛṣṭāntopasaṃhāralakṣaṇa) terdiri dari alokasi persepsi sebagai  [alokasi persepsi]  terhadap kematian dan kelahiran yang berkaitan dengan  jejak mental halus  [faktor pengkondisian ]  internal dan eksternal   sebagai fakta yang diketahui oleh semua dunia , ketidakpuasan dari kelahiran dan sejenisnya  ,  ketidakmapanan dan juga kekayaan dan kemiskinan   yang berkaitan jejak mental halus  [faktor pengkondisian ]  eksternal   sebagai fakta yang diketahui oleh semua dunia .

Karakteristik dari mapan dengan  sempurna (pariniṣpannalakṣaṇa)  terdiri dari karakteristik dari  persepsi langsung  [terhadap objek itu sendiri] (tatpratyakṣopalabdhilakṣaṇa)   , Karakteristik dari persepsi langsung [terhadap sesuatu] yang tergantung pada  [objek yang tidak dapat diamati ataupun disensasi  dijadikan sebagai satu dugaan ] (tadāśrityapratyakṣopalabdhilakṣaṇa) dan Karakteristik dari alokasi berbagai analogi yang sama (svajātīyadṛṣṭāntopasaṃhāralakṣaṇa) dimana  ketiga  logika   ini  dapat diyakinkan (ekāntika) melalui  objek yang ingin dibuktikan (sādhya)

Karakteristik dari  instruksi  [uraian]  yang sangat murni (suviśuddhāgamopadeśalakṣaṇa) terdiri dari kata yang diuraikan oleh   yang  mengetahui semuanya sarvajña)  sebagai [kata]  melampaui ketidakpuasan   adalah kedamaian [ketenangan]  (śāntaṃ nirvāṇaṃ)
Jangan bersandar pada individual , bersandarlah pada Dharma
Jangan bersandar pada kata -kata , bersandarlah pada makna

Offline karma jigme

  • Teman
  • **
  • Posts: 53
  • Reputasi: 1
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Dengan demikian ,maka  logika berdasarkan  yang dimapankan oleh bukti (upapattisādhana yukti)  yang akan dibuktikan (pramāṇa)  menjadi  murni ( parisuddha)   dan karena murni maka dapat menjadi sandaran .

Bhagavan, melalui berapa aspek  karakteristik dari yang mengetahui semua (sarvajña) dapat dipahami ?

Mañjuśrī, karakteristik dari yang mengetahui semua (sarvajña) dapat dipahami melalui lima aspek sebagai berikut

1.   yang mengetahui semua (sarvajña)   muncul dengan suara (śabda)  yang mengumandangkan semua pengetahuan   (sarvajñatva) yang didengar oleh  semua dunia

2.   yang mengetahui semua(sarvajña)  dikenal (vikhyāta) dari  tiga puluh dua tanda  manusia agung   (dvātriṃśanmahāpuruṣalakṣaṇa)

3.   yang mengetahui semua (sarvajña)     dikenal (vikhyāta) dari  sepuluh kekuatan (bala)   dalam menghilangkan semua keraguan  (vicikitsā) dari  makhluk hidup .

4.    yang mengetahui semua (sarvajña)   dikenal (vikhyāta)  melalui empat  ketidaktakutan (vaiśāradya)  dalam menguraikan doktrin  yang tidak dapat dibantah oleh siapapun

5.    yang mengetahui semua (sarvajña) dikenal (vikhyāta)  melalui penguraian doktrin dan kode etik dari moralitas (dharmavinaya)  dalam membimbing pengikutnya melalui empat jalan (mārga) dan  delapan jalan mulia (āryāṣṭāngamārga)

Mañjuśrī, [ divisi dari logika berdasarkan  yang dimapankan oleh bukti (upapattisādhana yukti ) yang murni (pariśuddha)  melalui  lima karakteristik yang mengetahui semua  (sarvajña laksana dibuktikan  (pramāṇa)   dari validasi [dibuktikan] berdasarkan persepsi ( pratyakṣapramāṇa)    validasi [dibuktikan] berdasarkan kesimpulan  (anumānapramāṇa) ,  validasi [dibuktikan]  berdasarkan otorisasi dari  dogma (āptāgamapramāṇa).

Mañjuśrī,  tujuh  karakteristik yang tidak  murni dari [divisi dari logika berdasarkan  yang dimapankan oleh bukti(upapattisādhana yukti) terdiri dari

1.   karakteristik dari  persepsi yang  bersifat  sama  selain dari [objek yang  hendak dibuktikan ] (tadanyasārūpyopa labdhilakṣaṇa)

2.   karakteristik dari persepsi yang bersifat tidak sama  selain dari [objek yang  hendak dibuktikan] (tadanyavairūpyopa labdhilakṣaṇa )

3.   karakteristik dari  persepsi yang bersifat sama terhadap   semua  [objek] (sarvasārūpyopalabdhilakṣaṇa)

4.   karakteristik dari  persepsi yang bersifat tidak sama terhadap   semua   [objek] (sarvavairūpyopalabdhilakṣaṇa)

5.   Karakteristik dari alokasi berbagai analagi yang  tidak sama (anyajātīyadṛṣṭāntopasaṃhāralakṣaṇa)

6.    Karakteristik dari  ketidakmapanan dengan sempurna (apariniṣpannalakṣaṇa)

7.   Karakteristik dari  instruksi  [uraian]  yang tidak murni (asuviśuddhāgamopadeśalakṣaṇa)

 Mañjuśrī, diantara semua logika berdasarkan  yang dimapankan oleh bukti (upapattisādhana yukti) yang tidak murni (apariśuddha)     , karakteristik dari  persepsi yang bersifat sama terhadap   semua  [objek] (sarvasārūpyopalabdhilakṣaṇa) [ yang dianalogikan melalui  persepsi yang bersifat  sama] adalah semua objek yang dipersepsi oleh manovijnana.

