Den Haag, Kompas - Siaran pers Dinas Penerangan Kerajaan Belanda atau RVD, Rabu (6/10), menegaskan bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak boleh ditahan jika tiba di Belanda. Sementara itu, sebuah pengadilan di Den Haag juga telah memutuskan untuk membatalkan gugatan Republik Maluku Selatan, Rabu.
Pengadilan itu menolak permintaan John Wattilete, Presiden Republik Maluku Selatan (RMS) di pengasingan. RMS menuduh Presiden SBY bertanggung jawab atas kejahatan kemanusiaan di Maluku dan telah mengajukan proses pra-peradilan.
Proses hukum ini membuat Presiden SBY membatalkan kunjungan kenegaraan ke Belanda, yang seyogianya berlangsung pada 6-8 Oktober 2010. Pengadilan di Den Haag menyatakan, RMS kalah dan harus membayar biaya persidangan.
Tuan rumah Belanda dibuat repot akibat pembatalan itu. Ini mengingat pihak Kerajaan, sejumlah kementerian, universitas, dan lembaga-lembaga yang seharusnya akan dikunjungi sudah mempersiapkan diri sampai ke hal-hal kecil.
Pengadaan makanan, penyediaan bunga, pengamanan di bandara, dan semua pelayanan lain sudah siaga. Untuk semua persiapan itu kerugian yang muncul bukan hanya soal materiil, tetapi juga waktu. Hal itu juga membatalkan semua kesempatan atau peluang kerja sama bilateral.
Menurut RVD, Presiden sedang mencari tanggal baru yang tepat untuk melakukan kunjungan kenegaraan. Untuk itu, akan dirundingkan bersama Pemerintah Belanda.
Masih ada ganjalan
Pemerintah Indonesia menganggap kondisi politik di Belanda masih belum konklusif dan belum bersih dari proses hukum meskipun pengadilan telah menolak gugatan RMS. ”Masih ada beberapa gugatan lain yang belum diputus oleh pengadilan,” kata Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto, Rabu di Jakarta.
”Misalnya, masih ada tuntutan RMS kepada Pemerintah Belanda agar meminta penjelasan kepada Pemerintah RI tentang makam almarhum pencetus dan sekaligus pemimpin RMS, Dr R Soumokil,” kata Djoko.
”Gugatan lain adalah tuntutan kepada Pemerintah Belanda agar dilakukannya dialog antara Pemerintah RI dan RMS tentang penentuan nasib sendiri (self determination) Maluku,” kata Djoko lagi.
Oleh sebab itu, kata Djoko, pemerintah belum menjadwalkan kembali rencana kunjungan Presiden ke Belanda.
Jangan beri RMS ruang
Staf Khusus Presiden Bidang Luar Negeri Teuku Faizasyah juga memberi penjelasan soal pembatalan itu. ”Melalui pembatalan kunjungan itu, Pemerintah RI mengharapkan Belanda tidak menjadikan wilayahnya sebagai ruang gerak yang bebas bagi kelompok yang merongrong keutuhan wilayah Indonesia. Aktivitas demikian dinilai berpotensi mengganggu hubungan bilateral RI-Belanda,” katanya.
Faizasyah menegaskan, Pemerintah Indonesia tidak hendak mendikte Belanda. ”Kita hanya ingin memastikan bahwa ruang gerak kelompok ini lebih diperhatikan. Tidak sepatutnya jika dalam hubungan antarnegara diberi ruang yang cukup besar bagi organisasi yang merongrong hubungan bilateral. Kita berharap ada proses pembelajaran dari penundaan ini,” ujarnya.
Faizasyah mengatakan, surat soal pembatalan dari Presiden Yudhoyono kepada Perdana Menteri Belanda Jan Peter Balkenende sudah diserahkan oleh Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa, Selasa malam.
Surat tersebut menjelaskan alasan rasional pembatalan kunjungan. Isi surat itu juga mengatakan, penjadwalan kembali kunjungan Presiden baru dilakukan setelah memerhatikan kelanjutan proses pengadilan tuduhan pelanggaran HAM oleh Pemerintah Indonesia yang dituduhkan RMS.
Naik banding
Dari Den Haag diberitakan, Presiden RMS, melalui pengacaranya, E Tahitu, mempertimbangkan untuk naik banding terhadap putusan ini.
Reaksi beberapa warga Belanda muncul soal isu ini. Mereka mengatakan, pihak yang dirugikan bukan RMS, melainkan warga Belanda. Banyak yang skeptis dan menganggap RMS tak mau menerima kenyataan.
Namun, sebagian lagi mengatakan, zaman sekarang masih sulit menyembunyikan isu pelanggaran HAM di Indonesia. Kalangan ini meminta Pemerintah RI memperbaiki citra agar tidak ada lagi alasan bagi eksistensi RMS di Belanda.
Reaksi dari kubu RMS yang muncul di media Belanda adalah dengan tak hadirnya Presiden justru menunjukkan Presiden takut dan merasa bersalah.
”Apalagi Pemerintah Belanda sendiri telah memberikan jaminan penuh. Sesuai dengan yurisprudensi internasional, seorang presiden negara berdaulat mempunyai kekebalan diplomatik,” ujar kubu RMS.
Langkah tepat
Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Muladi menilai, pembatalan kunjungan ke Belanda merupakan langkah yang tepat. Pembatalan yang dilakukan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini dapat dilihat sebagai reaksi terhadap sikap Pemerintah Belanda.
”Mengapa sidang pengadilan itu digelar bertepatan ketika Presiden mau datang ke Belanda,” kata Muladi, Rabu, dalam jumpa pers seusai seminar di Lembaga Ketahanan Nasional, Jakarta.
Ia menyatakan, RMS adalah gerakan separatis sehingga menjadi urusan dalam negeri Indonesia. ”Kalaupun terjadi penyiksaan, ini merupakan ekses dari proses penyidikan yang dilakukan. Siapa pun yang melakukan penyiksaan pasti akan kita tindak dan jatuhi hukuman,” tegas Muladi.
Pembatalan kunjungan Presiden dilakukan setelah Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa melaporkan bahwa pengadilan di Den Haag menyetujui untuk memulai persidangan atas tuntutan soal HAM di Indonesia. Persidangan ini bertepatan dengan kunjungan Presiden ke Belanda. Juru bicara RMS, Wim Sopacua, mengakui telah mengajukan perkara Presiden Yudhoyono ke pengadilan Den Haag.
Deputi VII Bidang Komunikasi dan Informasi Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Sagom Tamboen mengatakan, jadwal ulang kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Belanda belum ditentukan. (FER/ato/Denny/dAY/har/dwa)
Kok RMS masih tetap hidup di Belanda ya?