Karakteristik dari  persepsi yang bersifat yang tidak sama dalam  semua [objek] (sarvavairūpyopalabdhilakṣaṇa) [terdiri dari] kepastian  bahwa [semua objek]  adalah  berkarakteristik saling  tidak sama  sebagai logika  (yukti) yakni  [memiliki]  satu karakteristik yang tidak sama  terhadap   karakteristik  yang tidak sama yang berkaitan dengan  tanda (liṇga),  instinsitik (svabhāva), tindakan (karman),  kualitas (dharma), dan sebab akibat (hetuphala).
   
Mañjuśrī, diantara semua logika berdasarkan  yang dimapankan oleh bukti (upapattisādhana yukti) yang tidak murni (apariśuddha) karakteristik dari  persepsi yang bersifat sama terhadap   semua  [objek] (sarvasārūpyopalabdhilakṣaṇa) eksis dalam karakteristik dari  persepsi yang  bersifat  sama  selain dari [objek yang  hendak dibuktikan ] (tadanyasārūpyopa labdhilakṣaṇa)  dibantu dengan analogi.  Oleh sebab itu ,  karakteristik dari persepsi yang  bersifat  sama  selain dari [objek yang  hendak dibuktikan ] (tadanyasārūpyopa labdhilakṣaṇa) adalah tidak mapan (anaikāntika) jika dikaitkan dengan objek yang  hendak dibuktikan. Berdasarkan ini maka Karakteristik dari  instruksi  [uraian]  yang tidak murni (asuviśuddhāgamopadeśalakṣaṇa) dinamakan sebagai Karakteristik dari  ketidakmapanan dengan sempurna (apariniṣpannalakṣaṇa)

Demikian juga , karakteristik dari  persepsi yang bersifat sama terhadap   semua  [objek] (sarvasārūpyopalabdhilakṣaṇa) eksis dalam karakteristik  karakteristik dari  persepsi yang bersifat tidak sama terhadap   semua   [objek] (sarvavairūpyopalabdhilakṣaṇa) dibantu dengan analogi.  Oleh sebab itu , karakteristik dari  persepsi yang bersifat sama terhadap   semua  [objek] (sarvasārūpyopalabdhilakṣaṇa) adalah tidak mapan (anaikāntika) jika dikaitkan dengan objek yang  hendak dibuktikan. Berdasarkan ini maka Karakteristik dari  instruksi  [uraian]  yang tidak murni (asuviśuddhāgamopadeśalakṣaṇa) dinamakan sebagai karakteristik dari  ketidakmapanan dengan sempurna (apariniṣpannalakṣaṇa)

Mañjuśrī, karena tidakmapan dengan sempurna (apariniṣpanna) maka penyelidikan melalui  [ ketujuh ] logika berdasarkan  yang dimapankan oleh bukti(upapattisādhana yukti) ini tidak murni  dan karena tidak murni maka penyelidikan melalui  [ketujuh] logika berdasarkan  yang dimapankan oleh bukti(upapattisādhana yukti) tidak diuraikan dengan mendalam.
Mañjuśrī,  diantara semua logika berdasarkan  yang dimapankan oleh bukti(upapattisādhana yukti) yang tidak murni ini , Karakteristik dari  instruksi  [uraian]  yang tidak murni (asuviśuddhāgamopadeśalakṣaṇa)  harus dipahami sebagai ketidakmurnian dari instrinsitiknya sendiri (svabhāva).

[keempat]  logika    [ berdasarkan   batasan ]  dari  realitas [ itu sendiri ] (dharmatā yukti )  bersubjek pada  kekonstanan dan  kestabilan dari fenomena dalam [ batasan ]  dari  realitas [ itu sendiri ] baik Tathāgata muncul ataupun Tathāgata tidak muncul

 [ kedelapan] Kondensasi dan elaborasi (samgrahapṛthaktva) mengacu pada   rangkuman ( samāsatas)   dari satu susunan kata  terhadap doktrin yang diuraikan (ekapadadeśitadharma)  , kemudian dengan  cermat membedakan doktrin  ini secara bertahap   dan mengungkapkan perbedaan ini  dalam berbagai susunan kata  dengan pasti . Kondensasi dan elaborasi (samgrahapṛthaktva) berkaitan dengan doktrin yang bermakna definitif.

 [ke lima] karakteristik dari intrinsitik (svabhāvalakṣaṇa) dapat dipahami melalui uraian dari  faktor menuju penggugahan (bodhipakṣyadharma) ,[ empat]  landasan kesadaran  murni (smṛtyupasthāna), yang  mengetahui  [sebagai subjek]  dari objek bersama dengan aspek  [ dari objek tersebut]  (sākārā ālambana grāhaka) 

[ke enam] karakteristik dari  akibat [hasil] (tatphalalakṣaṇa) dapat dipahami melalui  peninggalan semua kondisi mental yang tidak berguna  (kleśaprāhaṇa)  yang  berkaitan dengan keduniawian  (laukika)  dan melampaui keduniawan (lokuttara)   yang memanifestasikan  kemapanan dari hasil  yang berkaitan dengan keduniawian dan melampaui keduniawian dengan kualitas yang sangat baik (guṇābhinirhāna) .

[ke tujuh] karakteristik dari interpretasi  dalam mempersepsi (tadanubhavavyākhyānalakṣaṇa) dapat dipahami melalui  penguasaan dengan fasih  (pratisaṃvid) terhadap pengetahuan pembebasan (vimuktijñāna)   kemudian meyebarkannya (vistareṇa)  kepada orang lain untuk memanifestasikan penggugahan (saṃprakāśana) .

 [ke delapan] karakteristik dari  fenomena yang berkesimbungan secara berurutan dalam interval  (tadantarayikādharmalakṣaṇa) dapat dipahami melalui  fenomena  dari ketidakpuasan (kliṣṭadharma)  yang menjadi landasan penghalang untuk  kontemplasi  (bhāvanā)  yang selaras dengan   faktor menuju penggugahan (bodhipakṣyadharma)

[kesembilan] karakteristik dari  fenomena  yang selaras (tadanulomikadharmalakṣaṇa) dapat dipahami melalui   fenomena  [internal  dengan munculnya] semangat agung (bahulīkāradharma) 

[kesepuluh]  Karakteristik dari  kekeliruan  [kesalahan] ( tadādīnavalakṣaṇa)  dipahami melalui defisiensi  (doṣa)  yang berkesinambungan dan berurutan dalam interval  (antarayika)

Mañjuśrī, ,[ kesebelas ]  Karakteristik  dari pencapaian yang bermanfaat (tadanusaṃśālakṣaṇa) dapat dipahami melalui  kualitas yang baik (guṇa)  dalam kondisi yang bersifat selaras [harmonis] (anulomika) dengan pencapaian yang bermanfaat
Jangan bersandar pada individual , bersandarlah pada Dharma
Jangan bersandar pada kata -kata , bersandarlah pada makna

Offline karma jigme

  • Teman
  • **
  • Posts: 53
  • Reputasi: 1
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Kemudian Bodhisattva Mañjuśrī, menyapa Bhagavan dan berkata

Bhagavan,  mohon uraikan makna  dari esensi (dhāraṇyartha) secara komprehensif (abhisaṃdhi)   dimana Bodhisattva  mampu mengakses (anuparviś)  doktrin mendalam (gambhīradharma)  yang  telah diuraikan oleh Tathagata seutuhnya (kārtsnya)  dan juga mohon uraikan  semua makna  essential  dari  sūtra,vinaya, dan mātṛkā dari Bodhisattva  dengan argumen logis  yang lebih spesifik (asādhāraṇa) bila dibandingkan dengan uraian diluar dari doktrin
Mañjuśrī,  dengarkan dengan baik  dan  saya akan menguraikan kepada anda  mengenai  semua makna essential  (dhāraṇyartha) dimana Bodhisattva  mampu mengakses (anuparviś)  doktrin mendalam (gambhīradharma)  yang  telah saya  diuraikan .

Mañjuśrī,  ,semua fenomena dari  kondisi mental yang tidak  berguna ( sāṃkleśikadharma)  dan fenomena  murni (vaiyavadānika dharma)  tidak bergeming [ bergerak]   (āniñjya)  dan tanpa eksistensi  individual   (niḥpudgala) . Oleh sebab itu saya menguraikan bahwa semua fenonema tanpa aktivitas (kriyārahita)  dalm semua aspek (sarvathā)  atau dengan perkataan lain  , ini bukan kasus dimana fenomena dari kondisi mental yang tidak berguna  sebelumnya adalah kondisi mental yang tidak berguna  yang harus dimurnikan secara bertahap  ataupun fenomena murni  telah dimurnikan secara bertahap  dan merupakan kondisi mental yang tidak berguna  sebelumnya.

Mañjuśrī, orang awam yang belum matang [dalam spiritual] (bālapṛthagjana)  bersandar pada pandangan yang terpengaruh oleh kemelekatan yang berlebihan terhadap fenomena dan  eksistensi individual (dharmapudgalābhiniveśānuśayadṛṣṭir niśritya) yang didominasi oleh kelompok  kecenderungan kekeliruan mental yang tidak beraturan (dauṣṭhulyakāya)  dan mempersepsi aku dan milikku (ātmātmīyagrāha). Oleh sebab itu mereka berpandangan keliru dengan mengatakan bahwa   Aku mendengar  ,  Aku  mendengar,'Aku mengalami,'Aku menyentuh,' ' Aku mengetahui , 'Aku makan,' 'Aku bertindak,'' Aku merasa tidak terpuaskan, dan'Aku telah dimurnikan  '.
Mereka  yang memahami realitas  sebagaimana apa adanya  (yathābhūtaṃ prajānanti) , akan meninggalkan sepenuhnya   (prajahati) kelompok  kecenderungan kekeliruan mental yang tidak beraturan (dauṣṭhulyakāya)  dan [  meninggalkan ]  jejak mental halus    [faktor pengkondisian]  yang tetap (mityābhisaṃskāra)  sehingga mencapai kemurnian  dengan sempurna  (suviśuddha) [yang bebas dari ] kondisi mental yang tidak berguna  (kleśa) bebas dari  kekeliruan konseptual (aprapañca) bebas dari aktivitas  (asaṃkṛta)  dan bebas  dari  semua landasan  aktivitas (anabhissaṃkṛtyakāya) . Mañjuśrī, Demikianlah uraian mengenai  makna dari esensi.

Kemudian Bhagavan melantunkan gatha untuk mempertegas uraian ini.

fenomena dari  kondisi mental yang tidak  berguna dan fenomena murni , keduanya tidak bergeming                 [bergerak] (āniñjya)  dan tanpa eksistensi  individual (niḥpudgala) . Saya  menguraikannya sebagai tanpa aktivitas , murni ataupun kondisi mental yang tidak  berguna  baik  yang telah berlalu ataupun yang akan datang . Dengan bersandar pada pandangan yang terpengaruh oleh kemelekatan yang berlebihan terhadap fenomena dan  eksistensi individual (dharmapudgalābhiniveśānuśayadṛṣṭir niśritya) yang didominasi oleh kelompok  kecenderungan kekeliruan mental yang tidak beraturan (dauṣṭhulyakāya)  dan mempersepsi aku dan milikku (ātmātmīyagrāha). mereka berpandangan keliru dengan mengatakan bahwa   "Aku melihat", "Aku makan", "Aku bertindak ", "Aku merasa tidak terpuaskan dan Aku termurnikan".

Dengan memahami realitas diatas , akan meninggalkan sepenuhnya   kelompok  kecenderungan kekeliruan mental yang tidak beraturan (dauṣṭhulyakāya)  dan [meninggalkan ]  jejak mental halus    [faktor pengkondisian]  yang tetap (mityābhisaṃskāra)  sehingga mencapai kemurnian  dengan sempurna  (suviśuddha) [yang bebas dari ] kondisi mental yang tidak berguna  (kleśa) bebas dari  kekeliruan konseptual (aprapañca) bebas dari aktivitas  (asaṃkṛta) dan bebas  dari  semua landasan  aktivitas (anabhisaṃkṛtyakāya) .

 Kemudian Mañjuśrī  menyapa Bhagavan dan berkata: "Bhagavan, bagaimana kita memahami karakteristik kemunculan kesadaran (cittotpādalakṣaṇa) dari  Tathāgata ?

Mañjuśrī , Tathāgata  tidak   dipersepsikan sebagai  yang  dimanifestasikan (prabhāvita) dari citta , manas ataupun  vijñāna , sebaliknya anda harus memahami bahwa karakteristik kemunculan kesadaran (cittotpādalakṣaṇa) dari  Tathāgata itu bebas dari semua manifestasi  aktivitas dari jejak mental  halus  [faktor pengkondisian] (anabhisaṃskāraṃ)  yang dianalogikan sebagai   transformasi  [ dari esensi] (nirmāṇa)

Bhagavan, jika dharmakāya dari semua Tathāgata itu bebas dari semua manifestasi  aktivitas dari jejak mental  halus  [faktor pengkondisian] (anabhisaṃskāraṃ)  , bagaimana dapat  memunculkan jejak mental  halus  [faktor pengkondisian] (abhisaṃskāra)  dari Tathāgata  sementara  dharmakāya dari semua Tathāgata itu bebas dari semua manifestasi  aktivitas dari jejak mental  halus  [faktor pengkondisian] (anabhisaṃskāraṃ)  ?
 
Mañjuśrī , ini berkaitan dengan manifestasi  aktivitas dari jejak mental  halus  [faktor pengkondisian] (anabhisaṃskāraṃ)    dalam  kontemplasi  metoda (upaya) dan kebijaksanaan (prajñā)  . dharmakāya  itu  bebas dari  kekeliruan konseptual (aprapañca),  dan bebas dari  manifestasi  aktivitas  dari jejak mental  halus [faktor pengkondisian] (anabhisaṃskāraṃ)  dan juga merupakan hasil pencapaian dengan jangka waktu yang tidak terukur dari Bodhisattva dalam mengkontemplasi semua  metoda dan kebijaksaan. Dalam keterkaitannya dengan  keagungan usaha  di masa sebelumnya maka kesadaran dimunculkan tanpa usaha pada masa ini.

Ini dapat diilustrasikan dengan kondisi tertidur tanpa kesadaran (acittaka apasvāpana) dimana tidak ada manifestasi  aktivitas  dari jejak mental  halus [faktor pengkondisian] (anabhisaṃskāraṃ)  untuk keadaan tersadarkan tetapi karena daya dari manifestasi aktivitas  dari jejak mental  halus [faktor pengkondisian] yang terdahulu (pūrvābhisaṃskāravaśāt) maka seseorang akan tersadarkan [dari kondisi tertidur] (prabodha) ataupun  pencapaian meditatif  dalam  penghentian (nirodhasāmapatti) dimana juga tidak ada manifestasi aktivitas  dari jejak mental  halus [faktor pengkondisian] (anabhisaṃskāraṃ)     untuk kemunculan dari  pencapaian meditatif (sāmapatti )  tetapi karena tetapi karena daya dari manifestasi aktivitas dari jejak mental  halus [faktor pengkondisian] yang terdahulu (pūrvābhisaṃskāravaśāt)  maka akan  memasuki pencapaian meditatif (sāmapatti )  .  Sebagaimana kesadaran yang timbul dalam kondisi tertidur tanpa kesadaran ataupun kondisi  pencapaian meditatiif dalam penghentian. Demikian juga  jejak mental  halus [faktor pengkondisian] dari Tathagata itu muncul dari  kontemplasi metoda (upaya) dan kebijaksanaan (prajñā)  yang terdahulu.

Bhagavan, apakah nirmānakāya dari Tathāgata termasuk sebagai kesadaran (sacittaka)  atau bukan kesadaran (acittaka) ?

Mañjuśrī, nirmānakāya dari Tathāgata dapat dideskripsikan sebagai kesadaran ataupun sebagai bukan kesadaran karena nirmānakāya dari Tathāgata tidak terjalin dengan  sendirinya (svatantra)  melainkan tergantung pada kondisi lainnya

Bhagavan , apakah ada perbedaan antara ruang lingkup (gocara) dan  tataran aktivitas (viṣaya) dari Tathāgata?

Mañjuśrī,  ruang lingkup (gocara) dari Tathāgata mengacu pada  kemurnian (pariśuddha)  dari bidang aktivitas yang telah tergugahkan (buddhakṣetra )dengan hiasan yang  tidak berstandar  dalam tindakan [tidak terukur ]    (apramāṇālaṃkāra) dimana  merupakan akumulasi dari kualitas unggul yang tidak terbayangkan (acintyaguṇa) dan juga merupakan  landasan dari semua Tathāgata (sarvatathāgatasādhāraṇa) sedangkan tataran aktivitas (viṣaya) dari Tathāgata mengacu pada: makhluk hidup  tataran makhluk hidup (sattvadhātu)  tataran eksistensi keduniawian (lokadhātu)  tataran realitas (dharmadhātu) , tataran kode etik moralitas  (vinayadhātu) dan tataran metoda dalam kode etik moralitas (vinayopāyadhātu) .


Bhagavan,apa karakteristik dari  penggugahan  sempurna (abhisaṃbodhi)  , pemutaran roda dharma(dharmacakrapravartana)  dan pencapaian kesempurnaan melampaui ketidak puasan (mahāparinirvāṇa) dari Tathāgata ?

Mañjuśrī,  , ketiga ini [karakteristik dari  penggugahan  sempurna (abhisaṃbodhi)  , pemutaran roda dharma(dharmacakrapravartana)  dan pencapaian kesempurnaan melampaui ketidak puasan (mahāparinirvāṇa) dari Tathāgata ] berkarakteristik bukan dualisme  (advayalakṣaṇa)  atau dengan perkataan lain :    bukan  mencapai  penggugahan  sempurna ataupun  tidak  mencapai penggugahan  sempurna. ,  bukan  memutar roda dharma ataupun tidak memutar roda dharma . bukan  mencapai kesempurnaan melampaui ketidak puasan ataupun tidak mencapai kesempurnaan melampaui ketidak puasan karena disebabkan oleh kemurnian (suviśuddha) dari dharmakāya dan nirmāṇakāya selalu bermanifestasi  [terungkap ] (adarśita)
Jangan bersandar pada individual , bersandarlah pada Dharma
Jangan bersandar pada kata -kata , bersandarlah pada makna

Offline karma jigme

  • Teman
  • **
  • Posts: 53
  • Reputasi: 1
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Bhagavan, semua makhuk  hidup  memunculkan   kualitas kebajikan  (puṇyaṃ prasavanti)  melalui pengamatan mendalam  (darśana) , mendengar  (śravaṇa)    dan memuliakan (paryupāsana)  nirmānakāya . Apa  keterkaitan antara  nirmāṇakāya dan Tathāgata?
 
Mañjuśrī,  ,   keterkaitan antara nirmānakāya dengan Tathāgata terletak pada landasan yang diperoleh  (adhyālambana)  melalui  pengamatan mendalam , disamping itu   nirmāṇakāya juga merupakan kediaman sempurna  (adhiṣṭhita)  dari semua Tathagata

Bhagavan, jika [Tathāgata]  bebas terhadap  manifestasi  aktivitas dari jejak mental  halus  [faktor pengkondisian] (anabhisaṃskāraṃ). Mengapa  kekuatan agung  (māhaprabhāva) dalam tataran  pengetahuan  agung (mahājñānaloka) dan  kekuatan pemberkatan agung untuk  makhuk hidup (sattvamahāprabhāvāhiṣṭhānāt)  hanya berasal dari dharmakāya  walaupun refleksi dari  objek  mental yang telah diinterpretasi dan dirubah oleh proses koginitif  terus  bermanifestasi  dengan tidak berstandar  dalam tindakan [tidak terukur]   (aprameyanirmāṇapratibimba) dan bukan berasal dari dari vimuktikāya para Śrāvaka dan Pratyekabuddha?"

 Mañjuśrī,  ini dapat dianalogikan dengan  kristal bulan [ air]  ( candrakānta)  dan kristal  matahari [api ] (sūryakānta) dalam [susunan] mandala bulan dan matahari (candrasūryamaṇḍala) dimana kristal bulan [ air]  ( candrakānta)  berfungsi untuk  mendinginkan cairan ataupun  sinar matahari dan kristal  matahari [api ] (sūryakānta) berfungsi untuk mengakumulasi sinar matahari [ seperti kaca pembesar]   untuk menyalakan api suci . Kedua kristal ini berfungsi dengan tanpa ada usaha apapun sementara kristal lain [ yang  tersusun dalam mandala yang sama ]  tidak  berfungsi demikian. Dengan analogi ini maka kekuatan agung  (māhaprabhāva) dalam tataran  pengetahuan  agung (mahājñānaloka) dan  kekuatan pemberkatan agung untuk  makhuk hidup (sattvamahāprabhāvāhiṣṭhānāt)  dari dharmakāya hanya dapat dimunculkan oleh seseorang yang  menguasai dengan fasih  (pratisamvid)  kekuatan (bala) dan dipengaruhi oleh kekuatan dari tindakan [masa lalu] dari makhluk hidup tersebut (sattvakarmavaśāt).

Disamping itu juga  dapat dianalogikan dengan  seorang ahli permata yang  mengkilapkan permata hingga terbentuk pola struktur tertentu tetapi pola struktur ini tidak akan terbentuk apabila dilakukan oleh orang lain  tidak  menggunakan cara yang sama  dengannya

Dengan menggunakan analogi diatas , maka kekuatan agung  (māhaprabhāva) dalam tataran  pengetahuan  agung (mahājñānaloka) dan  kekuatan pemberkatan agung untuk  makhuk hidup (sattvamahāprabhāvāhiṣṭhānāt)  dari dharmakāya yang telah dimapankan melalui kontemplasi dari metoda dan kebijksanaan (upāyaprajñābhāvana)  dengan pengamatan mendalam terhadap ranah realitas yang  tidak teruk ur (aprameyadharmadhātvālambaka) namun kedua hal ini tidak muncul dalam vimuktikaya

Bhagavan apa yang sedang Bhagavan pikirkan ketika menguraikan bahwa dalam keterkaitannya dengan kekuatan pemberkatan (adhiṣṭhānaprabhāva) dari semua Tathāgata dan Bodhisattva  maka mereka terlahir dengan jasmani  yang  sempurna  (kāyasaṃpad)  di dalam keluarga  ksatriya dan brahmana  seperti pohon sala yang agung [ diberkahi dengan kekayaan , kemasyhuran dan daya tarik ] dalam ranah keinginan  (kāmadhātu), terlahir dengan dengan jasmani  yang  sempurna  (kāyasaṃpad)  sebagai dewa dalam ranah keinginan (kāmadhātu) ,  dewa  dalam ranah bermateri halus (rūpāvacaradeva) ataupun  dewa dalam ranah tidak bermateri halus (arūypāvacaradeva) ?

Mañjuśrī,  dengan kekuatan pemberkatan (adhiṣṭhānaprabhāva) dari semua Tathāgata dan Bodhisattva   baik dalam mempraktekkan  (saṃdhā) ataupun  mengemukakan (abhiprāya) jalan (mārga)  mampu membimbing seseorang untuk mencapai (pratipatti) jasmani  yang  sempurna  (kāyasaṃpad)  dan seperti pohon sala yang agung [ diberkahi dengan kekayaan , kemasyhuran dan daya tarik ]  . Sehubungan dengan ini maka kami menguraikan beragam jalan  kepada mereka   berdasarkan kebutuhan (yathāyogam)  mereka masing masing maka apabila ada seseorang yang melatih jalan ini  dengan benar akan mencapai (pratipatti) jasmani  yang  sempurna  (kāyasaṃpad)  dan seperti pohon sala yang agung [ diberkahi dengan kekayaan , kemasyhuran dan daya tarik ]  dan jika ada seseorang meninggalkan dan mencerca jalan ini  ataupun  berpersepsi dengan penuh antipati  (āgāthacitta)  berpersepsi dengan penuh maksud yang tidak baik (kaṭukacitta) terhadap jalan ini  maka  hanya akan mencapai  kelompok dari kesucian palsu  [yang timbul]  (kāyakuhanā) pada saat akhir dari kehidupannya.

 
Bhagavan,  dalam  tataran eksistensi  yang tidak murni ini (apariśuddhalokadhātu)  , apa yang mudah untuk ditemukan (sulabha)  dan apa  yang sulit untuk ditemukan (durlabha) dan dalam tataran eksistensi yang murni (pariśuddhalokadhātu), apa yang mudah untuk ditemukan (sulabha)  dan apa  yang sulit untuk ditemukan (durlabha) ?

Mañjuśrī, dalam  tataran eksistensi  yang tidak murni ini (apariśuddhalokadhātu)  ada delapan kategori (vastu) yang mudah untuk ditemukan (sulabha) dan dua kategori yang sulit untuk  ditemukan(durlabha).

delapan kategori (vastu) yang mudah untuk ditemukan (sulabha) terdiri dari  tīrthika, makhluk hidup yang tidak puas  (duḥkhitasattva) , perbedaan silsilah ( gotra)  ,  tindakan kejahatan  (duścaritacārin)   , ketidak sesuaian  kode etik moralitas (vipannaśīla) ,  kemalangan , ( durgati) ,   pengetahuan mendalam yang rendah  (hīnayāna), dan para Bodhisattva  yang  mengkontemplasi  dengan usaha  dan aspirasi  yang  rendah. (hīnāśayaprayoga bodhisattva) 

dua kategori yang sulit untuk  ditemukan (durlabha) terdiri dari pelaksanaan dari para Bodhisattva yang bertekad dan berusaha tinggi (āśayaprayogavoropeta bodhisattva)  dan kemunculan Tathagata   ( tathāgataprādurbhāva) di dunia.

Mañjuśrī, , untuk  tataran eksistensi yang murni (pariśuddhalokadhātu) adalah kategori yang berlawanan dengan yang ada pada  tataran eksistensi  yang tidak murni ini (apariśuddhalokadhātu)  dimana delapan kategori diatas adalah kategori yang sulit ditemukan  dan dua kategori diatas adalah yang mudah untuk ditemukan dalam tataran eksistensi yang murni (pariśuddhalokadhātu) 

Bhagavan,  apa nama (nāman)  dari pemutaran [roda] dharma pengungkapan  makna mendalam (saṃdhinirmocana dharmapāryaya) ini ?

Mañjuśrī, , pemutaran [roda] dharma pengungkapan  makna mendalam (saṃdhinirmocana dharmapāryaya) ini dinamakan sebagai  pengulasan pencapaian sempurna dari Tathāgata yang bermakna definitif  (tathāgatakṛtyānuṣṭhananītārthanirdeśa)   ,  anda dapat menamakannya sebagai :  uraian  pencapaian sempurna dari Tathāgata .

Pada saat pencapaian sempurna dari Tathāgata yang bermakna definitif ini selesai  diuraikan  ,  tujuh puluh lima ribu  Bodhisattva   menguasai dengan fasih dan  mencapai  dharmakāya (paripūrṇadharmakāyapratisaṃvid)  , kemudian Mañjuśrīḥ kumārabhūtaḥ   , dan semua yang berada dalam persamuan ini  termasuk para dewa , manusia , āsura, garuda  dan gandharva memuji  doktrin dari Bhavagan.


Parivarta kesepuluh   guṇasaṃbhāraviniścaya telah diuraikan  dengan lengkap

ārya-saṃdhinirmocana-nāma-mahāyāna-sūtra telah diuraikan  dengan lengkap
Jangan bersandar pada individual , bersandarlah pada Dharma
Jangan bersandar pada kata -kata , bersandarlah pada makna

Offline karma jigme

  • Teman
  • **
  • Posts: 53
  • Reputasi: 1
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Sembah Sujud kepada semua Buddha , Yang terlahir dari Teratai , Kyabjé Drubwang Pema Norbu Rinpoche , Zurmang Gharwang Rinpoche , dan Khenpo Nyima Ogyen Rinphoce
Jangan bersandar pada individual , bersandarlah pada Dharma
Jangan bersandar pada kata -kata , bersandarlah pada makna

Offline sala45

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 112
  • Reputasi: -9
  • ******* sela7N1*******
Bhagavan, semua makhuk  hidup  memunculkan   kualitas kebajikan  (puṇyaṃ prasavanti)  melalui pengamatan mendalam  (darśana) , mendengar  (śravaṇa)    dan memuliakan (paryupāsana)  nirmānakāya . Apa  keterkaitan antara  nirmāṇakāya dan Tathāgata?
 
Mañjuśrī,  ,   keterkaitan antara nirmānakāya dengan Tathāgata terletak pada landasan yang diperoleh  (adhyālambana)  melalui  pengamatan mendalam , disamping itu   nirmāṇakāya juga merupakan kediaman sempurna  (adhiṣṭhita)  dari semua Tathagata

Bhagavan, jika [Tathāgata]  bebas terhadap  manifestasi  aktivitas dari jejak mental  halus  [faktor pengkondisian] (anabhisaṃskāraṃ). Mengapa  kekuatan agung  (māhaprabhāva) dalam tataran  pengetahuan  agung (mahājñānaloka) dan  kekuatan pemberkatan agung untuk  makhuk hidup (sattvamahāprabhāvāhiṣṭhānāt)  hanya berasal dari dharmakāya  walaupun refleksi dari  objek  mental yang telah diinterpretasi dan dirubah oleh proses koginitif  terus  bermanifestasi  dengan tidak berstandar  dalam tindakan [tidak terukur]   (aprameyanirmāṇapratibimba) dan bukan berasal dari dari vimuktikāya para Śrāvaka dan Pratyekabuddha?"

 Mañjuśrī,  ini dapat dianalogikan dengan  kristal bulan [ air]  ( candrakānta)  dan kristal  matahari [api ] (sūryakānta) dalam [susunan] mandala bulan dan matahari (candrasūryamaṇḍala) dimana kristal bulan [ air]  ( candrakānta)  berfungsi untuk  mendinginkan cairan ataupun  sinar matahari dan kristal  matahari [api ] (sūryakānta) berfungsi untuk mengakumulasi sinar matahari [ seperti kaca pembesar]   untuk menyalakan api suci . Kedua kristal ini berfungsi dengan tanpa ada usaha apapun sementara kristal lain [ yang  tersusun dalam mandala yang sama ]  tidak  berfungsi demikian. Dengan analogi ini maka kekuatan agung  (māhaprabhāva) dalam tataran  pengetahuan  agung (mahājñānaloka) dan  kekuatan pemberkatan agung untuk  makhuk hidup (sattvamahāprabhāvāhiṣṭhānāt)  dari dharmakāya hanya dapat dimunculkan oleh seseorang yang  menguasai dengan fasih  (pratisamvid)  kekuatan (bala) dan dipengaruhi oleh kekuatan dari tindakan [masa lalu] dari makhluk hidup tersebut (sattvakarmavaśāt).

Disamping itu juga  dapat dianalogikan dengan  seorang ahli permata yang  mengkilapkan permata hingga terbentuk pola struktur tertentu tetapi pola struktur ini tidak akan terbentuk apabila dilakukan oleh orang lain  tidak  menggunakan cara yang sama  dengannya

Dengan menggunakan analogi diatas , maka kekuatan agung  (māhaprabhāva) dalam tataran  pengetahuan  agung (mahājñānaloka) dan  kekuatan pemberkatan agung untuk  makhuk hidup (sattvamahāprabhāvāhiṣṭhānāt)  dari dharmakāya yang telah dimapankan melalui kontemplasi dari metoda dan kebijksanaan (upāyaprajñābhāvana)  dengan pengamatan mendalam terhadap ranah realitas yang  tidak teruk ur (aprameyadharmadhātvālambaka) namun kedua hal ini tidak muncul dalam vimuktikaya

Bhagavan apa yang sedang Bhagavan pikirkan ketika menguraikan bahwa dalam keterkaitannya dengan kekuatan pemberkatan (adhiṣṭhānaprabhāva) dari semua Tathāgata dan Bodhisattva  maka mereka terlahir dengan jasmani  yang  sempurna  (kāyasaṃpad)  di dalam keluarga  ksatriya dan brahmana  seperti pohon sala yang agung [ diberkahi dengan kekayaan , kemasyhuran dan daya tarik ] dalam ranah keinginan  (kāmadhātu), terlahir dengan dengan jasmani  yang  sempurna  (kāyasaṃpad)  sebagai dewa dalam ranah keinginan (kāmadhātu) ,  dewa  dalam ranah bermateri halus (rūpāvacaradeva) ataupun  dewa dalam ranah tidak bermateri halus (arūypāvacaradeva) ?

Mañjuśrī,  dengan kekuatan pemberkatan (adhiṣṭhānaprabhāva) dari semua Tathāgata dan Bodhisattva   baik dalam mempraktekkan  (saṃdhā) ataupun  mengemukakan (abhiprāya) jalan (mārga)  mampu membimbing seseorang untuk mencapai (pratipatti) jasmani  yang  sempurna  (kāyasaṃpad)  dan seperti pohon sala yang agung [ diberkahi dengan kekayaan , kemasyhuran dan daya tarik ]  . Sehubungan dengan ini maka kami menguraikan beragam jalan  kepada mereka   berdasarkan kebutuhan (yathāyogam)  mereka masing masing maka apabila ada seseorang yang melatih jalan ini  dengan benar akan mencapai (pratipatti) jasmani  yang  sempurna  (kāyasaṃpad)  dan seperti pohon sala yang agung [ diberkahi dengan kekayaan , kemasyhuran dan daya tarik ]  dan jika ada seseorang meninggalkan dan mencerca jalan ini  ataupun  berpersepsi dengan penuh antipati  (āgāthacitta)  berpersepsi dengan penuh maksud yang tidak baik (kaṭukacitta) terhadap jalan ini  maka  hanya akan mencapai  kelompok dari kesucian palsu  [yang timbul]  (kāyakuhanā) pada saat akhir dari kehidupannya.

 
Bhagavan,  dalam  tataran eksistensi  yang tidak murni ini (apariśuddhalokadhātu)  , apa yang mudah untuk ditemukan (sulabha)  dan apa  yang sulit untuk ditemukan (durlabha) dan dalam tataran eksistensi yang murni (pariśuddhalokadhātu), apa yang mudah untuk ditemukan (sulabha)  dan apa  yang sulit untuk ditemukan (durlabha) ?

Mañjuśrī, dalam  tataran eksistensi  yang tidak murni ini (apariśuddhalokadhātu)  ada delapan kategori (vastu) yang mudah untuk ditemukan (sulabha) dan dua kategori yang sulit untuk  ditemukan(durlabha).

delapan kategori (vastu) yang mudah untuk ditemukan (sulabha) terdiri dari  tīrthika, makhluk hidup yang tidak puas  (duḥkhitasattva) , perbedaan silsilah ( gotra)  ,  tindakan kejahatan  (duścaritacārin)   , ketidak sesuaian  kode etik moralitas (vipannaśīla) ,  kemalangan , ( durgati) ,   pengetahuan mendalam yang rendah  (hīnayāna), dan para Bodhisattva  yang  mengkontemplasi  dengan usaha  dan aspirasi  yang  rendah. (hīnāśayaprayoga bodhisattva) 

dua kategori yang sulit untuk  ditemukan (durlabha) terdiri dari pelaksanaan dari para Bodhisattva yang bertekad dan berusaha tinggi (āśayaprayogavoropeta bodhisattva)  dan kemunculan Tathagata   ( tathāgataprādurbhāva) di dunia.

Mañjuśrī, , untuk  tataran eksistensi yang murni (pariśuddhalokadhātu) adalah kategori yang berlawanan dengan yang ada pada  tataran eksistensi  yang tidak murni ini (apariśuddhalokadhātu)  dimana delapan kategori diatas adalah kategori yang sulit ditemukan  dan dua kategori diatas adalah yang mudah untuk ditemukan dalam tataran eksistensi yang murni (pariśuddhalokadhātu) 

Bhagavan,  apa nama (nāman)  dari pemutaran [roda] dharma pengungkapan  makna mendalam (saṃdhinirmocana dharmapāryaya) ini ?

Mañjuśrī, , pemutaran [roda] dharma pengungkapan  makna mendalam (saṃdhinirmocana dharmapāryaya) ini dinamakan sebagai  pengulasan pencapaian sempurna dari Tathāgata yang bermakna definitif  (tathāgatakṛtyānuṣṭhananītārthanirdeśa)   ,  anda dapat menamakannya sebagai :  uraian  pencapaian sempurna dari Tathāgata .

Pada saat pencapaian sempurna dari Tathāgata yang bermakna definitif ini selesai  diuraikan  ,  tujuh puluh lima ribu  Bodhisattva   menguasai dengan fasih dan  mencapai  dharmakāya (paripūrṇadharmakāyapratisaṃvid)  , kemudian Mañjuśrīḥ kumārabhūtaḥ   , dan semua yang berada dalam persamuan ini  termasuk para dewa , manusia , āsura, garuda  dan gandharva memuji  doktrin dari Bhavagan.


Parivarta kesepuluh   guṇasaṃbhāraviniścaya telah diuraikan  dengan lengkap

ārya-saṃdhinirmocana-nāma-mahāyāna-sūtra telah diuraikan  dengan lengkap

sdr karmjinge
Apa kabar.syair sutra 3 kaya dari tantra tibet sungguh menggugah hati.
namun jika boleh diskusi, saya mengajak anda membuka topik mengenai kaya yg pertama.
tentu jika anda bersedia dan memiliki tubuh dari teratai, sebagaimana isi sutra itu.

u teman teman yg theravada, yg tdk memiliki kemampuan jhana, yg masa lalu kehidupannya
bukan tantra, tolong pengertiannya u tdk sinkritis.
apapun pengertian dari theravada, kalo melihat tantra , tibet lagi tentu salah.semua juga tahu,
Kalau agama buddha tibet sudh bercampur dgn budaya setempat.sangat berbeda dgn tantrayana
versi asli , sriwijaya yg kemudian masuk ke tibet.

peninggalan sriwijaya punah, namun bukan berarti yg di tibet murni dan asli spt tantra sriwijaya.

moderator tolong selektif sedikit.tidak semua budaya luar sesuai dgn keadaaan di indonesia.
bahkan u pembicara dari luar negri harus lapor pd petugas departemen agama, ceramahnya
mesti di translate ke bhs indo dan bukunya mesti ada terjemahan indo.

kembali lagi mengenai diskusi.sdr karmjinge.jika anda tdk bersedia tolong berhenti menulis.
sutranya tdk sesuai dgn budaya indonesia.tentu sesuai jika anda bersedia diskusi mengenai
kaya yg pertama saja.

Janganlah menjadi katak dalam sumur.sampai bulan dan matahari diatas sumur dianggap yg utama.

Aum namo awigna astu,

   Sala.



« Last Edit: 23 July 2017, 10:15:45 AM by sala45 »

 

anything